
Oleh: Yuniasri Lyanafitri
Linimasanews.id—Belum lama ini terjadi pemadaman listrik besar-besaran dengan durasi yang cukup lama di sebagian wilayah Pulau Sumatra. Padahal, wilayah Sumatra termasuk wilayah Indonesia yang memiliki cadangan listrik berlebih, dengan reverse margin sebesar 41%. Hal ini berdasarkan data PLN per Desember 2023. Reverse margin idealnya berada di kisaran 24% -35%. Tentu ini menunjukkan bahwa benar sistem kelistrikan yang ada di Sumatra melebihi kisaran aman untuk mencegah terjadinya pemadaman listrik (bisnis.com, 6/6/2024).
Penyebab padamnya aliran listrik ini karena adanya gangguan pada jaringan SUTET 275 kV Linggau-Lahat yang kemudian berdampak pada padamnya pembangkit listrik, terutama PLTU. Sehingga menurut PLN untuk memulihkannya perlu proses yang cukup lama. Kementerian ESDM juga ikut menyoroti masalah ini dan meminta PT PLN untuk melakukan investigasi menyeluruh. Karena Menteri ESDM juga tidak tahu penyebab Blackout ini.
Sedangkan PLN malah belum memberikan klarifikasi lebih lanjut mengenai penyebab terganggunya jaringan SUTET tersebut. Padahal tentu banyak pihak yang dirugikan atas peristiwa ini. Dari masyarakat secara luas sampai para pengusaha yang sangat tergantung dengan listrik untuk mengoperasikan komponen produksinya. Menurut para pengusaha seharusnya PLN mampu mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak terduga sekalipun.
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menjelaskan pemerintah akan menguatkan kapasitas tenaga listrik di Sumatera dengan membangun sumber listrik cadangan. Karena hal itulah kondisi listrik di Jawa lebih stabil. Pemerintah melalui Moeldoko menjamin Blackout tidak akan terulang di wilayah Indonesia lainnya (tirto.id, 7/6/2024).
Kepengurusan rakyat oleh pemerintah makin terlihat bobrok. Bahkan saling melempar beban tanggung jawab karena tak mau disalahkan. Padahal sebagai pemerintah yang memiliki wewenang dan kekuasaan seharusnya mampu memelihara kebutuhan rakyatnya dan cepat tanggap dengan masalah yang menimpa rakyatnya, termasuk mampu mencegah masalah yang mungkin terjadi. Karena di masa mendatang, permintaan listrik akan makin meningkat. Melihat masih banyaknya wilayah Indonesia yang belum terjangkau aliran listrik yang memadai. Sehingga kepengurusan aliran listrik harusnya sudah stabil dan menyeluruh.
Peristiwa pemadaman listrik ini nyatanya masih sering terjadi walaupun memang ada beberapa kasus yang durasinya tidak terlalu lama. Hal ini menunjukkan kurangnya profesionalisme PLN sebagai badan pemerintah yang mengelola sumber daya alam tersebut. Ditambah, Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya.
Seharusnya pemadaman listrik tidak akan pernah terjadi. Negeri kaya tapi hidup rakyatnya sulit. Ibarat “tikus mati di lumbung padi.” Seharusnya rakyat Indonesia hidup sangat berkecukupan. Bukannya menjadi pengontrak di rumah sendiri.
Kejadian “blackout” ini malah bisa memungkinkan adanya penguasaan SDA oleh asing dengan dalih pengelolaan yang lebih terjamin dan berkualitas. Kemungkinan ini didasarkan pada kebijakan pemerintah yang membuka lebar kesempatan para asing untuk berinvestasi. Dalihnya sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi negara. Dan pemerintah seolah telah memberikan solusi atas masalah yang terjadi dengan menyerahkannya kepada investor berkualitas. Faktanya, negara makin kehilangan jati diri dan kemandiriannya. Apa pun akan dilakukan pemerintah untuk memuaskan keinginan para investor.
Padahal dengan adanya investor yang mengelola SDA menjadikan kapitalisasi SDA makin menguat sehingga makin mencengkeram negara dalam pengelolaan pemerintahannya. Sebagai contoh, kebijakan-kebijakan yang diberlakukan akan sesuai dengan kepentingan para investor. Akhirnya, negara hanya akan bertindak sebagai regulator dan fasilitator. Kesejahteraan rakyat akan terus dikorbankan demi keuntungan para oligarki. Kemudian semua aspek kehidupan akan dikomersialisasikan. Semuanya harus berbayar.
Fakta-fakta yang ada makin membuktikan bahwa sistem kehidupan saat ini rusak dan merusak. Manusianya pun ikut rusak sampai tega melakukan apa pun untuk memenuhi keinginannya. Oleh karena itu, solusi hakiki untuk mensejahterakan rakyat hanya dengan kembali kepada Yang Maha Mengetahui tentang kehidupan manusia itu sendiri, yaitu kembali kepada aturan Allah Swt.
Sebagai muslim, semua perbuatan harus didasarkan pada aturan Islam. Sehingga terwujud kesejahteraan yang hakiki. Muslim tidak bersandar kepada aturan lainnya apalagi pada aturan yang berdasarkan pada terbatasnya pemikiran manusia. Sistem kapitalisme inilah yang mengekang manusia pada kerusakan hidup yang terus menerus tiada akhir.
Negara yang menjalankan pemerintahannya dengan aturan Islam akan menghasilkan individu yang amanah dalam menjalankan tugasnya. Profesional dalam bekerja, bertanggungjawab dengan apapun tindakan yang diperbuatnya. Hal itu karena setiap perbuatannya dilandaskan pada pahala-dosa yang diyakini akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Kemuliaan sikap ini tercermin dari adanya kurikulum pendidikan yang juga berlandaskan pada syariat Islam.
Selain itu, Islam menempatkan sumber daya alam sebagai kepemilikan umum yang hanya akan dipergunakan untuk kepentingan rakyat. Walaupun boleh memakai tenaga swasta untuk pengelolaannya, tetapi tidak boleh diprivatisasi. Karena negara wajib ikut andil dan mengawasi secara langsung pengelolaannya. Sehingga rakyat terjamin kesejahteraan hidupnya. Rasulullah saw bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Allah Swt. berfirman dalam surah Al-A’raf ayat 96 yang artinya, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.”
Wallahu a’lam bishshowwab.