
Oleh: Dini Azra
Linimasanews.id—Beberapa waktu lalu, masyarakat kalangan menengah ke bawah dibuat susah dengan melonjaknya harga beras. Kehebohan terjadi di tengah masyarakat hingga menyebabkan pemerintah turun tangan untuk menstabilkan harga beras di pasaran. Di antaranya mengadakan operasi pasar dengan menjual beras Bulog dengan harga yang rendah dan juga pembagian bansos beras.
Saat itu warga rela antre berjam-jam demi mendapatkan satu karung beras lima kilogram dengan harga Rp50.000, sedangkan beras di pasaran mencapai harga hingga Rp16.000 per kilogram . Selanjutnya, pemerintah memberlakukan relaksasi harga eceran tertinggi (HET) untuk menekan kenaikan harga di pasaran.
Masyarakat tentu mengharapkan terjadi penurunan harga beras seperti sebelumnya. Namun, setelah pemerintah berupaya menstabilkan harga dengan menetapkan relaksasi HET, yang tadinya bersifat sementara kini diubah menjadi permanen. Artinya, harga beras tidak akan kembali turun dan masyarakat mau tidak mau harus menerima harga beras yang sekarang. Padahal, kenaikan harga beras konon disebabkan oleh El Nino yang melanda dunia, sedangkan saat ini sudah musim hujan dan para petani sudah banyak yang panen. Seperti biasa, jika harga kebutuhan pokok naik akan sulit untuk diturunkan kembali.
Di saat harga melonjak, pemerintah menetapkan relaksasi HET untuk menstabilkan harga di pasaran. Setelah rakyat dianggap sudah terbiasa dengan harga eceran yang ditetapkan, maka HET sementara diubah menjadi harga permanen. Pemerintah melalui Bapanas mengatur supaya kebijakan relaksasi harga beras yang akan berakhir dibuat menjadi HET permanen. Dikutip dari Detikfinance (17/5/2024), hal ini disampaikan oleh Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi bahwa pihak Bapanas sedang workout agar peraturan soal HET beras baru bisa ditetapkan.
Sebelumnya, Bapanas memperpanjang HET Relaksasi beras yang semula akan berakhir 24 April menjadi berakhir sampai 31 Mei. Namun, Arief mengatakan pihaknya akan melakukan harmonisasi sehingga peraturan badannya ditetapkan. Saat ini harga untuk beras premium HET ada di angka Rp14.900 per kilogram (CNNIndonesia, 20/5/2024).
Analisis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita menyampaikan bahwa kenaikan HET beras mulai Juni 2024 hanya formalitas dan tidak akan berimbas pada konsumen. Sebab, kenyataannya harga beras sudah lama bergerak dari level Rp 13.000 per kilogram hingga Rp15.500 per kilogram untuk jenis premium maupun medium. Masyarakat sudah lama membeli dengan harga tersebut, jadi penetapan HET ini tidak akan berimbas pada konsumen.
Namun, apakah penetapan HET beras menjadi permanen ini akan berimbas pada kenaikan harga pembelian pemerintah (PPH), sehingga petani bisa merasakan dampak baiknya? Faktanya, tingginya lonjakan harga beras tidak diimbangi dengan naiknya harga pembelian pemerintah (HPP). Hasil yang diperoleh petani masih tidak sebanding dengan biaya produksi. Petani harus menghadapi masalah harga pupuk sangat tinggi, sementara pupuk bersubsidi juga dibatasi.
Ronny berharap pemerintah memastikan kenaikan HPP ini agar petani bisa ikut menikmati. Selain itu, pemerintah diminta untuk melakukan stabilisasi harga dan pasokan pupuk petani seiring adanya kenaikan HET dan HPP gabah dan beras agar biaya produksi di tingkat petani bisa ditekan sedemikian rupa (Ekonomibisnis.com, 24/5/2024).
Kenaikan harga eceran ini mungkin tidak akan mengguncang masyarakat karena sudah dipaksa menerima kondisi tersebut beberapa waktu sebelumnya. Namun, ke depan dampaknya akan sangat dirasakan. Sebab, beras merupakan bahan makanan pokok yang dibutuhkan rakyat setiap saat. Dengan naiknya harga beras yang tidak dibarengi dengan naiknya pendapatan, tentu membuat daya beli masyarakat berkurang. Terlebih lagi, saat ini banyak kepala rumah tangga kehilangan pekerjaannya karena PHK, sementara generasi muda masih banyak yang belum bekerja. Jurang kemiskinan makin menganga diperparah dengan kenaikan harga beras dan kebutuhan pokok lainnya.
Padahal, Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Bagaimana bisa nasib penduduknya masih miris? Sebenarnya, masalah utama bukan pada sumber daya manusia (petani)-nya. Para petani sudah tidak diragukan lagi keuletannya dalam bekerja. Masalahnya, negara tidak hadir untuk membantu mendukung sarana dan prasarana bagi petani dalam hal produksi, pengolahan hingga distribusi.
Dalam hal produksi, petani dihadapkan pada mahalnya harga benih, pupuk, dan keterbatasan lahan. Petani juga dilarang untuk menjual berasnya langsung ke konsumen, sehingga terpaksa harus menjual gabah kepada para tengkulak dengan harga yang rendah.
Di samping itu para kapitalis yang memiliki modal besar selalu berpeluang menguasai berbagai sektor ekonomi di negeri ini, termasuk dalam hal pertanian. Mereka bisa memonopoli gabah petani dan memproduksi beras dengan peralatan yang canggih dan modern yang menghasilkan beras premium yang harganya mahal. Tentu hal ini tidak bisa dikalahkan oleh para tengkulak kecil yang memiliki modal dan peralatan sederhana. Mereka pun harus kalah bersaing dengan dengan perusahaan besar tersebut.
Di tambah lagi, para pemilik modal bisa saja mempermainkan harga pasar dengan menahan distribusi beras ke tengah masyarakat sehingga membuat beras langka dan harganya akan dinaikkan. Kondisi seperti ini biasanya terjadi sebelum musim panen dan ketika musim panen tiba, pemerintah sudah mengimpor beras dari luar negeri demi mencukupi ketersediaan beras di dalam negeri. Akibatnya, petani tidak dapat menikmati keuntungan dari kenaikan harga beras karena HPP masih murah.
Memang dalam sistem pasar bebas pemerintah memberi peluang bagi swasta untuk mengurus ketersediaan pangan. Pemerintah hanya membuat regulasi dan peraturan yang menguntungkan pengusaha.
Padahal, jika berpegang pada aturan Islam, negara sebagai pengurus dan pelayan masyarakat harus benar-benar menjamin kebutuhan rakyatnya. Terlebih bahan makanan pokok sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Negara akan memudahkan para petani dalam berproduksi, di antaranya dengan menjamin ketersediaan lahan, tidak boleh ada lahan kosong yang terbengkalai.
Negara juga akan mendorong adanya penelitian dengan memberikan fasilitas yang memadai agar tercipta inovasi-inovasi baru di bidang pertanian. Sementara itu, petani akan diberikan sarana dan prasarana seperti benih, pupuk, dan peralatan yang bagus dengan harga terjangkau.
Begitupun dalam hal distribusi, negara harus memastikan petani mendapatkan untung, rakyat mendapatkan bahan makanan dengan mudah dan murah. Selain itu, negara juga menyediakan lapangan kerja sehingga setiap kepala keluarga dapat menafkahi keluarganya. Hanya dengan Islam semua problematika kehidupan bisa terpecahkan.