
Oleh: Ai Ummu Putri
Linimasanews.id—Pernyataan mengejutkan baru-baru ini datang dari Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah. Ia memaparkan, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, 9,9 juta generasi muda (Gen Z) dengan didominasi rentang usia antara 18-24 tahun belum juga mendapat pekerjaan. Mereka biasanya para lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan perguruan tinggi yang baru saja menuntaskan masa pendidikannya.
Ida menjelaskan, keberadaan anak muda yang menganggur dan belum bekerja juga dipicu oleh “mismatch” atau ketidakcocokan antara pendidikan dan pelatihan yang ditempuh dengan jenis pekerjaan yang diminta pasar. Menurutnya, pemerintah telah mengupayakan pengurangan jumlah pengangguran di Indonesia dengan menerbitkan Peraturan Presiden No 68 Tahun 2022 yang diharapkan dapat mengurangi “mismatch”, di antaranya dengan upaya revitalisasi pelatihan vokasi agar dapat sinkron dengan permintaan pasar kerja (kumparan.com 20/05/2024).
Permasalahan pengangguran sejatinya telah menjadi salah satu PR besar bagi pemerintah dan cukup lama dikeluhkan masyarakat. Setiap tahun lulusan sarjana atau lulusan SMA selalu berbondong-bondong mencari pekerjaan. Di antara mereka ada yang memiliki keahlian tertentu, ada pula yang tidak memiliki keahlian sama sekali.
Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini tampaknya tidak pernah selesai dan makin sulit diselesaikan. Apalagi dengan adanya kebijakan negara yang memudahkan investor asing dan pekerjanya masuk ke Indonesia. Ini menjadikan lapangan pekerjaan yang tersedia justru dipadati oleh tenaga kerja asing.
Dalam sitem kapitalisme-sekularisme, pengelolaan sumber daya alam yang harusnya bisa menyedot banyak lapangan pekerjaan tidak luput dari dominasi asing. Alhasil, rakyat hanya bisa gigit jari. Ketika didapat pekerjaan pun, upah yang dikantongi jauh timpang dari upah tenaga kerja asing, walaupun bekerja dalam sektor pekerjaan dan kedudukan yang sama.
Fakta yang sudah demikian parah ini makin diperkeruh dengan tidak sinkronnya pendidikan dan lapangan pekerjaan yang tersedia. Alhasil, masyarakat termasuk Gen Z makin sulit mendapat kesempatan bekerja.
Kenyataan ini sungguh berbeda dengan kehidupan dunia kerja dalam sistem Islam. Islam memahami bahwa negara memiliki peran yang sangat penting sebagai pengurus dan penanggung jawab terhadap urusan rakyat. Karenanya, Islam akan menyelesaikan permasalahan pengangguran dengan serius hingga ke akarnya.
Negara Islam akan memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa bagi laki-laki penanggung nafkah, bekerja hukumnya wajib. Allah Swt. memuliakan orang- orang yang bekerja sebagaimana disampaikan dalam hadits Rasulullah saw., “Cukuplah seorang muslim berdosa jika tidak mencurahkan kekuatan menafkahi tanggungannya.” (HR.muslim)
Karena itu, negara akan menyediakan investasi yang halal untuk dikembangkan di berbagai sektor hingga akan tercipta lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat. Selain itu, Islam juga akan mengatur keberadaan tenaga kerja asing. Tidak semua tenaga kerja asing bisa bekerja di dalam negara Islam.
Selain itu, keberadaan pengaturan kepemilikan, salah satunya pengaturan kepemilikan umum yang tercakup di dalamnya pengelolaan sumber daya alam akan dikuasai dan dikelola oleh pemerintah. Mekanisme pengelolaan sumber daya alam negara Islam yang melimpah ruah ini tentunya juga akan menghadirkan jutaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Inilah mekanisme Islam dalam mengatasi pengangguran. Semua itu bisa terwujud dalam negara yang menerapkan aturan Islam secara kafah.