
Oleh: Sri Rahayu Lesmanawaty
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
“Kita bikin romantis, bikin paling romantis
Sambil bermain mata, turun ke hati, hatinya jatuh
Kita bikin romantis yang paling romantis
Sambil gandengan tangan, hati pelukan di angan syahdu”
Siapa yang tak kenal potongan lirik lagu “Kita Bikin Romantis” Maliq & D’Essentials ini. Dari anak kecil yang belum mengerti apa-apa sampai nenek kakek, hampir semua kenal lagu ini. Buktinya, jagat medsos dipenuhi gaya-gaya romantisme versi masing-masing dengan iringan lagu ini.
Namun, jika kita menggali lebih dalam, deep digging terkait kehidupan, saat ini kata romantis seakan sulit dirasakan. Wajar jika pada akhirnya dibikin romantis saja, bukan romantis yang nyata romantis. Romantis jadi-jadian bukan romantis beneran.
Sekularisme Sulit Wujudkan Romantisme Hakiki
Jika kata romantis lebih sering dinisbatkan pada kehidupan pasangan, saat ini rasanya jauh panggang dari api. Kalau pun ada, hanya di permukaan saja, tidak sampai ke dalam internal kehidupannya.
Dalam sistem kapitalisme sekuler, sisi gelap kehidupan, sempitnya pemenuhan kebutuhan hidup, kemiskinan struktural terlalu berat dihadapi manusia. Hingga untuk ciptakan roman yang penuh dengan romantisme yang sederhana saja, terlibas oleh berjibakunya pasangan/keluarga dengan berbagai kesulitan hidup. Kesejahteraan yang tidak dijamin kehadirannya, menepis romantis Dari ruang hidup manusia. Ruang hidup yang ada telah dirampas dari setiap sisi ideologi, politik, sosial, ekonomi juga keamanan rakyat.
Jauhnya manusia dari hukum syarak, telah menjauhkan mereka pada penderitaan yang tak bertepi. Sekularisme telah menghabisi sisi gharizah tadayun manusia untuk sinkron dengan aturan yang seharusnya. Alhasil, wajar jika romantis tak pernah rilis secara hakiki.
Romantisme Hanya Hadir dalam Islam
Dalam koridor Islam, romantisme begitu nyata. Islam telah menghadirkan sosok sempurna yang patut diteladani. Sosok yang dalam setiap sisi dan detik kehidupannya yang mulia, dalam setiap helaan nafasnya, begitu indah memesona. Roman yang dihidupkan oleh beliau dengan pasangan hidupnya, begitu nyata. Bukan bikin-bikinan, bukan jadi-jadian. Nyata tergambar dalam hadis-hadis, betapa sosok itu merupakan realisasi sosok teramat romantis. Dialah Baginda Rasulullah Muhammad saw.
Jika dalam kehidupan kapitalis sekuler, saat ini pasangan begitu berat realisasikan hal-hal yang membahagiakan untuk pasangannya, namun tidak dengan Rasulullah saw. Banyak yang membuat kita iri. Realisasi ini nyata adanya sebagaimana sabda beliau saw,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: خياركم خياركم لنسائهم
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap perempuannya (istrinya).” (HR. Ibnu Majah No. 1978)
عن النبي صلى الله عليه وسلم، قال: خيركم خيركم لأهله، وأنا خيركم لأهلي
“Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya (istrinya). Dan aku adalah orang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku (istriku).” (HR. Ibnu Majah No. 1977)
Jika kita tadaburi hadits terkait Nabi saw., kita akan dapati sederetan kisah romantis yang bukan rekayasa. Bukan pansos bukan jadi-jadian. Rasulullah saw. merealisasi keniscayaan ini,
Pertama , memanggil istri dengan panggilan istimewa. Kepada istrinya, Rasulullah saw. tidak memanggil namanya. Kalaupun memanggil namanya, dengan panggilan sayang atau dengan gelar. Beliau biasa memanggil Bunda Khadijah dengan sebutan “Ya Habibii,” wahai kekasihku. Begitu juga kepada Aisyah yang disapa dengan “Humairah,” wahai wanita yang pipinya kemerahan atau dipanggil dengan Uwaisy. Lihatlah bagaimana Rasulullah saw. tidak memanggil istri-istrinya, kecuali dengan panggilan mesra dan hangat.
Panggilan yang mesra dan hangat ini akan memengaruhi psikologis pasangan, selanjutnya akan memengaruhi keharmonisan hubungan pasutri. Selain itu, Rasulullah saw. berpesan kepada para suami agar tetap sabar menghadapi sikap para istri yang kurang disukai. “Janganlah marah (laki-laki muslim/suami) kepada seorang wanita muslimah (istri). Jika tidak menyukai suatu perangai darinya, maka sukailah perangai lainnya.”
Kedua, mesra dengan para istrinya.
Aisyah berkata, “Rasulullah saw. tidak mendahulukan sebagian kaum di atas sebagian yang lain tentang jatah menginap di antara kami (istri-istri beliau) dan beliau selalu mengelilingi kami seluruhnya (satu per satu) kecuali sangat jarang sekali beliau tidak melakukan demikian. Beliau pun mendekat (mencium) setiap istrinya tanpa menjimak hingga sampai pada istri yang merupakan jatah menginapnya, lalu beliau menginap di tempat tersebut.” (HR. Abu Dawud, Al-Hakim)
Masyaallah, sungguh sangat elok akhlak beliau saw. dalam berinteraksi dan bergaul dengan pasangannya. Beliau saw. mampu menjadi figur suami yang sangat peka terhadap kebutuhan emosional istrinya. Sesungguhnya, setiap wanita ingin diberi perhatian lebih. Wanita juga akan merasa aman dan nyaman ketika suaminya sering berada di sisinya. Wanita butuh sentuhan mesra, ia sangat suka ketika perkataannya didengarkan. Sungguh sebuah episode perjalanan hidup yang penuh cahaya hikmah, mencerminkan barakah, dan penuh pesona.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Dan istri-istri beliau saw. berkumpul setiap malam di rumah istri yang mendapat giliran jatah menginapnya, maka beliau pun terkadang makan malam bersama mereka kemudian masing-masing kembali ke tempat tinggalnya.” (Tafsir Ibnu Katsir, I/467)
Ketiga, menjaga perasaan istri. Sebagai seorang istri salihah, Aisyah ra. selalu menyediakan segelas air minum untuk Rasulullah. Biasanya Baginda Nabi saw. hanya minum setengahnya karena Aisyah ra. sangat suka dan senang minum sisa air dari gelas Rasulullah. Suatu ketika, Rasulullah saw. baru pulang ke rumah dan langsung meminum habis air yang disediakan Aisyah.
Seketika rasa bingung, heran, dan sedih menyelimuti diri Aisyah ra. karena Rasulullah saw. tidak menyisakan air minum untuknya. Kemudian, Aisyah ra. melihat gelas itu belum dicuci dan masih ada setetes air di dalamnya. Aisyah ra. lalu meminumnya. Tahukah apa yang terjadi? Tiba-tiba mukanya memerah karena rasa air itu asin. Ternyata Aisyah ra. salah, bukannya memasukkan gula, ia malah memasukkan garam ke dalam air tersebut.
Aisyah ra. lalu pergi menuju baginda Nabi saw. untuk minta maaf. Namun reaksi Rasulullah saw. luar biasa. Beliau tersenyum bahagia dan mengatakan bahwa air minum itu rasanya enak sekali. Beliau tampak menikmati air minum tersebut. Rasulullah saw. menghargai dan mengapresiasi setiap hasil usaha dan pelayanan dari istrinya tercinta. Beliau saw. tidak ingin menyakiti perasaan istrinya.
Keempat, memeluk istri ketika marah.
Diceritakan dalam sebuah hadis, suatu ketika Rasullullah saw. sedang bermasalah dengan Aisyah. Rasulullah saw. marah karena Aisyah ra. terus saja memelihara rasa cemburunya kepada Bunda Khadijah ra. yang sudah wafat. Di tengah kemarahannya, Rasulullah berkata, “Pejamkanlah matamu!” Kemudian Rasulullah saw. mendekat ke arah Aisyah dan memeluknya seraya berucap, ”Ya, Humairaku, rasa marah telah pergi usai aku memelukmu.” (HR Muslim)
Di antara para istri Rasulullah saw., Aisyah ra. memang dikenal paling memiliki sifat pencemburu. Usai memeluknya, Rasulullah saw. lalu memencet hidung istrinya tersebut, seraya berkata, “Ya Humaira, bacalah doa, ‘Wahai Rabbku, ampuni dosa-dosaku, hilangkan kerasnya hatiku, dan lindungi aku dari fitnah yang menyesatkan.” (HR. Ibnu Sunni)
Kelima, bersikap lembut dan kerap bersenda gurau dengan istrinya.
Banyak pula periwayatan yang menggambarkan bahwa Rasulullah saw. bergaul dengan sangat baik kepada keluarganya. Beliau saw. juga bersenda gurau dan lemah lembut terhadap mereka. Selepas Isya dan sebelum tidur, Rasulullah saw. seringkali bercakap-cakap sebentar dengan keluarganya dengan percakapan yang menyenangkan.
Dari Aisyah ra., ia berkata, “Pada suatu hari raya, orang-orang berkulit hitam mempertontonkan permainan perisai dan lembing. Aku tidak ingat apakah aku yang meminta atau Nabi saw. yang berkata padaku, ‘Apakah engkau ingin melihatnya?’ Aku menjawab, ‘Ya.’ Lalu beliau menyuruhku berdiri di belakangnya. Pipiku menempel ke pipi beliau. Beliau berkata, ‘Teruskan permainan kalian, wahai Bani Arfidah!’ Hingga ketika aku merasa bosan, beliau bertanya, ‘Apakah kamu sudah puas?‘ Aku jawab, ‘Ya.’ Beliau berkata, ‘Kalau begitu, pergilah!” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis lain dikisahkan bahwa Nabi saw. mengajak Aisyah ra. untuk berlomba lari. Aisyah berkata bahwa saat itu ia menemani Nabi saw. beserta sahabat dalam perjalanan tertentu. Pada saat itu, tubuh Aisyah ra. tidaklah gemuk atau besar. Nabi saw. meminta para sahabatnya melanjutkan perjalanan lebih dahulu, kemudian berkata kepada Aisyah ra., “Ayo, mari kita berlomba.” Hasilnya, Aisyah ra. berlari cukup gesit dan mengalahkan Nabi. Suatu ketika, Aisyah ra. kembali menemani Nabi saw. dalam suatu perjalanan. Nabi pun kembali mengajaknya berlomba lari. Namun, kali ini Aisyah ra. tidak berhasil mengalahkan Nabi saw. karena tubuhnya sudah mulai gemuk. Nabi saw. kemudian tertawa dan berkata bahwa itulah balasan dari yang sebelumnya.
Keenam, makan sepiring berdua dan minum segelas berdua. Terkadang Baginda Nabi saw. makan sepiring yang sama dengan Bunda Aisyah ra., kemudian minum segelas berdua. Nabi saw. mencari bekas bibir Aisyah ra. pada gelas, di situ Nabi minum. Itu adalah akhlak yang Nabi saw. tunjukkan.
Diungkapkan dalam sebuah hadis, “Terkadang Rasulullah saw. disuguhkan sebuah wadah (air) kepadanya, kemudian aku minum dari wadah itu sedangkan aku dalam keadaan haid. Lantas Rasulullah saw. mengambil wadah tersebut dan meletakkan mulutnya di bekas tempat minumku. Terkadang aku mengambil tulang (yang ada sedikit dagingnya) kemudian memakan bagian darinya, lantas Rasulullah saw. mengambilnya dan meletakkan mulutnya di bekas mulutku.” (HR Ahmad)
Ketujuh, mengusap air mata istri.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra., dijelaskan bahwa Rasulullah saw. terlihat mengusap air mata sang istri.
“Suatu ketika, Shafiyah bersama Rasulullah saw. dalam perjalanan, sedangkan hari itu adalah bagiannya. Shafiyah sangat lambat jalannya sehingga Rasulullah saw. menghadap kepadanya, sedangkan ia menangis dan berkata, ‘Engkau membawaku di atas unta yang lamban.’ Kemudian Rasulullah saw. menghapus air mata Shafiyah dengan kedua tangannya.” (HR Nasa’i)
Kedelapan, melayani istri dengan baik.
Diriwayatkan dari Ali bin Husein ra., ia berkata, “Suatu ketika Nabi saw. berada di masjid (Nabawi), sedangkan istri-istrinya ada di dekatnya, kemudian mereka pulang. Rasulullah saw. bersabda kepada Shafiyah binti Huyay, ‘Jangan buru-buru agar aku bisa pulang bersamamu.’” (HR Bukhari)
Dalam riwayat lain disebutkan, “Shafiyah, istri Rasulullah saw. menceritakan bahwa ia pernah datang mengunjungi Nabi saw. saat sedang melakukan itikaf di sepuluh hari terakhir Ramadan. Ia berbicara di dekat beliau beberapa saat, kemudian berdiri untuk kembali. Nabi saw. juga ikut berdiri untuk mengantarkannya.“ (HR Bukhari dan Muslim)
Selain itu, cara istimewa Rasulullah saw. memanjakan sang istri adalah dengan melayaninya saat sakit. Diriwayatkan oleh Aisyah ra., “Rasulullah saw. adalah orang yang penyayang lagi lembut. Beliau orang yang paling lembut dan banyak menemani istrinya yang sedang mengadu atau sakit.” (Muttafaq ‘alaih).
Kesembilan, membantu pekerjaan rumah tangga. Umumnya orang menganggap pekerjaan rumah tangga harus dilakukan oleh istri. Namun, Rasulullah memberi teladan bahwa seorang suami pun dapat membantu pekerjaan istri di rumah. Ummul mukminin Aisyah ra. pernah ditanya, “Apa yang dilakukan Nabi saw. di rumahnya? Aisyah menjawab, “Beliau ikut membantu melaksanakan pekerjaan keluarganya.” (HR Bukhari)
Kesepuluh, menyuapi istri.
Cara lain agar hubungan suami istri romantis seperti yang dicontohkan Rasulullah yaitu menyuapi istrinya dengan mesra. Dari Saad bin Abi Waqosh ra. berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Dan sesungguhnya jika engkau memberikan nafkah, maka hal itu adalah sedekah hingga suapan yang engkau suapkan ke dalam mulut istrimu.” (HR Bukhari dan Muslim)
Kesebelas, menyisir rambut istri.
Rasulullah saw. menyisir rambut sang istri sebagai salah satu sikap romantis beliau. Meski terkesan sepele dan sederhana, namun perilaku ini cukup berarti untuk membuat hubungan suami istri tetap harmonis.
“Beliau Rasulullah mendekat kepadanya (Aisyah) dan ia ada di kamarnya, lalu ia menyisir beliau, padahal ia sedang haid.” (HR Muslim)
Demikianlah, romantisme yang dihadirkan dalam Islam melalui insan mulia baginda Rasulullah Muhammad saw. dan ini sangat penting diketahui agar suami istri mampu saling mendekat pada tujuan dan visi pernikahan yang sama yakni kehidupan rumah tangga yang sakinah mawadah dan penuh rahmat Allah Taala. Romantisme yang nyata sampai Allah Taala panggil kita kembali pulang pada-Nya dan menjawab seluruh tanya dengan sempurna agar kita layak di jannah-Nya. Wallahu a’lam bisshawaab.
MasyaAllah paling romantis adalah Nabi kita Muhammad SAW ada suami yang seperti ini, adalah salah satu anugerah dari Allah SWT. Barakallah Ummu penulis.