
Oleh: Tria Putri
(Komunitas Annisaa Ganesha)
Linimasanews.id—Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan, ada sekitar 3,2 juta warga Indonesia yang bermain judi online. Di media sosial, ramai kita dapati efek dari judi online sendiri memberikan beberapa dampak seperti hutang membengkak, permasalahan rumah tangga, kemiskinan, pembunuhan dan efek lainnya. Dampak tersebut tidak hanya terjadi pada pelakunya, tapi juga kepada suami/ istri, anak, dan keluarga. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memandang tingginya permintaan menjadi alasan utama judi online makin menjamur di Indonesia (CNBCIndonesia.com, 15/6/24).
Upaya Pemerintah
Maraknya judi online tersebut membuat pemerintah melalui keppres presiden Joko Widodo no 21 tahun 2024 membentuk satgas pemberantasan perjudian yang mengandalkan dua cara yaitu upaya pencegahan yang dilakukan lewat jalur edukasi dan literasi dan upaya penindakan (CNBCIndonesia.com, 15/6/24). Ketua Satgasnya adalah Menko Polhukam yang saat ini dijabat Hadi Tjahjanto dengan wakil Satgasnya adalah Menko PMK, Muhadjir Effendy. Sementara Menkominfo yang dijabat Budi Arie Setiadi ditugaskan menjadi ketua harian pencegahan yang bakal dibantu oleh Dirjen Informasi dan Komunikasi Kominfo sebagai wakilnya. Adapun dalam Keppres ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, juga diberikan tugas sebagai Ketua Harian Penegakan Hukum (kumparan.com, 15/06/24).
Sudah ada beberapa upaya yang dilakukan pemerintah terkait dengan masalah maraknya judi online ini. Hal tersebut menunjukkan adanya kesadaran pemerintah akan kerusakan atau dampak yang akan diberikan oleh judi online. Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, menyebut telah memblokir 1.904.246 konten judi online sepanjang 17 Juli 2023 hingga 21 Mei 2024. Pemblokiran rekening dan e-wallet terafiliasi judi online yaitu 5.364 untuk rekening dan 555 e-wallet sudah diajukan ke Bank Indonesia. Dan upaya pembentukan satuan tugas (satgas) judi online.
Akar Masalah
Sayangnya, cara pandang atas persoalan ini dan solusi yang ditempuh tidaklah menyentuh akar permasalahan. Keterlibatan rakyat Indonesia pada judi online saat ini pada kondisi yang sangat memprihatinkan. Semua ini terjadi karena kompleksitas persoalan hidup yang dialami masyarakat dalam sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme memberikan ketimpangan nyata di tengah masyarakat. Yang kaya akan makin kaya dan yang miskin akan tetap miskin. Karena kekayaan hanya berputar pada kalangan atas. Sehingga kalangan bawah tertatih-tatih dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Kemiskinan seringkali menjadi alasan terjunnya para pelaku ke dunia judi online. Tingginya biaya hidup, pendidikan, kesehatan, dsb., membuat masyarakat yang miskin melakukan pinjaman online atau pinjol. Upaya menutupi pinjol pun tak sedikit menyelesaikan dengan cara instan yaitu melakukan judi online. Dengan harapan modal sedikit bisa mendapati uang atau keuntungan yang banyak nantinya.
Tak berhenti sampai di situ, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengusulkan agar korban judi online masuk ke dalam penerima bansos (CNBCIndonesia.com, 15/06/24). Hal ini akan menjadikan pelaku judi online semakin meningkat. Toh, keluarga yang terdampak judi online akan diberi santunan/ bantuan sosial (bansos) oleh negara. Kebijakan tersebut akan membuat para pelaku tidak mendapat efek jera sehingga terus-menerus kecanduan judi online.
Dengan demikian, memberikan bansos, pemblokiran situs, pembekuan rekening, edukasi yang sifatnya parsial, belum cukup untuk mengatasi masalah ini. Karena judi online akan terus berlanjut, penggunanya mungkin akan meningkat jika tidak diselesaikan akar masalahnya. Bisa jadi dikarenakan kebutuhan yang membengkak, kemiskinan dan faktor tuntutan ekonomi lainnya memaksa masyarakat dalam sistem kapitalisme ini mencari jalan pintas dengan judi online. Belum lagi hukuman yang diberikan kepada pelaku tidak memberikan efek jera sehingga judi online akan tetap menjamur di Indonesia.
Solusi Islam
Dalam Islam, judi online (judol) ditetapkan sebagai aktivitas yang haram. Allah Taala berfirman, “Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90)
Sehingga dalam sistem Islam, negara tidak akan membiarkan judol terjadi pada masing-masing individu masyarakat apalagi sampai menjamur. Negara dalam sistem Islam akan memberantas keharaman ini hingga ke akarnya. Karena dalam Islam, negara tidak hanya melayani dan mengurusi berbagai urusan rakyat, tetapi juga melindungi serta mencegah warga negaranya dari perbuatan maksiat (muslimahnews.net, 18/06/2024).
Dalam Khilafah, untuk mengatasi masalah judi ini akan dilakukan beberapa upaya baik secara preventif dan juga kuratif, diantaranya sebagai berikut:
Pertama, melakukan pembinaan dan penanaman akidah Islam kepada seluruh elemen masyarakat melalui sistem pendidikan Islam.
Kedua, memberdayakan pakar informasi dan teknologi untuk memutus seluruh jaringan judol agar tidak mudah masuk ke wilayah Khilafah.
Ketiga, bisa mengaktivasi polisi digital yang bertugas mengawasi kegiatan dan lalu lintas masyarakat di dunia siber sehingga dapat mencegah masyarakat mengakses situs judi.
Keempat, menindak tegas para bandar serta pelaku judi dengan hukuman yang berefek jera.
Kelima, menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat agar terwujud kesejahteraan.
Demikianlah solusi dalam sistem Islam. Tak cukup hanya pembentukan satgas dalam pemberantasan judol ini, tapi juga penanaman akidah, hukuman yang memberikan efek jera, hingga menjamin adanya pemenuhan kebutuhan masyarakat agar terwujud kesejahteraan. Wallahu a’lam bishowab.