
Oleh: Nining Ummu Hanif
Linimasanews.id—Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memberikan Remisi Khusus (RK) bagi narapidana dan Pengurangan Masa Pidana (PMP) Khusus bagi Anak Binaan yang beragama Islam. Penerima RK dan PMP Khusus pada Lebaran 2024 berjumlah total 159.557 orang. Sebanyak 158.343 narapidana menerima Remisi Khusus. Total 157.366 orang mendapat RK I (pengurangan sebagian) dan 977 orang mendapat RK II (langsung bebas) (tirto.id, 10/4/24).
Remisi merupakan pengurangan hukuman yang diberikan kepada narapidana atau terpidana yang berkelakuan baik selama masa tahanan. Terdapat beberapa jenis remisi, seperti remisi umum, remisi khusus, dan remisi tambahan, yang diberikan sesuai dengan kondisi dan perilaku narapidana yang bersangkutan.
Hal mengenai remisi diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 pasal 14 bahwa narapidana berhak mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi).
Remisi umum adalah remisi yang diberikan saat peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus. Sedangkan remisi khusus (RK) diberikan saat hari keagamaan yang di anut oleh warga binaan misalnya idul fitri, natal, nyepi dan waisak.
Ada dua jenis remisi pada Lebaran 2024, yakni Remisi khusus Idul Fitri I atau RK I berupa pengurangan hukuman dari 15 hari hingga 2 bulan, sementara remisi khusus Idul Fitri II atau RK II berupa pengurangan masa hukuman yang langsung bebas setelah menjalani masa tahanan.
Sehubungan dengan remisi khusus IdulFitri 2024, sebanyak 5.931 warga binaan di sejumlah lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) di Sulawesi Selatan mendapatkan remisi khusus ini. Hal yang sama juga terjadi di Jawa Barat , sebanyak 16.336 narapidana mendapat remisi Hari Raya Idul Fitri 1445 H, dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), 128 orang diantaranya langsung bebas (CNN Indonesia, 11/4/24).
Terpidana kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP Setya Novanto merupakan salah satu yang kembali mendapatkan remisi khusus Hari Raya Idul Fitri tahun ini. Eks Ketua DPR RI itu mendapatkan potongan masa tahanan bersama 240 narapidana korupsi lainnya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung. Padahal tahun 2023, Setyo Novanto juga mendapat remisi khusus idul fitri selama 30 hari (Tempo,12/4/24).
Efek Remisi Berlebih
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laoly, mengungkapkan Remisi dan PMP merupakan wujud nyata dari sikap negara sebagai reward atau hadiah kepada narapidana dan Anak Binaan yang selalu berusaha berbuat baik, memperbaiki diri, dan kembali menjadi anggota masyarakat yang berguna.
Pemberian remisi diharapkan lebih memotivasi narapidana untuk selalu berkelakuan baik dalam rangka mempercepat proses reintegrasi sosial, dan secara psikologis (tirto.id, 10/4/24).
Kenyataannya pemberian remisi terhadap terpidana/warga binaan akan memberikan efek buruk secara luas karena publik akan melihat bahwa pengurangan hukuman menjadi sinyal lemahnya kebijakan pemberantasan korupsi di Indonesia. Pemberian remisi itu juga dinilai tidak pantas untuk saat ini, sebab upaya pemberantasan korupsi di Indonesia sedang tidak baik.
Selain itu, pemberian remisi yang berlebihan bisa membuat masyarakat berburuk sangka kepada pemerintah. Karena terpidana korupsi sudah berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman, tetapi pemerintah malah mengurangi masa hukuman mereka dengan pemberian remisi-remisi.
Hal ini menunjukkan adanya sanksi yang tidak menjerakan. Terbukti makin hari jumlah kejahatan makin meningkat dengan bentuk yang makin beragam. Ketika terpidana dijatuhi hukuman, mereka tidak takut karena yakin akan mendapatkan remisi masa tahanan apalagi kalau terpidana itu bisa membayar pengacara yang dapat memudahkan proses hukum baginya.
Jika dari sudut pandang pemerintah, pemberian remisi juga berdampak pada penghematan anggaran. Pengurangan masa hukuman seorang narapidana berarti memangkas biaya belanja bahan makanan narapidana tersebut. Jika demikian maka sangat disayangkan, demi penghematan anggaran. Di sisi lain, keamanan masyarakat kembali terganggu oleh ulah kriminal mantan napi.
Inilah yang terjadi pada negara demokrasi kapitalisme, di mana sistem hukum yang berlaku dibuat oleh manusia yang mempunyai akal yang terbatas. Sistem pidana yang dibuat manusia tidak baku, mudah sekali berubah dan mudah pula disalahgunakan. Beragam fasilitas dan kemudahan bisa didapat para terpidana sekalipun mereka berada di lapas asalkan bisa membayar dengan harga yg tinggi untuk setiap fasilitas kepada para oknum petugas.
Sanksi dalam Islam
Dalam sistem Islam jika manusia melanggar perintah maupun larangan Allah, maka terkategori telah melakukan tindakan kriminal. Biasanya faktor pendorong terbesar seseorang melakukan tindakan kriminal karena faktor ekonomi.
Oleh karena itu, masyarakat dalam naungan Khilafah/Negara Islam akan dijamin semua kebutuhan dasarnya secara langsung meliputi jaminan kesehatan, keamanan dan pendidikan yang diberikan cuma-cuma. Hal ini yang akan mengurangi faktor pencetus munculnya tindakan kriminal.
Selain itu, secara tidak langsung dengan ketersediaan berbagai lapangan pekerjaan dan pendidikan Islam dengan landasan akidah Islam yang kuat mampu mencetak individu beriman yang mempunyai kesadaran bahwa segala perbuatan akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah Swt. sehingga jauh dari perbuatan maksiat.
Dalam pemberian sanksi hukum, Islam memiliki aturan yang khas, tegas, dan menjerakan. Setiap kejahatan akan diberi sanksi yang tegas, baik berupa hudud, jinayah, takzir, maupun mukhalafat.
Pemberian sanksi tersebut berfungsi sebagai jawabir (menebus dosa di dunia sehingga tidak diazab di akhirat) dan zawajir (pencegahan agar tidak ada tindak kejahatan serupa).
Ketika demokrasi terbukti tidak mampu menyelesaikan problem sanksi bagi narapidana, kita membutuhkan sistem yang mampu untuk menyelesaikan secara tuntas. Sebagai seorang muslim, kita meyakini Islam adalah sistem hidup yang sempurna. Karena Islam berasal dari Allah Swt., Zat Yang Maha Sempurna. Memiliki mekanisme mencegah tindak kriminal dan membuat jera pelaku kriminalitas.