
Suara Pembaca
Presiden Joko Widodo resmi menghapus sistem klasifikasi kelas dalam perawatan menggunakan BPJS Kesehatan. Penghapusan itu dilakukan dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan yang ditekan pada 8 Mei 2024.
Sebagai ganti sistem kelas, pemerintah akan menerapkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Lewat sistem ini, maka semua peserta BPJS Kesehatan akan memperoleh kualitas ruang perawatan yang relatif serupa. Ini dengan asumsi, pemegang kartu BPJS kelas 3 dapat membayar kenaikan iuran menjadi 75 ribu rupiah.
Walaupun terkesan kebijakan ini ingin menghilangkan ‘kasta’ dalam layanan publik kesehatan, akan tetapi tetap saja kebijakan memberatkan masyarakat. Masyarakat harus membayar iuran wajib setiap bulannya untuk jaminan kesehatan mereka. Apalagi besaran iurannya pun naik.
Jelas ini adalah komersialisasi bidang kesehatan. Padahal, seharusnya kesehatan sebagai layanan yang wajib disediakan oleh Negara untuk rakyatnya. Kesehatan adalah hak bagi setiap individu. Negara wajib melindungi masyarakatnya, termasuk memberikan layanan ketika mereka sakit.
Kesehatan di negeri ini telah menjadi ladang bisnis yang menguntungkan, baik oleh Negara ataupun pihak swasta. Sementara rakyat harus membayar iuran yang diwajibkan oleh Negara. Jaminan yang diberikannya pun dengan syarat dan ketentuan. Untuk penyakit dengan biaya pengobatan yang besar tidak diberikan jaminan.
Sesungguhnya, kapitalisasi kesehatan terjadi, tak lepas dari sistem kapitalisme yang diterapkan hari ini. Kapitalisasi melahirkan liberalisasi yang mencangkup berbagai aspek, termasuk kesehatan. Maka, upaya liberalisasi terus disebarluaskan.
Berbeda dengan paradigma kesehatan dalam pandangan Islam. Dalam Islam, kesehatan menjadi tanggung jawab Negara. Negara wajib menyediakan secara gratis kepada seluruh rakyatnya, baik miskin ataupun kaya. Tidak boleh ada liberalisasi dan komersialisasi layanan kesehatan seperti dalam sistem kapitalisme.
Negara wajib menyediakan infrastruktur kesehatan yang memadai, seperti rumah sakit, dokter, dan tenaga medis profesional untuk memberikan layanan kesehatan maksimal kepada rakyatnya.
Untuk mewujudkan infrastruktur tersebut, Negara tidak boleh membebankan pembiayaan kepada masyarakat. Pembiayaan kesehatan berasal dari pos-pos pemasukan Baitul Mal yang salah satunya dari pengolahan bahan tambang yang jumlahnya sangat besar. Bahkan, negara wajib memberikan layanan kesehatan ke pelosok-pelosok negeri dengan menyediakan rumah sakit keliling, tanpa mengurangi kualitas pelayanan.
Miftahul Jannah
(Aktivis Muslimah-Komunitas Kalam Santun)