
Oleh. Miftahul Jannah (Aktivis Muslimah-Komunitas Kalam Santun)
Linimasanews.id—Ide bisnis di bulan Ramadhan tidak selalu takjil atau es buah. Kini, media sosial tengah heboh dengan fenomena flexing dengan menyewakan iPhone di bulan Ramadan kemarin.
Bisnis sewa iPhone di bulan Ramadan disinyalir kian meroket. Pasalnya, banyak kaum muda yang menghadiri acara bukber bersama teman-temannya dan ingin terlihat mentereng sehingga mereka menyewa iPhone.
Diketahui bisnis penyewaan iPhone telah lama beredar. Namun, biasanya penyewaan iPhone digunakan untuk konser karena ingin mengabadikan momen konser supaya terlihat indah saat berfoto. Harga sewa iPhone cukup beragam, mulai dari 75 ribu hingga 600 ribu rupiah.
Saat ini, kebahagiaan diukur dari status sosial, prestise, maupun jabatan. Hal ini menjadi pemicu munculnya fenomena flexing. Ukuran bahagia seperti ini muncul karena pengaruh sistem Kapitalisme.
Kapitalisme menjadikan materi sebagai orientasi kebahagiaan. Padahal hakikatnya, standar kebahagiaan seperti ini adalah semu. Alhasil, sistem kapitalisme hanya melahirkan kualitas manusia yang rendah. Mereka hanya mengejar validasi antar sesama manusia demi meraih kebahagiaan.
Jelas, sistem kapitalisme ini mendorong manusia untuk melakukan flexing. Maka, kita harus kembali kepada sistem Islam. Hal ini dikarenakan Islam memiliki konsep kehidupan yang shahih.
Dalam Islam, tolak ukur kebahagiaan seseorang muslim adalah mencapai rida Allah. Keridhaan Allah akan diberikan kepada siapa saja yang bertakwa, baik miskin ataupun kaya. Apakah memiliki jabatan dunia ataukah tidak. Sedangkan sumber kebahagiaan adalah dengan taat dan takwa kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.
Keadaan ini akan membuat manusia bersyukur dengan pencapaian yang dimiliki. Maka, seorang muslim tidak akan sedih ketika mendapatkan rezeki yang sedikit dan juga tidak berbangga diri dengan harta yang didapatkan. Seorang muslim akan paham dan bersikap qa’naah (menerima) ketetapan Allah. Hal ini jauh lebih menguntungkan dibanding validasi dari manusia lainnya.
Orang miskin tidak akan minder dengan kondisinya dan tidak pula bermental pengemis. Justru, ia akan memperbaiki usahanya agar lebih optimal. Sementara orang kaya tidak mudah flexing karena harta yang dia peroleh akan dipertanggungjawabkan kelak.
Jika seandainya ada flexing yang terjadi, maka Negara tidak akan membiarkan fenomena ini berkembang. Khilafah berperan sebagai perisai sehingga Negara akan melindungi rakyatnya dari bahaya-bahaya yang terjadi.
Khilafah memandang perbuatan tersebut bisa membahayakan masyarakat dan menjadikan manusia membanggakan diri. Khilafah akan mengedukasi oknum tersebut dan meminta masyarakat untuk amal makruf nahi mungkar. Jika masih ada oknum yang melakukan flexing, maka Negara akan memberi sanksi ta’zir kepada pelaku flexing. Indahnya sistem Islam menjadi kemuliaan masyarakat dan individu.