
Oleh: Ummu Arkaan
Linimasanews.id—Minyak dan gula merupakan bahan pokok bagi masyarakat. Keduanya tidak hanya dibutuhkan untuk konsumsi rumah tangga saja, tetapi minyak dan gula juga sangat dibutuhkan oleh usaha makro dan kecil di bidang makanan. Kenaikan harga gula dan minyak tentu akan menyulitkan masyarakat. Sebelumnya, pemerintah telah menaikkan HAP Gula pada 5 April 2024 dari Rp15.500 menjadi Rp17.500 berlaku hingga 31 Mei 2024. Rlaksasi ini diperpanjang hingga 30 Juni dan diperpanjang lagi Juli ini.
Bukan hanya HAP Gula saja, HET minyak goreng juga naik. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan sudah menetapkan kenaikan HET minyak goreng MinyaKita dari Rp14.000 menjadi Rp15.700 per liter. Kebijakan pemerintah menaikan HET minyak dan HAP Gula makin menambah beban rakyat karena pengeluaran akan makin besar. Begitupun dengan usaha mikro kecil yang pasti akan mangalami kenaikan biaya produksi.
Masyarakat makin sulit memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dalam kondisi ekonomi yang serba sulit dan hal ini tampak dari maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Maka daya beli masyarakat semakin turun sehingga penjualan menjadi lesu. Ditambah lagi dengan makin sulitnya mencari pekerjaan (Tirto.Id, 30/6/2024).
Sebenarnya penetapan HET dan HAP ini demi kepentingan siapa? Jika untuk kemaslahatan rakyat, tentu saja rakyat tidak mendapatkan keuntungan dari kebijakan ini karena harga di pasaran tetap tinggi. Penetapan harga acuan tidak berpengaruh signifikan karena pemerintah juga melakukan relaksasi. Pada akhirnya, harga acuan jadi tidak ada artinya.
Inilah buruknya jika yang diterapkan di suatu negara adalah sistem kapitalisme. Negara dalam kapitalisme hanya berperan sebagai regulator, yaitu membuat regulasi. Namun, regulasi itu tidak berorientasi pada kemaslahatan rakyat, justru sangat menyengsarakan rakyat.
Sudah jelas, di sistem ini,l yang lebih diuntungkan oleh adanya regulasi adalah para kapitalis oligarki yang menguasai distribusi bahan pokok ditingkat nasional. Selain mendapatkan keuntungan, para kapitalis oligarki bahkan bisa mengatur harga di pasar karena mereka melakukan praktik oligarki. Rakyat yang menderita.
Kondisi ini berbanding terbalik jika yang diterapkan adalah sistem Islam. Islam menjamin pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat secara orang per orang. Penguasa dalam sistem Islam akan senantiasa memastikan setiap rakyat bisa mengakses semua bahan pokok dengan harga yang terjangkau.
Negara akan memastikan pasokan cukup dan distribusi berjalan dengan baik. Penguasa tidak boleh mematok harga. Adapun pengawasan pasar akan dilakukan setiap hari agar tidak terjadi kecurangan yang bisa menghambat distribusi dan menyebabkan harga naik.
Selain itu, negara akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya sehingga para laki-laki bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Sedangkan bagi rakyat yang lemah seperti lansia, penyandang disabilitas, dan juga anak yatim akan mendapatkan bantuan pangan rutin dan berkelanjutan dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan sehari-hari. Karena negara dalam sistem Islam memiliki sumber pemasukan yang besar, baik dari ghanimah dan lainnya. Negara juga akan mengelola harta milik umum yang akan didistribusikan untuk rakyat.
Negara mempunyai visi sebagai ra’in (pengurus) dan mas’ul (penanggung jawab) rakyat. Penguasa bukan sekadar regulator yang hanya bisa membuat regulasi, tetapi hasilnya hanya menyengsarakan rakyat. Sudah saatnya umat bersatu, berjuang bersama untuk melakukan perubahan total dengan cara beramar makruf nahi munkar agar bisa mewujudkan kembali diterapkannya syariat Islam kaffah. Karena hanya Islamlah satu-satunya sistem yang memberi solusi hakiki bagi semua persoalan umat. Wallahu a’lam bish shawwab.