
Oleh: Nur Octafian N.L., S.Tr.Gz.
Linimasanews.id—Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Aznal menyampaikan rasa prihatin dan berduka cita atas kecelakaan Bus Trans Putera Fajar di Ciater, Subang, Jawa Barat pada Sabtu (11/5) malam yang mengangkut rombongan pelajar dari SMK Lingga Kencana Kota Depok. Ia mengungkapkan bahwa bus yang terlibat kecelakaan itu tidak tercatat memiliki izin angkutan dan status lulus uji berkalanya telah kedaluwarsa sejak 6 Desember 2023 melalui hasil pengecekan aplikasi Mitra Darat (CNNIndonesia, 12/5/2024).
Miris, tingkat kecelakaan transportasi darat di Indonesia masih tercatat cukup tinggi. Jika ditilik, ada banyak faktor yang menjadi pemicunya. Salah satunya, kelayakan kendaraan yang memenuhi standar beroperasi sering luput dari pengawasan. Tak jarang keselamatan dalam perjalanan tergadaikan hingga mengakibatkan korban jiwa dan kerugian materi.
Pada kasus kecelakaan Bus Trans Putera Fajar, misalnya. Dugaan kuat penyebab kecelakaan adalah karena rem blong. Kasus semacam ini cukup memilukan, mengingat sudah sangat sering terjadi.
Negara sejatinya telah banyak regulasi dan memberi imbauan kepada perusahaan atau pengelola bus wisata terkait dengan operasional armada. Mulai dari pemeriksaan kondisi kendaraan secara berkala sebagai kelayakan beroperasi, melakukan pendaftaran izin angkutan, serta pengemudi bus wisata diharapkan yang berkompeten.
Namun, tidak cukup imbauan saja, masyarakat perlu penyediaan transportasi aman. Hal ini sering membuat perusahaan atau pengelola bus wisata menjadi galau, mengingat mahalnya pemenuhan berbagai persyaratan agar layak jalan, sehingga bagi perusahan atau pengelola yang terbatas modalnya kebanyakan bermain nakal. Banyak bus wisata ilegal yang tidak layak beroperasi.
Di sisi lain, mahalnya sarana transportasi membuat konsumen memilih harga yang murah sehingga abai akan keselamatan. Faktor lain adalah kondisi jalan atau medan yang tidak layak.
Berbagai masalah yang terjadi, tak terkecuali masalah transportasi ini sejatinya erat berkaitan dengan sistem yang dijalankan negeri ini. Sistem kapitalis sekularisme telah menjadikan negara banyak abai atas kontrol kelayakan transportasi. Sebab, visinya yang memang berorientasi pada materi, sehingga kepemimpinan yang dibangun berprinsip untung rugi. Keberadaan negara pun tidak sebagai pelayan umat. Maka wajar, pemimpin dalam sistem ini penuh perhitungan kepada rakyatnya.
Hal ini sangat berbeda dengan pemimpin dalam sistem Islam. Daulah Khilafah memiliki visi mulia, yaitu mengurus umat secara totalitas. Hal itu terbukti dalam sejarah emas kepemimpinan Islam di dunia. Negara dalam sistem Islam yang diterapkan saat itu mampu mengupayakan transportasi terbaik untuk masyarakatnya.
Sarana dan prasarana transportasi begitu maju saat itu. Pembaruan teknologi gencar dilakukan oleh para ilmuan, moda transportasi yang dikembangkan meliputi transportasi darat, laut, dan udara. Negara juga melayakkan jalur transportasi dengan membersihkan dan memperbaiki jalan-jalan secara berkala agar memudahkan pengguna jalan dan alat transportasi agar nyaman saat melewati jalan tersebut. Selain itu, negara juga menyediakan fasilitas transportasi yang murah lagi aman dan nyaman.
Begitulah semestinya kedudukan negara dalam melayani umatnya sebagai jaminan keselamatan dalam perjalanan. Dalam merealisasikan ini, tentu negara memiliki pendanaan yang mumpuni di Baitul Mal.
Penyediaan transportasi murah, aman dan nyaman sebagai kebutuhan umat, Islam dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh negara dalam Islam. Sebab, pemimpin negara paham betul tugas dan tanggung jawabnya sebagai pe-riayah. Sebab, Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam telah menegaskan,
“Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin.” (HR Muslim)
Dalam Islam, negara menetapkan standar keamanan transportasi terbaik sesuai dengan perkembangan teknologi. Selain itu, negara tentu akan memberlakukan kebijakan terhadap kelayakan transportasi untuk beroperasi melalui pengecekan berkala. Alat transportasi yang tidak layak beroperasi akan diberhentikan.
Kendati penyediaan alat transportasi publik dikendalikan oleh negara, tetapi negara tidak melarang swasta untuk menyediakan alat transportasi secara komersial. Hanya saja, pengelola harus mengikuti SOP transportasi yang telah ditetapkan oleh negara. Mulai dari kelayakan, keamanan transportasi hingga pengadaan pengemudi yang berkompeten.
Dengan optimalnya peran negara dalam memenuhi kebutuhan umat, tentu kasus seperti Bus Trans Putra Fajar maupun kecelakaan-kecelakaan yang banyak berulang akibat human error bisa diminimalisasi.