
Oleh: Tengku Hara Marsyitah, S.Pi.
Linimasanews.id—Perekonomian Indonesia tengah menghadapi tantangan sulit. Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK bertebaran di mana-mana. Buruh perkantoran hingga pabrik dihantui pemecatan oleh perusahaan tempatnya bekerja.
Ada beberapa pabrik industri padat karya, seperti tekstil, garmen, hingga alas kaki di Bogor, Jawa Barat banyak yang gulung tikar, alias tutup. Sehingga gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pun terjadi. Terhitung ada 3.000 buruh yang terpaksa harus kehilangan pekerjaannya, akibat dari penghentian operasional pabrik garmen. Pabrik garmen adalah pabrik yang memproduksi pakaian dalam, baik di pasok untuk dalam negeri, maupun dipasok untuk ke pasar ekspor.
Di sisi lain, Anggota Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat (PPTPJB) Bidang Hukum, Desi Sulastri menyebut kenaikan upah yang signifikan, dengan tidak dibarengi permintaan order yang tinggi membuat pabrik tekstil beserta turunannya bertumbangan. “Penetapan upah dengan Otoda (otonomi daerah) sejak 10 tahun terakhir membuat industri yang ada mengalami penekanan-penekanan dalam penetapan upah. Karena penetapan kenaikan upah harus diiringi dengan pertambahan order atau peningkatan produktivitas, tetapi dengan beralihnya penetapan UMK melalui Otoda, itu tidak lagi menjadi perhitungan.” (cnbcindonesia.com, 14/6/2024).
Namun siapa sangka, bukan hanya buruh/pekerja saja yang terdampak oleh adanya fenomena PHK, melainkan warga di sekitar pabrik itu pun turut terkena imbasnya. Salah satu warga yang terdampak, yaitu Bapak Komarudin, seorang kepala dusun yang tempat tinggalnya persis di samping pabrik, terpaksa harus menjual beberapa unit kontrakannya karena sepi akibat ditinggal para buruh. Sebelumnya, ada lima belas (pintu) kontrakan, sekarang hanya sisa sebelas (pintu) saja, empatnya lagi sudah dijual setelah pabrik itu tutup.
Solusi Kapitalisme Gagal Diterapkan
Maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) ini jelas menunjukkan bahwa ekonomi negara sedang di ambang kehancuran. Bahkan UU Ciptaker yang diopinikan akan membuka lapangan pekerjaan, ternyata gagal total dan tidak terealisasikan. Sehingga menambah banyak daftar pengangguran di negeri ini.
Inilah bukti kegagalan sistem ekonomi kapitalisme. Rakyat berharap terlepas dari beban, namun kenyataannya rakyat makin terbebani dengan semua skenario penguasa di negara ini. Negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator sehingga menguntungkan para investor atau pemilik modal. Para pemilik modallah yang akan berkuasa dan mengendalikan segalanya.
Kondisi ini makin buruk dengan adanya mekanisme alih daya (outsourcing) yang menjadikan minimnya kesejahteraan bagi para buruh. Bagaimana tidak, seharusnya para pekerja atau buruh menerima 100% dari hasil kerja mereka. Namun, dengan adanya mekanisme outsourcing ini, perusahaan membayar pekerja dengan biaya murah.
Outsourcing sendiri sudah mendapat protes keras dari kalangan buruh sejak dilegalkan di Indonesia melalui UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, tetapi pemerintah senantiasa fokus menjadi pelayan investor kapitalis. Sehingga sangat jelas terlihat kepada siapa penguasa berpihak.
Islam Menyejahterakan Tanpa Janji
Sistem Islam dan sistem kapitalisme ibarat air dan minyak. Keduanya tak akan bisa disamakan. Karena dalam sistem Islam yang membuat aturan adalah Allah, Sang Pencipta, bukan manusia. Karena itu, Islam mampu bertahan selama 13 abad lamanya memimpin dunia.
Islam menjamin kesejahteraan rakyat melalui berbagai mekanisme yang ditetapkan oleh hukum syarak. Hal ini karena Negara Islam bertugas sebagai pengurus (raa’in) dan penanggung jawab (mas’ul) yang menjamin pemenuhan kebutuhan dasar, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi rakyatnya tanpa pilih kasih.
Negara juga akan menjaga iklim usaha yang kondusif, dengan berbagai kebijakan, termasuk dalam pengelolaan SDA yang menjadi tanggung jawab negara. Sehingga negara akan membuka banyak lapangan kerja untuk rakyat lokal. Bukan malah mengambil pekerja asing dari luar negeri untuk dipekerjakan di dalam negeri.
Bagi mereka yang tidak memiliki pekerjaan, tidak memiliki kebun dan ladang akan diberi tanah kosong yang akan mereka olah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga dalam Islam, tanah yang tidak diolah oleh pemiliknya selama 3 tahun, maka itu akan dikembalikan kepada negara. Sehingga tidak ada lahan kosong yang tidak diolah bertahun-tahun seperti saat ini. Wallahu a’lam bishawab.