
Oleh: Sri Lestari, ST
Linimasanews.id—Benar-benar membuat hati teriris, seorang anak tega membunuh orang tuanya sendiri. Berita pembunuhan ini menjadi berita viral di media sosial. Di sebuah toko perabot kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, dua orang anak perempuan (16 dan 17 tahun) tega membunuh ayah kandungnya. Pemicunya, merasa sakit hati dimarahi ayahnya karena mereka mencuri uang (Liputan6.com, 24/6/2024).
Di Pesisir Barat Lampung, seorang anak usia 19 tahun tega menganiaya ayah kandungnya yang menderita stroke hingga meninggal. Penganiayaan dilakukan karena sang anak merasa kesal diminta menghantarkan ayahnya ke toilet (Tribunlampung.co.id, 13/6/2024).
Realitas tersebut menunjukkan, sungguh telah hilang naluri seorang anak. Anak yang seharusnya menjadi sosok yang menjaga orang tua di masa tua, saat ini menjadi sosok predator yang amat buas. Padahal, generasi muda seharusnya menjadi pemegang arah kebangkitan bangsa. Realitas ini begitu meremukkan jiwa.
Maraknya penganiayaan dan pembunuhan yang dilakukan anak kepada orang tua, tidak hadir begitu saja. Tentu ada faktor yang memicunya. Cara pandang tentang kehidupanlah pemicunya. Sebab, sesungguhnya cara pandang membentuk pemikiran, pemahaman, dan pola sikap.
Dalam pandangan pemisahan agama dari kehidupan (sekuler), Sang Pencipta dianggap hanya menciptakan, tidak memberikan aturan dalam kehidupan. Jika kita telisik, pandangan pemisahan agama dari kehidupan ini amat bahaya. Cara pandang seperti ini mampu melahirkan sosok manusia yang miskin dalam keimanan. Hidupnya hanya fokus pada dunia yang bersifat materi. Kebahagiaan dianggap tatkala mendapatkan keinginannya, tanpa melihat cara mendapatkannya baik atau tidak. Cara pandang sekuler mencetak manusia yang tidak mampu mengontrol emosi.
Sementara itu, sistem pendidikan yang sekuler melahirkan generasi bebas berbuat ataupun berekspresi. Jika kita lihat, pelaku penganiayaan dan pembunuhan di atas adalah para terpelajar. Dari sini tentu menjadi fokus perhatian bahwa pendidikan sekuler tidak mampu menghasilkan generasi yang hormat kepada orang tua. Sebaliknya, kasih sayang yang dimunculkan kepada orang tua diukur dari materi semata.
Cara pandang sekuler melahirkan lahir generasi yang rusak hubungannya dengan Pencipta, rusak hubungannya dengan manusia. Lebih dari itu, menjadi manusia yang tidak memanusiakan manusia. Tampak jelas, cara pandang sekuler mencetak generasi durhaka dengan orang tua.
Ini berbeda dengan cara pandang Islam. Islam adalah agama yang mengatur secara sempurna seluruh aspek kehidupan manusia. Mulai dari hubungan manusia dengan Allah (habluminallah), hubungan manusia dengan dirinya sendiri (habluminannafsih), dan hubungan manusia dengan sesamanya (habluminannas). Tidak ada pemisahan antara agama dari kehidupan. Manusia akan hidup bahagia dan selamat ketika menghadirkan Pencipta dalam kehidupan.
Sistem pendidikan Islam berlandaskan pada akidah Islam. Tolok ukur perbuatan baik atau buruk bersandar pada aturan Pencipta. Hasil dari pendidikan dalam sistem Islam adalah generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap islami (bersyakhsiyah Islam). Ketika generasi bersyakhsiyah Islam, maka akan terbentuk generasi yang hormat kepada orang tua karena Allah dan akan terbentuk generasi yang mampu mengontrol emosi. Sebab, Allah memerintahkan untuk menghormati orang tua.
“Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik”. (QS Al Isra’ ayat 23).
Agar dapat terwujud generasi yang memiliki ketakwaan kepada Pencipta dan generasi yang menghormati orang tua, butuh adanya sebuah negara yang ikut peran untuk mewujudkannya. Hadirnya negara menjadi hal yang sangat penting. Sebab, pendidikan yang berlandaskan akidah Islam hanya dapat terwujud tatkala ada sebuah negara yang menerapkan sistem yang Islam, mustahil ada di sistem kapitalis.
Dengan hadirnya negara yang berlandaskan Islam, dapat diterapkan hukuman yang menjerakan bagi pelaku tindak kriminal. Dengan begitu, bisa mencegah semua bentuk kejahatan, termasuk kekerasan anak kepada orang tua. Dengan demikian, tampak jelas, sistem Islam adalah satu-satunya sistem yang mampu menangkis lahirnya anak durhaka.