
Suara Pembaca
Telah jamak diketahui bahwa negeri ini bahkan dunia telah mengalami bencana sampah. Menggunungnya sampah sisa rumah tangga ataupun industri menjadi permasalahan serius. Kini, permasalahan sampah bertambah, bukan saja sampah yang berasal dari limbah industri atau rumah tangga, tetapi kini sampah makanan sudah di kategori darurat.
Indonesia kini tengah menghadapi darurat sampah makanan. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) mencatat potensi kerugian negara akibat susut dan sisa makanan (food loss and waste) mencapai Rp213 triliun-Rp551 triliun per tahun. Angka ini setara dengan 4-5 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia (3/7).
Dilansir unnes.ac.id, pada tahun 2020, Indonesia sudah memasuki sinyal darurat sampah makanan. Bahkan pada tahun 2019, telah ditunjukkan bahwa Indonesia merupakan penghasil sampah makanan terbesar nomor 2 di dunia setelah Saudi Arabia. Pada tahun 2021, Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional mencatat sampah sisa makanan Indonesia mencapai 46,35 juta ton dalam skala nasional. Jumlah ini menduduki komposisi terbesar dari total sampah yang dihasilkan bahkan melebihi sampah plastic yaitu 26,27 ton.
Permasalahan ini tentu akan memberikan dampak buruk pada kelestarian lingkungan dan juga ekonomi. Sampah makanan adalah masalah global karena konsumerisme yang menjadi gaya hidup masyarakat kapitalisme. Industri makanan yang begitu pesat, pengelolaan pangan yang tidak tepat, serta gaya hidup kuliner yang dahsyat menjadikan negeri ini harus mewaspadai darurat sampah makanan.
Pengaturan distribusi pangan yang buruk sudah kerap dijumpai di negeri ini. Bagaimana negara hanya berorientasi pada bisnis yang mementingkan untung rugi. Hubungan negara dan rakyat layaknya produsen dan konsumen. Sehingga, industri pangan bisa mendapatkan izin produksi di tengah masyarakat terimpit ekonomi.
Wajah buruk kapitalisme membuahkan berbagai persoalan akut di tengah kehidupan, termasuk masalah sampah makanan. Mubazir dan kesia-siaan begitu melekat dengan kehidupan saat ini sampai-sampai makanan banyak yang tidak bisa dikonsumsi. Padahal, masih sangat banyak rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Problem lanjutan dari sampah ini adalah bagaimana menguraikan sampah makanan tersebut agar tidak membawa efek buruk.bagi kesehatan masyarakat, kelestarian lingkungan, dan stabilitas ekonomi negara.
Sayang seribu sayang, kapitalisme mengakar kuat sehingga permasalahan ini tak berujung solusi. Dalam mewaspadai darurat sampah makanan, hendaknya menggunakan aturan yang baik, yang berasal dari Zat Yang Maha Baik, yakni aturan Islam. Islam sungguh melarang keras perbuatan tabdzir. Mengonsumsi makanan haruslah sesuai kebutuhan, bukan keinginan apalagi hanya gengsi dalam sebuah circle sosial. Pengelolaan dan industri makanan juga harus tegak karena pemenuhan kebutuhan pangan itu sendiri, tidak memproduksi besar-besaran karena ajang bisnis.
Dalam hal ini, negara akan hadir sepenuhnya untuk mengawasi dan mengontrol pengelolaan dan industri pangan. Mulai kehalalan bahan baku, kehalalan produksi, kualitas makanan, distribusi, hingga pengelolaan limbahnya akan dikawal sepenuhnya oleh negara. Sehingga tidak ada peluang masalah sampah makanan muncul di tengah kehidupan.
Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Umat)