
Oleh: Rifdah Nisa
Linimasanews.id—Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah bicara mengenai data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat ada 9,9 juta penduduk Indonesia yang tergolong usia muda atau Gen Z belum memiliki pekerjaan. Angka tersebut didominasi oleh penduduk yang berusia 18 hingga 24 tahun. Penyebabnya, karena tidak cocok (mismatch) antara pendidikan dan pelatihan dengan kebutuhan pasar kerja. Lulusan SMA/ SMK menyumbang jumlah tertinggi dalam angka pengangguran usia muda ini (kumparan, 20/5/2024).
Fenomena maraknya pengangguran di kalangan Gen Z menjadi ancaman serius bonus demografi menuju Indonesia Emas 2024. Banyaknya pengangguran disebabkan adanya keterbatasan lapangan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa negara telah gagal menciptakan lapangan kerja.
Kegagalan ini disebabkan oleh kebijakan negara yang memudahkan investor asing mengelola sumber daya alam dalam negeri, namun tidak berkontribusi dalam menyerap tenaga kerja lokal. Kebanyakan investor asing merekrut pekerja yang berasal dari negaranya. Ini karena perusahan memiliki otoritas penuh dalam mengelola sumber daya manusia perusahaan, tanpa ada aturan yang mengikat dari negara.
Selain itu, kecanggihan teknologi yang menuntun kemajuan kehidupan manusia berdampak ada beberapa profesi yang dahulu dibutuhkan, saat ini tidak dibutuhkan lagi. Jasa manusia telah diganti oleh teknologi berupa aplikasi. Akibatnya, profesi di zaman dahulu, tidak memiliki nilai di masa sekarang.
Di samping itu, membludaknya sekolah kejuruan, tetapi tidak dibarengi dengan luasnya lapangan kerja menjadi problem pelik dalam negeri. Hal ini mengarah pada ketidaksesuaian antara lapangan kerja yang tersedia dengan pendidikan yang dimiliki Gen Z.
Inilah akibat dari penerapan sistem kapitalis. Dalam sistem kapitalis, prioritas dalam pertumbuhan ekonomi lewat peningkatan produk domestik bruto (PDB), bukan pada pendidikan sumber daya manusia untuk mendapatkan kehidupan yang layak lewat lapangan kerja yang dibuka luas oleh negara. Pandangan ini yang membuat negara abai terhadap mutu dan kesejahteraan sumber daya manusia.
Hal ini berbeda dengan pandangan Islam. Dalam Islam, negara menjamin kebutuhan vital seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan warga negara. Dalam Islam, laki-laki yang sudah baligh wajib bekerja. Untuk itu, negara membuka lapangan kerja secara luas dengan pendidikan dan skill yang telah dibekali. Walau tidak menutup peluang kerja bagi perempuan untuk mengembangkan skill di sektor publik, tanpa mengabaikan kewajiban utama sebagai ummu warobbatul baiyt (ibu dan pengurus rumah tangga).
Dalam Islam, negara akan mengelola sumber daya manusia secara maksimal untuk kesejahteraan rakyat. Sebab, haram hukumnya diserahkan kepada pihak asing. Lewat pengelolaan sumber daya manusia ini, negara mampu menyerap tenaga kerja lokal sebagai kewajiban negara dalam melakukan kepengurusan terhadap rakyat.
Islam memprioritaskan pendidikan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dan menunjang kesejahteraan lewat posisi pekerjaan. Pendidikan bertujuan mencetak generasi yang berilmu tinggi sebagai pembangun peradaban yang mulia. Inilah solusi negara Islam dalam mengatasi pengangguran.