
Oleh: Yuniasri Lyanafitri
Linimasanews.id—Pelanggaran hukum saat ini makin kerap terjadi. Bahkan pelaku pelanggaran berasal dari aparat hukum itu sendiri. Deputi Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Widya Adiwena menyoroti ada empat isu yang membuat nilai-nilai hukum di Indonesia memudar. Mulai dari pelanggaran hak warga sipil dalam konflik bersenjata, penolakan terhadap keadilan berbasis gender, faktor ekonomi perubahan iklim terhadap kelompok masyarakat terpilih termasuk masyarakat adat, hingga ancaman teknologi baru terhadap pengurusan hak rakyat Indonesia (idntimes.com, 26/04/2024).
Contoh nyata yang terjadi di Papua. Tahun 2023, tiga aktivis Papua dihukum penjara dengan tuduhan makar karena menyuarakan pendapat mereka secara damai. Hal yang sama terjadi pada aktivis lingkungan hidup yang mengkritik budidaya udang di perairan Karimunjawa yang divonis bersalah atas ujaran kebencian di salah satu platform media sosial.
Kemudian sengketa tanah yang tengah riuh beberapa waktu lalu yaitu demontrasi masyarakat adat di Pulau Rempang, Kepulauan Riau atas proyek pembangunan industri yang mengambil alih lahan tanpa ada konsultasi yang berarti. Aparat kepolisian setempat justru membubarkan para demonstran dengan menggunakan gas air mata, meriam, dan peluru karet.
Pun terjadi peristiwa nahas lainnya dalam pelanggaran hukum oleh aparatnya sendiri hingga menghilangkan beberapa nyawa manusia. Di Desa Kwiyagi, Kabupaten Lanny Jaya, Papua Pegunungan, April 2023 aparat keamanan melakukan penyiksaan terhadap tahanan hingga menyebabkan kematian atas enam orang. Ternyata juga masih banyak warga sipil yang dikorbankan dalam konflik penyerangan yang berkaitan dengan diskriminasi ras dan etnis.
Beberapa fakta yang dibahas merupakan kasus yang timbul ke permukaan karena korban yang dirugikan cukup banyak lalu menjadi sorotan publik. Padahal kasus serupa sudah terjadi sejak dahulu, namun tidak terekam oleh media. Atau mungkin media pada era dahulu masih bisa dibeli dan dimonopoli oleh belenggu otoritas pemerintah. Untungnya, era terus berubah.
Era digitalisasi ini menjadikan masyarakat lebih leluasa untuk mengakses berbagai informasi. Sehingga, masyarakat mampu mengambil tindakan untuk menyuarakan aspirasinya. Melihat kondisi tersebut, pemerintah pun tak kalah akal membuat kebijakan yang cukup menghalaunya, yaitu dengan adanya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasalnya dengan adanya undang-undang tersebut, pemerintah seolah bisa bertindak sesuka hati dengan dalih dilindungi hukum. Karena faktanya, individu atau golongan yang tidak sejalan dengan pemerintah, mereka akan segera ditindak tegas tanpa moralitas, sebagaimana yang telah terjadi di Rempang dan lainnya.
Bentuk aspirasi yang tidak sesuai dengan pemerintah, malah akan diputarbalikkan seolah menjadi tersangka yang patut untuk dibenci. Akhirnya, pemerintah yang seharusnya berperan untuk menjamin keamanan bagi rakyatnya, kini malah menjadi sosok mengerikan yang mampu melakukan apapun demi kepentingannya.
Hal ini karena negara memiliki berbagai perangkat untuk menggerakkan perangkatnya untuk menghancurkan siapapun yang menjadi lawannya. Padahal sangat jelas tercantum dalam dasar negara ini yaitu Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat 3 yang berbunyi, “Negara Indonesia adalah Negara Hukum.” Hal ini berarti apa pun tindakan negara berdasarkan hukum yang berlaku dan mampu dipertanggungjawabkan dihadapan hukum. Bukan malah membuat kebijakan yang tumpang tindih dengan aturan lainnya, lalu menaati satu hukum, tetapi lupa dengan hukum lainnya. Bahkan membuat perubahan hukum semata-mata untuk melancarkan aksinya dalam melanggengkan kekuasaan dan kepentingan. Sebagaimana ungkapan yang masyhur di tengah masyarakat bahwa “aturan dibuat untuk dilanggar.”
Negara seakan mencontohkan hal buruk kepada rakyatnya. Sehingga dalam kehidupan bermasyarakat pun, pelanggaran hukum dan kejahatan makin hari makin meningkat. Pelakunya beraksi tanpa rasa takut. Alasannya, kehidupan yang mencekik yang menuntutnya berlaku tercela. Bahkan ada yang suka keluar-masuk penjara dengan alasan bisa hidup nyaman di penjara tanpa memikirkan “besok mau makan apa.”
Selain itu, rakyat tampak meremehkan hukum karena hukum yang diterapkan hanya untuk orang-orang miskin. Sebaliknya, hukum tidak berlaku bagi orang-orang yang berduit. Jelas sekali bahwa hukum yang tengah diterapkan ini sangat tidak adil dan berpihak pada salah satu sisi. Maka wajar, hukum negara ini menjadi candaan bagi rakyatnya.
Rakyat sama sekali tidak bisa merasakan keamanan apalagi kenyamanan hidup. Rakyat terus menerus menjadi pihak yang selalu ditindas tanpa bisa bersuara untuk mendapatkan keadilan. Mau bagaimana saja, seorang individu berpegang teguh dengan hukum akan kalah dengan masyarakat dan negara yang mempermainkan hukum.
Semua rentetan masalah ini terjadi karena sistem kehidupan yang diterapkan tidak sesuai dengan fitrah manusia. Sistem kapitalisme sekuler, yakni sistem yang mengedepankan kepentingan, kebermanfaatan, dan keuntungan yang setinggi-tingginya. Hal itu dapat dilakukan dengan memisahkan aturan agama dari kehidupan. Kemudian membuat sendiri aturan atau hukum yang akan diberlakukan. Padahal sangat jelas bahwa pemikiran manusia sangat terbatas. Misalnya saja manusia tidak akan mampu untuk mengetahui hal-hal yang akan terjadi di masa depan, akhirnya selalu membuat perubahan pada hukumnya. Perubahannya didasarkan pada kepentingannya tadi.
Kemudian karena kepentingannya itu, penetapan sanksinya pun tidak menjerakan bahkan dibuat hanya sebagai formalitas. Akhirnya, kejahatan dan pelanggarannya selalu terulang. Kasus korupsi misalnya bukannya mereda malah semakin tinggi nilai korupsi yang dikeruk.
Wajar saja masalah negeri ini semakin banyak dan makin karut-marut. Karena solusi yang disajikan tidak menyelesaikan masalah dari akarnya, yaitu sistem kehidupan yang salah.
Pemerintah malah menyibukkan diri pada hal-hal yang urgensinya kurang. Bahkan sibuk melanggengkan kekuasaannya dengan membangun politik dinasti. Oleh karena itu, sudah saatnya kita sadar untuk segera bangkit dari keterpurukan hidup dengan kembali kepada aturan Allah Swt.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَا دُ فِى الْبَرِّ وَا لْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّا سِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum : 41)
Seharusnya kaum muslim bersama-sama membuang dan mencampakkan sistem kapitalisme yang bathil lalu mengemban sistem Islam sebagai pandangan hidup yang utuh. Insyaallah Allah Swt. akan memberikan keberkahan dari langit dan bumi dalam kehidupan. Kesejahteraan bukan lagi menjadi mimpi di siang hari. Keamanan dan kenyamanan akan selalu dijaga oleh negara yang menerapkan Islam kaffah. Karena memang tugas negara adalah sebagai pelindung dan penjaga, bukan sebagai regulator atau penjual yang selalu mengutamakan keuntungan. Rasulullah bersabda, “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Wallahu a’lam bishshowwab.