
Oleh: Harnita Sari Lubis, S.Pd.I.
Linimasanews.id—Baru beberapa hari yang lalu, Indonesia memperingati HARDIKNAS (Hari Pendidikan Nasional) yang bertepatan pada hari Kamis Tanggal 2 Mei. Seiring dengan peringatan Hardiknas, bulan Mei 2024 pun dicanangkan sebagai bulan Merdeka Belajar. Peringatan Hardiknas diselenggarakan sebagai bentuk apresiasi terhadap pahlawan pendidikan yaitu Ki Hajar Dewantara serta refleksi bagi semua orang tentang esensi pentingnya pendidikan bagi bangsa dan negara Indonesia.
Penetapan Hardiknas sebagai hari nasional tertuang di dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 316 Tahun 1959 Tanggal 16 Desember 1959. Tanggal 2 Mei dipilih berdasarkan tanggal lahir Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara. Hari Pendidikan Nasional tahun 2024 mengusung tema “Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar.” Tema tersebut mengajak seluruh elemen bangsa, dari pendidik, peserta didik, sampai masyarakat luas agar saling membantu dalam mewujudkan transformasi pendidikan di Indonesia.
Merdeka belajar adalah sebuah gerakan yang menitikberatkan pada kemandirian belajar peserta didik. Pendekatan tersebut untuk mendorong peserta didik agar aktif, kreatif dan kritis dalam proses belajar mengajar. Hal tersebut sejalan dengan cita-cita Ki Hadjar Dewantara untuk menciptakan generasi bangsa yang mandiri, cerdas, dan berkarakter mulia (Dinas Pendidikan Sumatera Barat.co.id).
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani menilai, salah satu tantangan utama pendidikan di Indonesia adalah ketimpangan pendidikan di perkotaan dan perdesaan. “Seperti diketahui, kebanyakan sekolah berkualitas tinggi terletak di kota-kota besar, sementara daerah pedesaan masih kekurangan fasilitas pendidikan yang memadai sehingga ada kesenjangan kualitas pendidikan,” tutur Puan melalui keterangan persnya, Kamis (2/5/2024).
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah untuk memastikan bahwa seluruh anak di Indonesia mendapatkan kualitas pendidikan yang sama, termasuk di dalamnya sarana prasarana serta infrastruktur pendukung pendidikan. Menurut Puan, infrastruktur pendidikan masih sangat dibutuhkan, utamanya di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Menurutnya, banyak anak-anak di daerah 3T yang masih sulit mengakses bangku sekolah karena jarak sekolah yang jauh serta infrastruktur yang tidak memadai.
“Pada momen Hardiknas yang diperingati setiap tanggal 2 Mei, saya mengajak semua stakeholder dan masyarakat untuk merefleksikan mengenai kualitas pendidikan di Indonesia saat ini,” kata Puan. Puan berharap agar peringatan Hardiknas tidak dijadikan hanya sebagai ajang seremonial semata (kompas.com, 2/5/2024).
Sementara cita-cita Kemendikbud jauh panggang dari api, yang artinya cita-cita pemerintah tidak sesuai dengan realita yang ada. Kurikulum merdeka belajar dianggap masih belum memberikan kejelasan sebagai kurikulum. Peserta didik diarahkan pada kompetensi atau daya saing atas sesuatu yang bersifat materi namun melupakan aspek pembinaan agama.
Apalagi faktanya hari ini potret buram pendidikan dalam segala aspek yang dilakukan guru maupun siswa dikalangan pelajar, moral mereka makin terdegradasi. Kebanyakan pendidikan di Indonesia, baik negeri ataupun swasta tidak menjadikan anak didik yang berakhlak karimah dan berbudi pekerti yang luhur. IQ peserta didik juga lebih dominan IQ rendah. Status itu bisa kita lihat dari sikap para pelajar, baik tingkat SD sampai para mahasiswa, tidak mencerminkan pelajar yang mempunyai kecerdasan dan akhlak yang baik.
Kehidupan pelajar diliputi berbagai kemaksiatan seperti pergaulan bebas, menyontek, miras, narkoba, perundungan sampai tawuran terjadi. Anak SD pun membully teman sekelasnya yang mengakibatkan pembunuhan atau berakhir bunuh diri. Belum lagi pelajar yang sibuk pacaran dari tingkat SD sampai tingkat mahasiswa yang berakibat fatal sampai hamil diluar nikah karena para pelajar yang terlalu bebas dalam bergaul.
Sementara sekolah tampaknya tidak melarang atau bersikap abai dengan masalah-masalah seperti ini. Sering kali para pendidik mengetahui siswanya berpacaran dan mendukung perbuatan tersebut. Di sekolah juga terdapat mata pelajaran ekskul lebih diaktifkan. Hal itu membuat para siswa lebih suka mapel ekskul tersebut daripada mata pelajaran yang lain. Seperti mapel seni dan budaya.
Baru-baru ini, viral aksi para pelajar SMAN 1 Cililin, Jawa Barat membuat suatu pertunjukan di sekolah dengan menampilkan lelaki dan wanita berjoget-joget yang dijiplak dari film India. Mereka dengan bangga berlenggok-lenggok di depan para siswa yang lain mempertontonkan tarian India dengan antusias. Parahnya lagi, para penonton, para siswa dan guru, bersorak-sorai tanda ikut merasa senang melihat pertunjukan tersebut.
Ada pula salah satu SMA yang memvideokan para siswi yang sedang berjoget tanda bahagia. Mereka menonjolkan lekuk tubuhnya yang sudah tidak sesuai dengan moral dan adab seorang pelajar. Mirisnya lagi, acara itu dilakukan di lingkungan sekolah dan dipertontonkan di depan para guru.
Demikian juga guru makin kehilangan fungsinya sebagai pendidik generasi. Guru sekolah hanya penyampai pelajaran namun gagal menjadi teladan yang mampu membentuk karakter mulia pada diri pelajar. Bahkan dalam beberapa kasus, guru malah terlibat dalam aksi pencabulan dan perundungan terhadap siswanya. Kondisi tersebut tentu memunculkan pertanyaan atas kurikulum pendidikan yang diterapkan saat ini.
Akar Masalah Pendidikan yang Rusak
Kita tahu bahwa sekarang pendidikan di Indonesia sudah sangat liberal (bebas). Para siswa hanya mempunyai rutinitas saja setiap hari untuk sekolah dan belajar. Para guru pun hanya memberikan pelajaran untuk siswanya tanpa adanya pembinaan untuk siswa tersebut agar berhasil dan mengaplikasikan pelajaran yang diberikan para guru tersebut.
Intinya, sekolah hanya mentransfer ilmu saja kepada para siswa tanpa peduli siswa tersebut dapat menerima dan mengaplikasikannya. Belum lagi para guru banyak yang tergerus dengan kehidupan sekarang ini. Banyak sekali di medsos, guru-guru yang mempertontonkan aktivitas unfaedah seperti pergi bersama guru lainnya untuk berkaraoke ria ketika weekend dan berwisata bersama-sama. Mereka memvideokan aktivitas seperti berjoget diiringi musik. Begitulah kehidupan kebanyakan guru dan siswa sekarang ini, mereka berbuat untuk kesenangan dunia semata karena di zaman kapitalisme sekuler ini hidup adalah untuk dinikmati dan bersenang-senang saja.
Anak-anak disekolahkan untuk bisa bekerja menghasilkan uang banyak sehingga dapat membanggakan kedua orang tuanya. Karena orang tua zaman sekarang sangat bangga ketika anaknya menghasilkan uang banyak. Begitulah standar kehidupan zaman sekarang semua diukur dengan uang. Inilah sistem kapitalisme sekuler, makin banyak uang makin senang dan bahagia, hidup jauh dari aturan agama. Akhirnya akhlak para siswa sudah tidak ada lagi. Kemaksiatan di mana-dimana, dipertontonkan tanpa ada rasa malu dan bersalah yang membuat generasi bangsa makin rusak dan mengalami kemunduran dari berpikir cemerlang.
Melihat perkembangan seperti ini, tentu sangat menyayat hati setiap orang tua. Karena orang tua menyekolahkan anaknya untuk menjadi cerdas dan berakhlak karimah, bukan hanya sekadar berjoget di sekolah yang tidak ada faedahnya. Ilmu yang seharusnya didedikasikan untuk membangun peradaban mulia tidak terwujud. Di bawah pendidikan sistem sekuler, ilmu didedikasikan hanya untuk meraih capaian-capaian materi dan menjaga eksistensi peradaban kapitalisme, tak heran potensi para intelektual dibajak menjadi buruh-buruh kapital.
Oleh karena itu, kurikulum merdeka belajar justru menguatkan sekularisme dan kapitalisme dalam kehidupan melahirkan generasi yang buruk kepribadiannya dan menjadikan generasi terjajah budaya Barat yang rusak dan merusak. Berbagai fakta buruk tersebut menjadi bukti kegagalan sistem pendidikan sekuler yang diterapkan di negeri ini, bahkan perubahan kurikulum pendidikan menjadi kurikulum merdeka belajar diduga akan memperkuat sekularisme pendidikan di tanah air.
Sekularisasi pendidikan kurikulum tampak dari upaya memisahkan pembentukan kepribadian dari kemampuan penguasaan ilmu dan teknologi pendidikan hanya dirancang untuk menghasilkan manusia yang mumpuni dalam teknologi, namun minim kepribadian Islamnya. Konsep inilah yang kita dapati dalam kurikulum saat ini. Meski kurikulum ini dipandang sebagai terobosan karena berbasis pada kemudahan pembelajaran dan minat siswa, akan tetapi kurikulum ini tetap memandang ilmu sebagai sumber materi.
Islam Solusinya
Berbeda ketika sistem Islam diterapkan di dalam kehidupan kita. Pendidikan adalah salah satu aspek strategis yang menentukan masa depan generasi dan bangsa. Oleh karena itu, perhatian Islam akan pendidikan sangatlah besar.
Sebagai sebuah ideologi, Islam memiliki aturan lengkap yang memecahkan problematika manusia dalam kehidupan. Salah satunya adalah sistem pendidikan Islam yang sangat berlawanan dengan sistem pendidikan sekuler kapitalisme.
Sistem pendidikan Islam dibangun di atas akidah Islam yang memandang bahwa Allah adalah Al-Khaliq sekaligus Al-Mudabbir, Pencipta dan Pengatur kehidupan manusia. Islam menargetkan terbentuknya generasi berkualitas , beriman, bertakwa , terampil, dan berjiwa pemimpin serta menjadi problem solver. Output generasi yang seperti ini hanya akan lahir dari sistem pendidikan yang kurikulumnya disusun berasaskan akidah Islam. Sebagai pihak yang diberi amanah melayani dan mengurusi umat, maka negara memiliki tanggung jawab menyusun kurikulum pendidikan Islam dalam rangka melahirkan generasi berkualitas menjadi agen perubahan dan mampu membangun peradaban mulia.
Dalam Islam, ilmu ditempatkan pada posisi mulia. Allah memuliakan ilmu juga para ahli ilmu. Allah Swt. berfirman,
يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
“Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadalah: 11)
Ilmu memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Rasulullah saw. mengibaratkan ilmu laksana air hujan sebagaimana sabda beliau, “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang dengannya aku diutus Allah seperti air hujan yang menyirami bumi.” (HR. Bukhari)
Dalam Islam, ilmu tidak berdiri sendiri, tetapi wajib disandingkan dengan iman karena keduanya merupakan dua modal penting untuk mencapai tujuan penyelenggaraan pendidikan yakni terbentuknya manusia yang berkepribadian Islam. Oleh karena itu, dalam menyusun kurikulum pendidikan, negara akan mewajibkan pembelajaran ilmu (tsaqafah) Islam secara menyeluruh dan ilmu-ilmu saintek yang membawa kemaslahatan dalam kehidupan manusia.
Dengan ilmunya, para pelajar/intelektual hadir memberi solusi dan dengan keimanannya mereka paham ilmunya wajib berdimensi akhirat. Alhasil, ilmu mereka tidak akan dibiarkan dikuasai harta dan diabdikan untuk kepentingan segelintir orang. Dengan ilmu yang didapatkan pelajar sudah selayaknya mereka menjadi penerang bagi gelapnya kebodohan sekaligus pemberi solusi atas berbagai masalah masyarakat. Hanya saja semua ini hanya akan terealisasi dalam negara yang menerapkan Islam kaffah, Khilafah Islamiyyah. Wallahu a’lam.