
Oleh: Emi Sri Wahyuni
Linimasanews.id—Kabar kenaikan retribusi jasa umum di Puskesmas ternyata benar adanya. Sekarang kalau ingin berobat di Puskesmas, tidak gratis alias berbayar. Kabar ini sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 yang mengatur tarif retribusi jasa umum di Puskesmas. Perda ini memiliki dampak signifikan, terutama bagi pasien non-BPJS (tidak memiliki BPJS) dan pasien BPJS yang menggunakan fasilitas kesehatan (faskes) di luar Puskesmas Plaosan Magetan, Jawa Timur (magetan.go.id, 6/5/2024).
Menurut peraturan baru ini, tarif retribusi jasa umum di Puskesmas Plaosan mengalami penyesuaian untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan. Pasien non-BPJS akan dikenai tarif tertentu sesuai dengan jenis pelayanan yang mereka terima di Puskesmas. Sementara itu, pasien BPJS yang memilih faskes di luar Puskesmas Plaosan juga akan melihat perubahan dalam tarif yang berlaku.
Fakta Perda terbaru ini sangatlah berat bagi masyarakat menengah ke bawah. Sebab, berobat ke Puskesmas adalah alternatif untuk menekan biaya pengobatan agar lebih ringan. Masyarakat rela antre berjam-jam dan berdesakan hanya demi mendapatkan pengobatan yang ramah kantong.
Permasalahan ini sebenarnya berasal dari lepas tangannya peran pemerintah dalam memberikan jaminan layanan kesehatan bagi masyarakat. Seharusnya pemerintah memberikan pelayanan kesehatan yang murah bahkan gratis. Akan tetapi, kenyataannya kewajiban ini diserahkan kepada pihak swasta yang notabene dijadikan lahan bisnis untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya.
Fakta menggambarkan bahwa bisnis di sektor kesehatan sangat menjanjikan. Pihak swasta pun berlomba-lomba untuk menguasai sektor ini. Contohnya, bisnis farmasi, fasilitas kesehatan, alat kesehatan, jasa tenaga kesehatan, dan lainnya. Wajar, kesehatan dalam sistem sekarang sangatlah mahal dan tidak semua rakyat bisa mengakses layanan kesehatan terbaik.
Dalam Islam, pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi kewajiban negara. Negara wajib menyediakan rumah sakit, klinik, dokter, tenaga kesehatan, dan fasilitas kesehatan lainnya yang diperlukan oleh masyarakat. Sebabnya, fungsi negara/pemerintah adalah mengurus segala urusan dan kepentingan rakyatnya. Dalilnya adalah sabda Rasul saw.,
فَاْلإِماَمُ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” (HR Al-Bukhari)
Nabi Muhammad saw. pun dalam kedudukan Beliau sebagai kepala negara pernah mendatangkan dokter untuk mengobati salah seorang warganya, yakni Ubay. Saat Nabi saw. mendapatkan hadiah dokter dari Muqauqis, Raja Mesir, Beliau pun menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi seluruh warganya (HR Muslim).
Artinya, Rasulullah saw., yang bertindak sebagai kepala Negara Islam, telah menjamin kesehatan rakyatnya secara cuma-cuma, dengan cara mengirimkan dokter kepada rakyatnya yang sakit tanpa memungut biaya sepersen pun.
Negara wajib memenuhi kesehatan rakyatnya tanpa membedakan apakah kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan, muslim atau nonmuslim. Semua berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama kualitasnya dan tanpa menarik iuran sedikit pun. Negara juga menyediakan infrastruktur dan fasilitas kesehatan yang memadai untuk memberikan layanan kesehatan maksimal bagi rakyat.
Pembiayaan layanan kesehatan mutlak dilakukan oleh negara. Pembiayaan ini berasal dari pos-pos pemasukan Baitul Mal yang salah satunya berasal dari pengelolaan barang tambang yang jumlahnya melimpah. Sistem ekonomi Islam mewajibkan negara mengelola seluruh sumber daya alam dan harta milik umum untuk sebesar-besarnya mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Negara juga harus menetapkan kebijakan larangan privatisasi harta -harta milik umum. Dengan begitu, tidak ada lagi masalah kenaikan retribusi pelayanan kesehatan atau mahalnya biaya pengobatan. Semua ini hanya bisa diwujudkan dalam sistem Islam, dalam naungan Khilafah Islamiyyah.