
Oleh: Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Umat)
Linimasanews.id—Tak ada yang menafikan bahwa biaya kuliah saat ini amatlah tinggi. Tak semua kalangan mampu menjangkau biaya UKT demi menapaki gerbang ilmu di pendidikan tinggi. Kalangan menengah ke bawah harus mengelus dada dengan biaya yang kian tak terjangkau. Mereka juga harus lapang dada mengubur impian duduk di bangku kuliah.
Kenapa Bayar UKT dengan Pinjol?
Sudah lazim diketahui, pendidikan tinggi saat ini bak bisnis mentereng yang bisa menghasilkan banyak cuan. Pendidikan yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara atas tiap individu rakyatnya, harus ditanggung secara mandiri oleh siapa pun yang hendak mengenyam pendidikan tinggi. Negara membiarkan rakyat berinisiatif sendiri untuk memenuhi biaya kuliahnya.
Negara tampaknya hanya menjadi supporter saja. Sebagaimana dukungan salah satu menteri di negeri ini terhadap mahasiswa yang bayar UKT dengan pinjol. Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mendukung segala inisiatif yang tujuannya membantu mahasiswa membayar biaya kuliah, tak terkecuali menggunakan pinjaman online atau pinjol (kompas.com, 3/7/2024).
Tentu saja dukungan pembayaran UKT dengan pinjol menuai kontroversi. Salah satu kritik datang dari Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda. Dia mengkritik pemerintah yang terkesan lepas tangan. Apa yang dinyatakan Ketua Komisi X DPR-RI tersebut sesuai dengan fakta yang ada. Bahkan awal tahun, sempat viral terkait salah satu kampus ternama yang bekerja sama dengan lembaga keuangan nonbank, memberikan layanan pembayaran UKT dengan pinjol (detik.com, 4/7/2024).
Fenomena ini sangat wajar terjadi karena sistem ekonomi kapitalisme begitu lekat dengan negeri ini. Di mana asas manfaat menggiring lembaga pendidikan layaknya pabrik uang. Sementara negara memberikan subsidi yang masih rendah. Sebagaimana dilansir kompas.id (15/5/2024), Biaya kuliah di perguruan tinggi negeri masih membebani masyarakat. Subsidi pemerintah masih jauh dari kebutuhan.
Di samping itu, sistem kapitalisme enggan menanggung kerugian sehingga meniscayakan negara berlepas tangan dari tanggung jawabnya atas jaminan pendidikan bagi seluruh rakyat. Rakyat kian terimpit dengan tingginya biaya pendidikan. Apatah lagi jika harus mencicil UKT lengkap dengan bunganya bahkan sampai mereka lulus kuliah.
Sementara saat mahasiswa lulus kuliah, tak ada jaminan bagi mereka mendapatkan pekerjaan yang layak dengan upah yang layak pula. Maka dari itu, membayar UKT dengan pinjol harus ditelaah lagi, jika perlu ditolak. Pinjol ini justru akan membelenggu masa depan mahasiswa. Belum lagi bunga yang terkandung di dalamnya adalah sebuah keharaman yang mutlak karena merupakan riba.
Pendidikan dalam Sistem Islam
Sungguh, seluruh rakyat harus menyadari betapa berbahayanya pinjol yang merajalela saat ini. Sudah saatnya kaum muslim mencampakkan sistem kapitalisme dan menggantinya dengan sistem yang berasal dari Zat Yang Maha Baik, yaitu Islam. Apalagi tinta emas telah menorehkan sejarah peradaban gemilang lebih dari 13 abad, termasuk dalam dunia pendidikan.
Islam mewajibkan negara, yakni Khilafah, untuk menjamin terpenuhinya pendidikan mulai usia dini hingga perguruan tinggi dengan biaya murah bahkan gratis. Individu rakyat dalam negara yang menerapkan Islam tak akan kebingungan mencari biaya, apalagi sampai utang berbunga. Negara akan mengoptimalkan pendanaan dunia pendidikan mulai tingkat ula hingga pendidikan tinggi.
Negara menyediakan anggaran sesuai kebutuhan bagi berjalannya tujuan pendidikan tinggi. Sistem pendidikan dalam Khilafah akan ditopang oleh sistem politik dan ekonomi Islam. Pengelolaan sumber-sumber kepemilikan umum akan dikelola oleh negara dan didistribusikan untuk kebutuhan rakyat, termasuk pendidikan. Sehingga, hal itu akan mencukupi layanan pendidikan bagi seluruh individu rakyat secara merata. Pendidikan pun dapat diperoleh dengan biaya murah, bahkan gratis.
Betapa banyak ilmuwan muslim yang dilahirkan dari peradaban Islam. Para ilmuwan itu berasal dari berbagai penjuru negeri, tak hanya ahli dalam bidang keilmuwannya, tetapi juga menjadi seorang mujtahid dan mujahid yang faqih fiddin. Sebut saja Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Jabir ibnu Hayan, Al-Khawarismi, Maryam Al-Asrurlabi, Abbas ibnu Firnas, dll. Para fuqoha, mufassir, ahli hadis, ahli Al-Qur’an hasil tempaan pendidikan Islam juga masih dijadikan rujukan kitabnya hingga saat ini, di antaranya Ibnu Mas’ud, Imam Syafi’i, Imam Bukhori, Imam Muslim, dll. Wallahualam.