
Oleh: Ummu Arkaan
Linimasanews.id—Dalam PP No.25 /2024 tentang perubahan atas PP No.96/2021 tentang pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, Presiden Jokowi resmi memperpanjang izin Usaha pertambangan khusus (IUPK) kepada PT Freeport Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, izinnya berlaku hingga cadangan tambangnya habis. Pemerintah hanya memberikan syarat agar Freeport memiliki perusahaan Smelter dan diminta memberikan saham 10% lagi pada pemerintah Indonesia sehingga kepemilikannya menjadi 61%.
Padahal jika dicermati, keberadaan Freeport tidak memberikan keuntungan kepada negara. Bahkan di Kabupaten Timika, tempat PT Freeport menambang pun, rakyatnya masih saja diliputi kemiskinan padahal sebagian besar pegawainya adalah anak bangsa. Pemerintah seolah menutup mata saat Freeport kerap mangkir dari kewajibannya membayar pajak (sindonews.com, 31/06/2024).
Penderitaan dan kesengsaraan rakyat yang kian hari kian perih, karena akar persoalannya yang tidak lain adalah Karena kesalahan tata kelola kekayaan alam dan energi di negeri ini. Pemerintah yang mengambil sistem ekonomi kapitalis dan sistem politik demokrasi lalu memaksakan penerapannya ke seluruh rakyat dan akibatnya rakyat yang terkena imbas.
Sistem ekonomi kapitalis hanya akan memberikan keuntungan bagi para pemilik modal saja. Karena pada sistem ini, para pemimpin negara membebaskan kepemilikan harta. Siapa pun bisa memiliki apa pun selama mampu membelinya SDA yang sejatinya milik rakyat pun ujung-ujungnya bisa dikuasai oleh segelintir elite/pemilik modal.
Selain sistem ekonomi kapitalis diterapkan, juga sistem politik demokrasi yang hanya melahirkan penguasa korup. Dalam sistem politik demokrasi ini, kontestasi melibatkan pengusaha dan menjadikan mandat kekuasaan bukan dari rakyat melainkan dari pengusaha. Pada akhirnya, kebijakan lahir demi kepentingan pemilik modal. Contohnya perpanjangan izin tambang pada PT Freeport. Sistem demokrasi pula yang memperkuat posisi oligarki.
Berbeda halnya dengan sistem Islam. Islam telah memiliki tata kelola yang khas mengenai pengelolaan SDA. Pengelolaannya ditangani oleh negara dan dikembalikan kepada rakyat dalam berbagai bentuk layanan publik. Pengelolaannya tidak boleh dikerahkan pada pihak swasta. Pengelolaan SDA oleh negara setidaknya memberikan dua keuntungan, antara lain:
Pertama, hasil pengelolaannya menjadi sumber pemasukan negara sehingga negara mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri.
Kedua, negara bisa terbebas dari utang luar negeri, dan kas negara (Baitul Mal) yang begitu besar dari pengelolaan SDA ini bisa di alokasikan untuk biaya eksplorasi dan eksploitasi SDA itu sendiri.
Akibat dari tata kelola yang salah dan rusak ala kapitalisme sekuler yang dipakai oleh negara ini, maka kesengsaraan akan terus dirasakan turun temurun. Saatnya kita buang sistem yang rusak. Kita sebagai kaum muslim, sudah seharusnya memperjuangkan penerapan syariat Islam secara kaffah agar kehidupan umat manusia sejahtera. Wallahu a’lam bi ash-shawab.