
Oleh: Eki Efrilia
“Seorang muslim adalah kaum muslim yang selamat dari lisan dan tangannya, dan seorang muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.” (HR. Imam Bukhari)
Linimasanews.id—Sayangnya saat ini hadis di atas banyak yang tidak memahaminya, yaitu dengan banyaknya kasus penganiayaan terhadap sesama manusia, baik secara verbal maupun fisik. Perilaku penganiayaan tersebut saat ini sering disebut bullying. Perilaku bullying kebanyakan terjadi di kalangan remaja maupun anak-anak, meski hal itu terjadi juga di kalangan orang-orang berumur, misalnya tindakan seorang atasan di kantor kepada bawahannya, atau juga antartetangga.
Tentu saja hal ini sangat mengundang keprihatinan dan kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama para orang tua yang masih memiliki anak-anak usia dini sampai remaja. Bagaimana tidak khawatir? Perilaku ini sudah menimbulkan banyak korban, baik meninggal ataupun luka (fisik maupun psikis).
Seperti yang terjadi pada seorang siswi SMP (Sekolah Menengah Pertama) di Citayam, Kabupaten Bogor berinisial K yang dibully oleh dua orang pelaku berinisial A dan W, kedua pelaku ini juga siswi SMP. Hal ini dibuktikan dengan adanya rekaman video, di mana si korban dijambak dan dipukuli berkali-kali di bagian kepala oleh kedua pelaku, hingga kerudungnya terlepas (tribunnews.com, 20/5/2024).
Tindakan penganiayaan yang sangat mengerikan ini konon dipicu oleh perebutan pacar antara korban dengan salah satu pelaku (detikNews, 21/5/2024).
Kejadian di atas merupakan kejadian terbaru dari rentetan kasus-kasus bullying yang terjadi seperti tiada henti di negeri ini. Kasus serupa yang menguras perhatian masyarakat adalah yang juga baru saja terjadi di media Februari lalu, di mana korban adalah seorang siswa sekolah elit di bilangan Tangerang Selatan yang dibully oleh geng bentukan kakak-kakak kelasnya, salah satunya adalah seorang anak artis terkenal.
Selain dua kasus di atas, masih banyak lagi kasus bullying di kalangan remaja. Menurut KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) sepanjang tahun 2023, terjadi 3.800 kasus bullying di Indonesia (suarasurabaya.net, 2/3/2024).
Jumlah kasus bullying yang dicatat oleh KPAI itu bukanlah sesuatu yang masih bisa dianggap angin lalu, terutama oleh negara. Ini bukan hanya satu atau dua kasus saja, tapi ribuan kasus yang sudah seharusnya semua khalayak fokus untuk menyelesaikannya secara tuntas.
Sayangnya, saat ini ada wacana “diversi” untuk penyelesaian kasus bully, termasuk pada penyelesaian kasus bullying yang terjadi di Citayam tersebut. Diversi adalah penyelesaian kasus dengan pengalihan perkara yang menyangkut anak-anak (manusia di bawah umur), dari proses peradilan ke proses di luar peradilan pidana.
Diversi Produk Kapitalisme
Diversi tertuang dalam pasal 1 angka 7 Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 tentang Peradilan Anak, yaitu pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Pemberlakuan diversi sendiri, menurut Peraturan Mahkamah Agung nomor 04 tahun 2014 adalah untuk anak yang sudah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Tentu saja pemberlakuan diversi berupa musyawarah dan mufakat untuk mencapai perdamaian antara pihak korban dan pelaku ini sangat tidak memenuhi rasa keadilan, terutama untuk si korban dan keluarganya. Kalau si korban sampai meninggal dunia, tentu saja keluarganya tidak akan rela apabila si pelaku tidak mendapatkan balasan yang setimpal sesuai kelakuannya yang telah terbukti membunuh si korban. Juga apabila si korban menjadi luka secara fisik atau mentalnya menjadi terganggu akibat bullying tersebut, sudah pasti mereka tidak akan rela apabila si pelaku akhirnya bebas berkeliaran tanpa dihukum oleh negara.
Seseorang yang telah berusia antara 12 tahun sampai kurang dari 18 tahun itu, adalah manusia yang sudah mulai bisa berfikir matang. Bahkan kalau kita ambil contoh dari kasus bullying di Citayam itu, permasalahannya adalah berebut pacar, itu membuktikan secara akal, yang bersangkutan sudah dalam usia matang karena naluri berkasih-sayangnya sudah mengarah kepada hal-hal yang dilakukan orang dewasa.
Sayangnya, dengan aturan yang lemah seperti di atas, akhirnya banyak pelaku yang lolos dari hukuman; bisa jadi ia akan melakukan hal itu lagi karena tidak ada efek jera untuknya. Kemudian hal ini juga akan memicu pada “calon-calon pelaku”, yang mengetahui bahwa hukumannya ternyata ringan yaitu diversi, akhirnya merekapun ikut-ikutan melakukan tindakan bullying kepada korban incaran mereka. Dugaan ini bukan isapan, fakta sudah menunjukkan bahwa perilaku bullying bukannya menyusut atau bahkan hilang, tapi malah semakin “meledak” jumlahnya.
Inilah aturan produk kapitalisme yaitu sistem kehidupan yang mengarahkan manusia untuk mengejar keuntungan materi semata. Manusia menjadi serakah, semuanya seolah-olah berebut ingin menjadi pemimpin atau pembuat kebijakan yang tujuannya bukan untuk kemaslahatan umat, tetapi keuntungan “pundi-pundi” atau “mengenyangkan perut” masing-masing saja. Kebijakan yang dikeluarkan bukan untuk kebaikan umat tapi dibuat “sesuai pesanan” para pemegang modal. bisa juga tidak ada yang memesan sehingga kebijakan tersebut dibuat asal-asalan yang penting mereka sudah terlihat membuat peraturan tertulis, padahal ternyata aturan itu banyak merugikan umat.
Sistem Islam Solusi Tuntas
Tahapan kedewasaan dalam aturan Islam namanya adalah mukallaf, yaitu seorang muslim yang sudah dikenai taklif hukum
Di mana ia sudah harus melaksanakan perintah-perintah Allah dan apabila dia tinggalkan maka ia berdosa. Menurut Kyai Haji Siddiq Al Jawi dalam website beliau (Fissilmi Kaffah) ada 3 syarat orang bisa disebut mukallaf yaitu berakal (tidak mengalami gangguan jiwa), balig (dewasa), dan qaadir (mampu menjalankan hukum Allah).
Untuk balig sendiri, beliau memberikan tanda-tandanya yaitu ada 4 tanda dan jika sudah ada salah-satunya saja maka seseorang sudah bisa disebut balig. Tanda-tanda tersebut adalah ihtilaam (keluar air mani dalam keadaan tidur maupun keadaan sadar), tumbuhnya rambut kemaluan, sudah haid (khusus untuk wanita), dan ia telah mencapai umur 15 tahun.
Jadi, apabila belum mencapai usia 15 tahun tapi seorang wanita sudah haid, atau seorang laki-laki sudah ihtilaam atau sudah tumbuh rambut kemaluan, maka dalam Islam ia telah dianggap dewasa. Apabila ia telah berusia 15 tahun tapi tidak ada ketiga tanda lain, ia juga telah dianggap dewasa. Jadi, dalam Islam, apabila seseorang telah balig atau mukallaf dan ia melakukan perbuatan melanggar hukum, maka ia sudah terkena beban hukum yang dijatuhkan oleh negara.
Dalam sistem peradilan Islam, orang-orang yang melakukan tindak pidana akan diberi hukuman oleh negara, tergantung tingkat kesalahannya dan semua itu dilaksanakan berdasar nash yang sudah tercantum dalam 4 sumber hukum Islam yaitu Al-Qur’an, hadis, ijma’ sahabat & qiyas. Apabila si korban sampai meninggal, sistem Islam akan menerapkan sanksi Qishas seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 178,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ اَلْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْاُنْثٰى بِالْاُنْثٰىۗ فَمَنْ عُفِيَ لَهٗ مِنْ اَخِيْهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ ۢبِالْمَعْرُوْفِ وَاَدَاۤءٌ اِلَيْهِ بِاِحْسَانٍ ۗ ذٰلِكَ تَخْفِيْفٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗفَمَنِ اعْتَدٰى بَعْدَ ذٰلِكَ فَلَهٗ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) Qishas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Tetapi barangsiapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barangsiapa melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih “
Hukum pidana Islam sangatlah tegas dan adil, karena hal ini untuk memberikan kemaslahatan di dunia dan akhirat. Hukum ini memiliki sifat jawabir dan zawajir; jawabir karena penerapan hukum pidana Islam akan menjadi penebus dosa bagi pelaku kriminal tersebut; zawajir karena memberikan efek jera bagi pelakunya dan membuat orang lain takut untuk melakukan tindakan kriminal serupa.
Jadi, untuk kasus-kasus yang saat ini para pelakunya dianggap masih anak-anak, Islam akan melihat apakah benar ia memang masih anak-anak atau sudah balig. Misalnya seseorang berusia 13 tahun yang ternyata ia telah balig, apabila ia melakukan tindakan bullying maka dalam Islam ia akan berhadapan dengan hukum dan akan dihukum seperti orang dewasa yang lain apabila ia terbukti bersalah.
Aturan yang tegas ini sudah pasti akan menekan bahkan bisa menghilangkan tindakan bullying ini. Aturan ini hanya bisa dilaksanakan oleh negara yang melaksanakan Islam secara kaffah karena ia menjamin kelangsungan hidup warga negaranya baik dari sisi keamanan maupun kesejahteraannya. Wallahu a’lam bishshowwab.