
Oleh: Saniati
Linimasanews.id—Kebijakan pemerintah yang akan menutup layanan top up pulsa dan game online dalam memberantas judi daring menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Sejumlah pemilik counter layanan pembelian pulsa dan top up mengaku keberatan jika kebijakan tersebut sepenuhnya dilaksanakan.
“Kalau mau memberantas judi online (judol), ya bandarnya. Lalu bagaimana dengan nasib kami dengan usaha-usaha kecil begini? Toh, yang kita kejar juga berapa ribu perak (rupiah),” kata Putra, pemilik gerai pelayanan pembelian pulsa di Jalan Tempuling, Kelurahan Sidorejo Hilir, Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan saat ditemui mistar.id, pada Jumat (21/6/24) siang.
Hari ini, praktik perjudian masih saja eksis bahkan makin berkembang. Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi di era digitalisasi ini, banyak bermunculan judi online.
Penyakit ini bukan hanya menjangkit orang dewasa dan anak-anak, tetapi juga sudah sampai pada ibu-ibu rumah tangga. Game online yang berbau perjudian pada saat ini juga tidak memandang masyarakat , baik itu di kalangan bawah, menengah, atau kalangan atas sekalipun.
Untuk kalangan bawah- menengah, mereka merasa kehilangan mata pencaharian mereka apabila kebijakan ini benar- benar dilaksanakan. Karena situs dari game online atau judi online adalah tempat mereka meraih pundi-pundi rupiah untuk memenuhi keberlangsungan hidup mereka.
Inilah hasil dari penerapan sistem yang salah, yaitu sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan), dan kapitalisme (meraih untung sebanyak-banyak nya). Sistem ini memandang judi sebagai ajang bisnis, apalagi di tengah sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan. Judi online dijadikan jalan pintas untuk mendapatkan uang.
Banyak faktor pendorong mengapa masyarakat makin larut dalam hal ini, yaitu karena keinginan seseorang untuk mendapatkan uang dengan cara mudah dan cepat tanpa harus bekerja. Biaya hidup yang makin tinggi membuat seseorang menjadikan judi online sebagai jalan keluar tanpa memikirkan risiko, kurangnya pengawasan orang tua bagi anak-anak dan para remaja, faktor lingkungan masyarakat, dan di tambah lagi mudah nya saat ini dalam pengaksesan judi online. Akan tetapi, faktor yang paling utama adalah peran negara yang kurang maksimal dalam pemberantasan judi online.
Dampak negatif yang ditimbulkan juga beraneka ragam, di antaranya dapat merusak pola pikir dan pola sikap masyarakat, terutama pada generasi muda saat ini, menambah angka perceraian, menimbulkan kriminalitas seperti pencurian atau perampokan untuk mendapatkan uang secara instan sebagai pemenuhan judi online yang bersifat candu, dan sebagainya.
Sistem sekularisme telah gagal membina dan mendidik masyarakat untuk menjauhi aktivitas yang dilarang agama, termasuk judi. Sekularisme juga telah membuat masyarakat tidak mengenal aturan Allah Swt. Masyarakat hanya mengenal keuntungan materi tanpa mengenal rambu-rambu syarak.
Sangat berbeda ketika kehidupan ini diatur dengan sistem Islam. Sistem Islam adalah sistem yang melindungi masyarakat dari tindakan yang merusak. Dalam Islam, judi jelas haram karena suatu perbuatan yang dilarang oleh Allah Swt. Sebagaimana firman Allah:
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib untuk anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan syaitan, maka jauhilah (perbuatan- perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS. Al-Maidah :90)
Islam juga menjamin kesejahteraan masyarakat melalui sistem ekonomi, termasuk menyediakan sebanyak-banyaknya lapangan pekerjaan. Jaminan ini akan menutup celah masyarakat mencari harta yang haram.
Islam juga memberikan sanksi tegas kepada pelaku perjudian yang memberikan efek jera. Oleh karena itu, Islam tidak akan membiarkan bibit perjudian online atau offline ada di tengah-tengah masyarakat. Sehingga, umat dapat terselamatkan dari perkara yang dilarang Allah Swt.