
Oleh: Dinar Rizki Alfianisa
Linimasanews.id—Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih terus bergulir di negeri ini. Seperti yang baru-baru ini terjadi di Kabupaten Pekalongan. Tak hanya pabrik tekstil PT Dupantex yang tumbang, badai PHK juga menerpa beberapa pabrik lainnya seperti PT Gajah Duduk, Panamtex, dan Tabana (radarpekalongan.co.id, 26/6/2024).
Gelombang PHK di Indonesia memang meningkat sejak awal tahun sampai Mei 2024. Laporan Tenaga Kerja ter-PHK yang dirilis Kementrian Ketenagakerjaan, menyebutkan pada Januari 2024 ada 3,33 ribu orang terkena PHK. Di bulan-bulan berikutnya, jumlahnya kian bertambah hingga Mei 2024 ada 8,39 ribu orang yang ter-PHK. Jika diakumulasi Januari-Mei 2024 sudah ada 27,22 ribu orang korban PHK di Indonesia.
Namun, angka ini belum menggambarkan keseluruhan kasus PHK di Indonesia karena Kemnaker hanya mencatat jumlah korban PHK yang dilaporkan melalui Sistem Informasi dan Aplikasi Pelayanan Ketenagakerjaan dan/atau pengadilan hubungan industrial (katadata.co.id/03-07-2024).
Gagalnya Ekonomi Kapitalisme
Fenomena PHK massal menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia dalam keadaan tidak baik-baik saja. Hal ini merupakan kegagalan pemerintah dalam ekonomi. Janji-janji manis di masa kampanye yang akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya nyatanya nihil realisasi.
UU Ciptakerja yang digembor-gemborkan akan mampu meningkatkan ekonomi rakyat, namun juga gagal total. Undang-undang ini justru memuluskan dan mempermudah perusahaan untuk melakukan PHK. Tak heran jika gelombang PHK tak terbendung adanya.
Inilah kegagalan sistem kapitalisme yang diterapkan di Indonesia. Cara pandang kapitalisme terhadap tugas negara sudah salah sejak awalnya. Negara yang bertindak sebagai regulator hanya membuat kebijakan yang menguntungkan para kapitalis, sedangkan rakyat hanya menjadi korban keserakahan mereka. Alih-alih menyejahterakan rakyat, yang ada malah menambah beban penderitaan bagi rakyat.
Mudahnya aturan dibuat oleh manusia akan menimbulkan banyak polemik karena si pembuat aturan akan condong pada kepentingan mereka, apalagi diiming-imingi oleh kekuasaan dan uang. Maka dalam kapitalisme, yang ber-uanglah yang memegang kekuasaan.
Islam Menyejahterakan Rakyat
Kapitalisme telah gagal memandang tugas negara dalam hal urusan rakyat. Sedangkan Islam menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat. Hal itu berawal dari cara pandangnya akan tugas negara.
Dalam Islam, negara adalah sebagai pelayan dan pelindung bagi rakyat. Hubungan antara negara dan rakyat bukanlah hubungan bisnis seperti dalam sistem kapitalisme. Islam tidak memandang untung rugi dalam kepentingan rakyat.
Bukan hal mustahil ketika aturan Islam diterapkan maka kesejahteraan akan diraih. Sistem ekonomi Islam tidak akan membiarkan harta milik umum atau rakyat dikuasai oleh asing atau swasta. Dengan harta tersebut, negara akan memastikan rakyat mendapat hak-haknya. Negara bisa menjamin kebutuhan hidup seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Dalam hal ketenagakerjaan, upah merupakan kesepakatan antara pekerja dan pemberi pekerja. Upah akan diberikan sesuai beban kerja yang ditanggung oleh pekerja. Maka dalam Islam, negara tidak boleh menetapkan upah minimun. Selain itu, negara juga harus memastikan akad-akad yang dijalankan oleh pekerja dan pemberi kerja harus sesuai dengan syariat Islam tanpa mendzalimi salah satu pihak. Wallahualam.