
Oleh: Hesti Nur Laili, S.Psi.
Linimasanews.id—Aksi Bela Palestina terus bergaung di seluruh penjuru dunia. Rakyat global dari berbagai negara di Eropa, Amerika, dan Asia dan dari berbagai kalangan bahkan dari para akademisi turut serta turun ke jalan untuk menolak genosida yang kini masih terjadi dan terus terjadi di Gaza.
Mereka terus menyuarakan pembebasan Palestina serta menolak genosida yang dilakukan pihak Israel di Gaza, lebih-lebih mengecam keras dukungan Amerika terhadap genosida tersebut. Rakyat dunia menekan PBB untuk segera menuntaskan kasus ini dengan memberikan hukuman kepada Israel.
Hastag “#AllEyesonRafah” menggema beberapa hari lalu di berbagai sosial media, sebagai akibat dari kebrutalan Yahudi yang menyerang wilayah Rafah, Gaza Selatan, dengan melakukan serangan udara pada Ahad (26/5/2024), hingga mengakibatkan terbakarnya 14 tenda pengungsi di distrik Tel Al-Sultan, Kota Rafah.
Akibat serangan tersebut, 45 orang tewas dan 249 lainnya terluka. Kemudian dua hari setelahnya, tentara biadab itu menembaki kamp pengungsi Al-Mawasi di sebelah barat Rafah hingga menewaskan sedikitnya 21 orang, termasuk di antaranya 12 orang perempuan.
Namun, meski Aksi Bela Palestina terus terjadi di banyak negara, dan meski hastag “All Eyes on Rafah” terus digaungkan dan dibagikan oleh lebih dari jutaan pengguna sosial media, tetap saja, PBB sebagai lembaga hukum internasional tak dapat berkutik bahkan berbuat apapun untuk menghentikan genosida yang terjadi di Gaza.
Padahal sudah 36.171 warga Palestina tewas dan 81.420 lainnya terluka sejak 7 Oktober 2023 lalu akibat kebiadaban Zionis Yahudi ini, namun tetap saja PBB bergeming. Bahkan, Zionis Yahudi selalu melakukan aksi playing victim dengan mengatakan bahwa mereka hanya menyerang Hamas, bukan rakyat sipil.
Nyatanya entitas Yahudi justru menjatuhkan berton-ton bom di kawasan Rafah yang diklaim oleh mereka sebagai wilayah yang aman dari serangannya. Dunia pada akhirnya pun tahu bagaimana rupa asli Zionis Yahudi yang sesungguhnya. Kebohongan-kebohongan mengatasnamakan Hamas hanya kamuflase untuk melakukan pembenaran atas genosida yang dilakukannya pada rakyat sipil Gaza.
Kebiadaban Zionis Yahudi pada akhirnya membuka mata dunia untuk turut serta mengecam tindakan brutalnya. Pada akhirnya, juga secara naluriah berhasil membangkitkan rasa empati seluruh umat manusia untuk merasakan duka yang sama yang dialami oleh rakyat Gaza. Sehingga bisa dikatakan bahwa, duka Gaza adalah duka kita semua.
Duka itulah yang akhirnya mendorong banyak kalangan untuk beramai-ramai turun ke jalan, melakukan aksi pembelaan terhadap Palestina, juga melakukan aksi boikot produk-produk yang mendukung dan terafiliasi dengan Israel. Hanya saja, dukungan untuk Palestina tidak bisa hanya diraih dengan aksi boikot maupun Aksi Bela Palestina di depan kantor pemerintahan atau Kedubes Amerika dan Israel. Bahkan PBB sendiri pun sudah berulang kali tak mampu untuk mengatasi persoalan ini.
Berkaca dari pengalaman sebelum-sebelumnya, ketika mayoritas seluruh negara di seluruh dunia menolak aksi brutal Zionis Yahudi dan mendukung kemerdekaan Palestina, Amerika selalu menang dengan hak veto-nya untuk membela Zionis Yahudi dan menolak kemerdekaan Palestina.
Kebiadaban penjajah Yahudi akan terus berlangsung jika kita hanya melakukan pembelaan pada Palestina dengan cara begitu saja. Harus ada solusi tuntas dan hakiki dalam menghadapi persoalan ini. Apa itu?
Pertama adalah tentang kesadaran bahwa masalah Palestina merupakan masalah global. Oleh karenanya, dibutuhkan persatuan umat, utamanya umat Islam di seluruh penjuru dunia untuk bersatu dalam naungan satu kepemimpinan yakni kekhilafahan. Mengapa demikian? Karena faktor utama dari terhalangnya Palestina mendapatkan pertolongan adalah tidak lain akibat adanya sekat-sekat nasionalisme.
Sejarah mencatat bahwa Palestina mulai dijajah setelah runtuhnya kekhilafahan pada tahun 1924. Ketiadaan kekhilafahan inilah awal mula malapetaka yang terjadi di Palestina, termasuk belenggu-belenggu nasionalisme yang mengikat leher umat Islam di negara-negara lain di luar Palestina yang membuat umat Islam sulit bersatu dan lebih mementingkan persatuan suku dan kedaerahan. Fakta inilah yang menjadi cikal bakal penjajahan atas Palestina melalui migrasi besar-besaran bangsa Yahudi dari Eropa menuju Palestina.
Oleh karenanya, solusi hakiki untuk membebaskan Palestina dari penjajahan adalah tak lain dan tak bukan yakni bersatunya umat Islam dalam naungan kekhilafahan. Untuk mencapai kesadaran umat agar bersatu dalam naungan kekhilafahan ini tentu umat harus dibina dan dibangkitkan kesadarannya untuk memahami pentingnya solusi hakiki ini. Yaitu solusi yang tak hanya untuk kebebasan Palestina dari cengkeraman penjajah Zionis, tetapi juga solusi lain untuk berbagai masalah yang terjadi pada umat Islam yang tertindas di belahan bumi lainnya. Seperti masalah Rohingya yang hingga hari ini tak jelas bagaimana ujungnya, lalu etnis Xinjiang yang dibungkam oleh negaranya sendiri, juga penindasan-penindasan yang terjadi pada umat Islam di negara-negara lain dimana mereka menjadi minoritas.
Kesadaran akan pentingnya penegakan Khilafah inilah yang harus diedukasikan kepada masyarakat, khususnya umat Islam melalui pembinaan intensif individu maupun jama’ah. Yaitu berupa pengkajian pemikiran Islam dan pentingnya Islam sebagai jalan hidup bagi seorang muslim. Islam bukan hanya agama ritual, tetapi juga sistem hidup yang mengatur kehidupan dalam bermasyarakat dan bernegara.
Pengkajian inilah yang akan membangkitkan kesadaran umat bahwa umat Islam harus menjalani keislaman secara total dan menyeluruh sesuai dengan firman Allah Swt., “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam (kedamaian) secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah: 208)
Selain pengkajian intensif, umat juga diajak menganalisa serta membongkar makar dan propaganda penjajah dan musuh Islam agar umat memiliki kewaspadaan dan tidak mudah teperdaya oleh narasi yang mereka kampanyekan melalui penyebaran pemikiran Islam dengan tulisan dan opini-opini di media sosial, mengintegrasikannya kepada masyarakat secara langsung, maupun melalui konten-konten dakwah. Selanjutnya adalah menyebarkan dakwah amar makruf nahi mungkar tanpa kekerasan dan pemaksaan.
Tahapan-tahapan di atas adalah rangkaian upaya dalam menyadarkan umat untuk bersatu dan memperjuangkan syariat Islam untuk ditegakkan dalam naungan Khilafah. Karena hanya dengan terbentuknya kekhilafahan, jihad fisabilillah dapat dilakukan untuk menumpas kejahatan yang menimpa umat Islam di seluruh penjuru dunia, termasuk sebagai solusi hakiki untuk membebaskan Palestina dari cengkeraman penjajah Zionis Yahudi.
Adapun tahapan-tahapan untuk mengupayakan berdirinya Khilafah juga dibutuhkan kesabaran yang luar biasa bagi pengemban dakwah, mengingat saat ini masih banyak umat Islam yang masih terjajah secara pemikiran oleh sistem sekulerisme yang sudah mengakar dan turun temurun dari generasi ke generasi, hingga membuat makna Islam kaffah menjadi asing dan tak dikenal. Wallahualam.