
Oleh: Uswatun Khasanah (Muslimah Brebes)
Linimasanews.id—Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) perguruan tinggi menjadi fokus utama setelah diumumkannya Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) tahun 2024. Langkah pemerintah ini memicu gelombang protes mahasiswa di kampus-kampus di seluruh Indonesia. Permendikbud Ristek telah menetapkan standar baru dalam penentuan besaran UKT dan menjadi perbincangan hangat di kalangan akademisi dan masyarakat.
Mahasiswa di berbagai kampus seperti Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Sudirman (Unsoed), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan lainnya menghadapi tekanan yang sangat besar karena kenaikan UKT dianggap membebani. Diskusi dan perdebatan mengenai dampak dan kesetaraan kebijakan-kebijakan ini tidak bisa dihindari, terutama terkait akses terhadap pendidikan tinggi.
Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) menjadi perdebatan mahasiswa dan kampus. Tak bisa dimungkiri, kuliah saat ini memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun, di tengah situasi ekonomi yang makin sulit, peningkatan UKT tentu membuat sebagian besar orang tua makin sulit.
Selain aksi unjuk rasa di Purwokerto, Unsoed, Himpunan Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) juga menggelar aksi unjuk rasa di halaman Balairung pada Kamis (2/5/2024). Mahasiswa UGM melakukan protes pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2024, terhadap kebijakan UKT yang dinilai masih membebani. Rio Putra Dewanto, koordinator forum advokasi UGM mengatakan, hasil survei terhadap 722 mahasiswa angkatan 2023 menunjukkan 511 mahasiswa (70,7%) menentang nominal UKT yang telah ditetapkan. Survei menemukan 397 mahasiswa merasa kesulitan membayar UKT pada tahun 2023 dan mengajukan keberatan terhadap besaran UKT yang ditetapkan kampus.
“Ada sekitar 52,1 persen mahasiswa angkatan 2023 itu mengajukan peninjauan kembali. Tapi itu pun masih dirasa kurang” tuturnya. “UKT di UGM mengacu sistem indeks kemampuan ekonomi tapi dalam keberlangsungannya sendiri mahasiswa tidak tahu. Bahkan calon-calon mahasiswa yang nantinya menjadi mahasiswa baru juga tidak paham tiba-tiba langsung keluar di Simaster (nilai UKT-nya),” ungkapnya (Kompas.com, 4/5/2024).
Ketentuan mengenai UKT tertuang dalam Permendikbud Ristek 25/2020. Pasal 6 mengatur besaran UKT bagi perguruan tinggi (PT) atau PT berbadan hukum (PTBH) harus mendapat persetujuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Adapun pada pasal 7, besaran UKT yang dibayarkan mahasiswa dibagi dalam beberapa kelompok. Pada Kelompok 1 dan 2, siswa akan menerima UKT mulai dari Rp500.000 hingga Rp1.000.000. Selain itu juga disesuaikan dengan kebijakan kampus (Kompas.com, 27/4/2024).
Di Balik Naiknya UKT
Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) merupakan PTN yang berstatus badan hukum publik yang otonom. Sebelumnya, PTN dikenal dengan nama Badan Hukum Negara (BHMN) dan Badan Hukum Pendidikan (BHP). Sejarahnya, pemerintah mengubah status PTN menjadi PTN BHMN pada tahun 2000. Empat PTN langsung berubah status yaitu UI, UGM, IPB, dan ITB. Kampus mempunyai otonomi penuh untuk mengelola anggaran rumah tangga.
Pada tahun 2009, BHMN berubah nama menjadi BHP. Hal ini sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Namun, status tersebut kembali berubah sejak dibatalkannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 tanggal 31 Maret 2010.
Putusan Mahkamah Konstitusi membuat pemerintah menerbitkan PP No. 66/2010. M. Negara mengembalikan status Universitas BHMN menjadi perguruan tinggi yang diselenggarakan pemerintah. Dua tahun kemudian, pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dengan terbitnya peraturan ini, maka seluruh perguruan tinggi asli BHMN, termasuk perguruan tinggi milik pemerintah, ditetapkan menjadi PTN-BH.
Buah Kapitalisme
Perubahan status ini membawa konsekuensi baru. PTN-PTN ini tidak lagi menerima biaya pendidikan penuh dari pemerintah seperti sebelumnya. Oleh karena itu, mereka harus mencari dana sendiri untuk operasional kampus. Sehingga, banyak perusahaan yang datang untuk berinvestasi di PTN. Kini, kita bisa menemukan PTN yang memiliki unit usaha seperti restoran, pusat perbelanjaan, gedung persewaan, SPBU, dan lain-lain.
Tak hanya dunia usaha yang memastikan biaya pendidikan terjamin, PTN juga menaikkan biaya pendidikan mahasiswa. Biaya inilah yang kita sebut UKT. Oleh karena itu, UKT merupakan konsekuensi dari penerapan status PTN-BH. Hanya saja ada yang salah dengan PTN-BH. Jika UKT naik, mahasiswa akan protes, padahal biaya pendidikan makin mahal. Tanpa kenaikan, operasional kampus juga akan sulit.
Penetapan status PTN-BH menunjukkan bahwa PTN bukan lagi lembaga pendidikan semata, melainkan lapangan usaha. Hal ini sejalan dengan konsep yang merupakan gabungan tiga unsur (pemerintah, pendidikan, dan dunia usaha). Konsep seperti ini berasal dari kapitalisme Barat, yaitu sistem aturan yang bertumpu pada sekularisme dan hanya berfokus pada materialisme. Akibatnya, pendidikan menjadi arena komersialisasi.
Penerapan kapitalisme pada pendidikan juga menghilangkan peran negara sebagai penanggung jawab pengelolaan PTN. Pemerintah hanya bertindak sebagai regulator. Mereka mengembangkan kebijakan untuk menjaga konsep PTN-BH tetap berjalan.
Pembiayaan Pendidikan dalam Islam
Islam mempunyai filosofi tersendiri dalam memberikan pendidikan. Islam memandang pendidikan sebagai kebutuhan dasar umat. Negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi tanggung jawabnya. Negara memenuhi tanggung jawabnya dengan menyediakan pendidikan sesuai dengan hukum syariat.
Mengingat pendidikan merupakan kebutuhan dasar, maka pemerintah mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa setiap orang mempunyai akses terhadap pendidikan. Ada konsep dalam Islam bahwa pendidikan harus adil dan murah sehingga masyarakat tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk bersekolah di perguruan tinggi. Konsep keuangan Islam yaitu Baitul Mal akan berperan sebagai penyelenggara keuangan dan bertanggung jawab mengelola pendapatan dan pengeluaran, termasuk biaya pendidikan. Baitul Mal tunai diperoleh melalui pembayaran jizyah, kharaj, fai, ganimah, pengelolaan sumber daya alam, dan lain-lain. Dengan begitu, negara tidak perlu memungut biaya pendidikan kepada masyarakat.
Jika Baitul Mal tidak mampu membiayai pendidikan, negara akan mendorong umat Islam untuk membelanjakan hartanya. Jika itu belum cukup, kewajiban mendanai pendidikan akan dialihkan kepada seluruh umat Islam (yang mampu). Bagi dunia usaha, Islam melarang negara untuk mengalihkan tanggung jawab pembiayaan kepada mereka.
Oleh karena itu, hanya Islam yang mampu memberikan pelayanan pendidikan terbaik kepada masyarakat. Islam akan mengoptimalkan terlebih dahulu pendanaan negara agar kegiatan pendidikan dapat tetap berjalan. Perguruan tinggi dapat fokus pada tugas pokoknya tanpa dirundung rasa cemas dan rasa bersalah. Wallahu a’lam.