
Suara Pembaca
Baru-baru ini, aksi tawuran kembali terjadi di jalan Basuki Rahmat (Bassura), Cipinang Besar, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur yang melibatkan RW 01 dan RW 02 dalam aksi tawuran tersebut pelaku tawuran menggunakan berbagai benda mulai dari batu, petasan, hingga senjata tajam (27/6). Tawuran yang terjadi bermula dari warga yang saling ejek. Padahal pada awal tahun lalu, upaya mendamaikan para pelaku tawuran telah diupayakan dengan dibuatnya deklarasi damai buntut dari aksi tawuran serupa.
Nicolas Ary Lilipaly selaku Kapolres Metro Jaktim mengatakan ada beberapa faktor yang menjadi penyebab tawuran ini mulai dari faktor ekonomi, pendidikan, kehidupan sosial, dan budaya serta pengawasan orang tua yang kurang. Hal lebih parah, tragedi tawuran yang terjadi sengaja dibuat untuk konten media sosial demi menambah follower dan keuntungan. Tentu hal ini sangat disayangkan. Pasalnya, aksi mengerikan ini yang tak jarang dapat mengorbankan nyawa justru menjadi ajang untuk mencari cuan.
Hal ini makin menunjukkan betapa rusaknya generasi. Standar kebahagiaan yang berdasarkan materi makin kuat menghujam dalam diri. Bahkan, mereka rela melakukan hal-hal keji demi meraup keuntungan semata.
Profil pemuda muslim yang taat kepada Allah seolah makin luntur sebab penerapan sekularisme kapitalisme hari ini sehingga menjadikan mereka bertingkah liberal. Selain itu, makin banyak generasi muda yang tersesat mengikuti tawuran. Kondisi ini menunjukkan kegagalan sistem pendidikan hari ini.
Berbeda dengan sistem Islam, yakni Khilafah yang berperan sebagai raa’in yang berkewajiban dalam mengurus individu rakyat agar senantiasa menjadi orang-orang yang bertakwa, bermoral, dan melahirkan SDM berkualitas salah satu caranya dengan penerapan pendidikan Islam. Selain itu, negara juga berperan dalam mengontrol tontonan yang beredar di masyarakat agar masyarakat terhindar dari berbagai tontonan yang tidak mendidik. Sehingga lahir generasi terbaik bersyakhsiyah Islam di tengah-tengah umat.
Shafiyyah AL Khansa, Kebumen