
Oleh: Noviya Dwi
Linimasanews.id—Beras adalah makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, karena nasi mengandung sumber karbohidrat yang dibutuhkan tubuh, karena sektor pertanian yang maju sejak zaman kemerdekaan. Meskipun karbohidrat juga dapat diperoleh dari ubi, ketela, jagung, dan lain-lain, akan tetapi masyarakat sudah terbiasa untuk mengkonsumsi nasi sebagai sumber karbohidrat.
Selain itu, pemikiran masyarakat jika tidak mengkonsumsi nasi membuat tidak kenyang, tentu hal itu menjadikan masyarakat Indonesia bergantung terhadap beras yang dijadikan nasi untuk dikonsumsi sehari-hari sebagai makanan pokok mereka.
Dengan naiknya HET beras akan mempengaruhi ekonomi mereka sehingga rakyat makin kesulitan dikarenakan harga beras kian naik. Mereka jelas membutuhkan beras untuk makanan pokok mereka, mau tidak mau mereka terpaksa harus membeli, bukan berarti rakyat rela atau ikhlas harga beras naik, tapi karena itu adalah makanan sehari-hari mereka.
HET Beras Naik, Rakyat Menunggu Harga Beras Turun!
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita, menyampaikan, kenaikan HET beras sebetulnya hanya formalitas. Sebab pada kenyataannya, harga beras sudah lama bergerak di level Rp13.000 per kilogram hingga Rp15.500 per kilogram, baik untuk jenis premium maupun medium. Bahwasannya titik keseimbangan pada harga beras sudah lama berada di level yang telah diterangkannya dan masyarakat sudah lama membeli beras dengan harga tersebut. Jadi, imbasnya sudah tidak ada lagi bagi konsumen.
Pemerintah mematok HET beras premium Rp14.900-Rp15.800 per kilogram yang sebelumnya, HET Rp13.900-Rp14.800 per kilogram menurut suatu wilayah. Kemudian untuk beras medium Rp12.500-Rp13.500 per kilogram dari yang sebelumnya, Rp10.900-Rp11.800 per kilogram dan mematok HPP gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp6.000 per kilogram. Sebelumnya, HPP GKP ditetapkan Rp5.000 per kilogram. Sementara gabah kering giling (GKG) di gudang Perum Bulog ditetapkan menjadi Rp7.400 per kilogram dari sebelumnya Rp6.300 per kilogram (bisnis.com, 24/5/2024).
Kenaikan HET beras secara permanen tidak berdampak terhadap daya beli masyarakat. Di sisi lain, penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras dinilai sangat menguntungkan para petani. Padahal faktanya, kenaikan HPP tahun lalu, petani tidak ikut menikmati hasil kenaikan beras.
Perubahan HET Membuat Harga Beras Kian Meroket
Mengapa solusi untuk menurunkan harga beras sangat sulit dilakukan. Pasalnya pemerintah hanya berpegang pada HET yang berlaku saat ini. Ditambah, pemerintah juga melakukan penambahan pasokan beras dengan mengimpor beras dari luar negeri serta menunggu panen raya. Setelah panen, diharapkan harga beras akan normal. Sayangnya, fakta yang terjadi rakyat yang harus menggigit jari dengan kenaikan beras yang kian melonjak.
Naiknya HET beras justru membuat rakyat mengalami kesulitan di tengah lesunya ekomoni, banyak PHK, dan tingginya angka kemiskinan. Apakah solusi pemerintah sudah benar atau justru ini adalah kenyataan yang harus dihadapi rakyat dengan kenaikan harga beras yang tak kunjung turun? Rakyat menunggu harga beras kembali normal sehingga perekonomian meningkat. Ini adalah PR besar yang harus segera diselesaikan dan diatasi oleh pemerintah sehingga kesejahteraan rakyat tercapai dan angka kemiskinan berkurang.
Islam Menjamin Kebutuhan Pokok Rakyat Terpenuhi
Islam menjadikan negara bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, termasuk beras. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda bahwa Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.(HR. Bukhari dan Muslim).
Negara memiliki langkah-langkah untuk menjaga harga beras stabil dan rakyat mudah untuk membelinya dan menjadikan distribusi beras dalam kendali negara bukan perusahaan. Pertama adalah melihat ketersediaan beras. Negara melakukan mekanisme jika produksi beras memang kurang. Misalnya dengan meningkatkan produksi pertanian, membuka lebih banyak lahan pertanian, dan menghidupkan tanah mati untuk mendukung peningkatan produksi pertanian. Semuanya bertujuan untuk menjaga ketersediaan stok yang dibutuhkan rakyat.
Dalam hal ini juga terkait dengan menjaga tidak adanya penimbunan beras oleh pihak yang tak bertanggung jawab. Serta memberikan sanksi yang tegas bagi yang melanggarnya. Import tidak akan dilakukan sebelum upaya ini maksimal dilakukan. Jikalau sampai ada import, tentu hal tersebut dilakukan bukan dengan tujuan mencari keuntungan dari selisih harga import dan harga jual ke rakyat. Semata untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
Kedua adalah dalam hal distribusi. Negara menjamin adanya distribusi yang lancar dari produsen ke tangan rakyat sebagai konsumen akhir. Jika ada rakyat yang kesulitan untuk membeli beras, tentu negara akan membantu secara langsung dengan pemberian harta dari Baitul Mal. Negara memiliki komitmen tinggi agar setiap rakyat mampu membeli beras untuk kebutuhan hidupnya.
Inilah pengaturan Islam dalam mengurusi hajat hidup rakyatnya guna mencapai kesejahteraan. Tentu hal ini sangat berbeda dengan sistem saat ini yang mengacu pada asas manfaat ala sistem kapitalisme. Jujur saja, hanya sistem Islam yang harusnya kita pilih dan diperjuangkan. Wallahu a’lam bishawab.