
Oleh: Nurindasari S.T.
Linimasanews.id—Mahalnya biaya pendidikan di Indonesia membuat mayoritas masyarakat yang kondisi ekonominya menengah ke bawah berpikir dua kali untuk melanjutkan pendidikan. Khususnya pada pendidikan tinggi yang sempat mengalami suasana panas karena akan dinaikkan biayanya. Padahal sebelum mengalami kenaikan pun, masyarakat sudah menjangkaunya.
Terlebih pejabat negara Kemendikbud-Ristek sempat mengeluarkan statement, “Pendidikan tinggi adalah kebutuhan tersier.” Pernyataan ini membuat banyak masyarakat kecewa. Sebab, pernyataan tersebut seolah memangkas mimpi para pelajar untuk menuntut ilmu lebih tinggi lagi karena kondisi ekonomi yang tidak mendukung.
Pinjaman untuk Pendidikan
Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf mendorong Kemendikbud Ristek RI untuk melakukan kerja sama dengan BUMN dalam merencanakan pemberian dana pinjaman kepada mahasiswa imbas dari polemik biaya kuliah mahal. Pinjaman dengan bunga rendah dan masa tenggang pembayaran yang panjang menjadi alternatif agar mahasiswa bisa menyelesaikan studi di perguruan tinggi (cnnindonesia.com, 2/7/2024).
Merespons dorongan DPR RI pada Kemendikbud Ristek RI tersebut, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy mendukung wacana student loan atau pinjol (pinjaman online) bagi mahasiswa untuk membayar kuliah (cnnindonesia.com, 3/7/2024).
Menko PMK menilai mengenai sistem pinjol melalui perusahaan P2P Lending di lingkungan akademik ini merupakan bentuk inovasi teknologi dan dapat membantu mahasiswa yang mengalami kesulitan membiayai pendidikannya dan menganggap ini adalah inisiatif baik yang harus didukung. Berbeda dengan judol (judi online) yang jelas dilarang atas hukum pada UU No. 11 tahun 2018 tentang informasi dan transaksi elektronik (tirto.id, 3/7/2024).
Terjerat Utang
Dengan kebijakan negara untuk sistem pendidikan yang terlampau mahal di negeri ini, muncul inovasi dari berbagai pihak untuk mengadakan pinjaman online untuk pendidikan. Pinjaman untuk pendidikan sudah ada sejak lama, namun seiring perkembangan teknologi terbitlah student loan atau pinjol (pinjaman online) untuk pendidikan yang difasilitasi oleh berbagai lembaga keuangan.
Seolah menjadi jawaban dari tingginya biaya pendidikan di negeri ini, pinjol bagi para pelajar adalah program yang membantu untuk meneruskan mimpi menjalani pendidikan tinggi. Apalagi bagi sebagian orang pendidikan tinggi merupakan salah satu privilage untuk mendapatkan pekerjaan yang cukup baik di tengah-tengah sulitnya mendapat pekerjaan di negeri ini.
Tidak terdapat pinjaman yang tersedia di negeri ini tanpa bunga, termasuk untuk student loan meskipun dengan dalih bunga rendah dan tenggang waktu yang panjang. Sejatinya, program ini merupakan salah satu peluang bisnis bagi lembaga keuangan agar memiliki nasabah yang banyak, bisnis tetap lancar dan memperoleh keuntungan dari aktivitas riba tersebut.
“Bagai musang berbulu ayam,” skema pinjol ini akan menjerat pemuda dalam riba sejak dini. Belum juga lulus dan mendapat pekerjaan, mereka sudah memiliki pinjaman riba. Saat mendapat pekerjaan pun, mereka akan mengalami kesulitan. Apalagi bagi sandwich generation yang menjadi tulang punggung keluarga. Sembari memenuhi kebutuhan hidup keluarga, mereka juga berupaya untuk membayar hutang.
Negara Tega
Status perguruan tinggi badan hukum (PTN-BH) yang merupakan mandat UU Dikti, di mana secara tekstual PTN semestinya bisa menurunkan UKT dengan mencari sumber dana lain agar ketergantungan pada APBN makin rendah. Sehingga subsidi biaya pendidikan bisa berkurang karena realitasnya APBN untuk pendidikan hanya 20% dan masih harus didistribusikan ke pos pendidikan lainnya. Secara rill itu tidak akan mencukupi untuk biaya 85 PTN di seluruh Indonesia. Walhasil, untuk mendapatkan dana bagi PTN, biaya UKT makin meningkat dan biaya pangkal makin tinggi.
Negara tega berlepas tangan dari kewajiban untuk memberikan pendidikan yang terjangkau bagi masyarakat. Adanya pinjol untuk pendidikan yang didukung negara telah menampakkan bahwa rakyat sendirilah yang harus mengupayakan biaya pendidikan yang terlampau tinggi ini. Peran negara dalam memberikan pendidikan sebagai hak rakyat sudah sirna dan akhirnya diserahkan kepada para penyedia dana di lembaga keuangan.
“Sudah jatuh tertimpa tangga pula,” begitulah gambaran rakyat di negeri ini. Rakyat yang mengurus diri sendiri, mereka masih harus memberikan sumbangan pada APBN dengan terus dipajaki negara dalam seluruh sektor. Mereka terjerat pula dengan aktivitas riba yang haram dan tergolong sebagai salah satu dosa besar dalam Islam, setara seperti berzina dengan ibu sendiri.
Pendidikan adalah Kewajiban
Kewajiban menuntut ilmu disematkan untuk setiap individu muslim, sebagai mana hadis Ibnu Majah, “Menuntut ilmu wajib atas setiap muslim.” Selain itu, dalam terjemahan Qur’an surah al-Mujadilah ayat 11, Allah berfirman, “Allah meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Maha Tahu atas apa yang kalian kerjakan.”
Atas dalil tersebut, pendidikan dalam Islam bukanlah pilihan, bukan kebutuhan tersier apalagi harus ditempuh dengan pinjaman oleh rakyat yang ingin melanjutkan pendidikan tinggi. Namun, pendidikan adalah salah satu sektor yang harus dipenuhi negara demi mencetak generasi bertakwa dan cemerlang.
Syariat telah mewajibkan pendidikan yang merupakan kebutuhan vital untuk memperoleh solusi segala problematika umat baik dalam urusan agama maupun urusan dunia. Hanya negara dengan menerapkan sistem Islam secara menyeluruh yang akan menyadari hal tersebut dan berupaya mewujudkannya. Pendidikan dalam Negara Islam tidak akan membebani rakyat dengan biaya tinggi, bahkan bisa gratis. Mengapa tidak, negara memiliki sumber dana baitul mal berasal dari fa’i, kharaj, kepemilikan umum (migas, sektor tambang dsb.) dan zakat.
Dalam Negara Islam, orang-orang yang ditunjuk untuk mengurus kepentingan rakyat yaitu para pejabat adalah orang yang taat pada Allah dan memiliki kemampuan di bidangnya. Sehingga tidak akan mengambil solusi yang menyimpang dari syariat islam. Allah mewajibkan penguasa untuk berlaku ihsan (baik, kesempurnaan) dalam segala hal, termasuk dalam pelaksanaan urusan rakyat dan merumuskan metode terbaik dalam memberikan pendidikan yang berkualitas, fasilitas terbaik dan gratis untuk seluruh masyarakat.
Masyarakat dalam Negara Islam diberikan ruang dan kesempatan seluas-luasnya untuk memperoleh pendidikan setinggi-tingginya demi melaksanakan kewajiban menuntut ilmu dan memajukan peradaban Islam. Karena, kemajuan negara dapat dilihat dari kualitas SDM yang dipengaruhi oleh tinggal pendidikan. Hal ini telah terbukti dalam sejarah Islam pada masa keemasannya sepanjang era Kekhalifahan Islam. Era ini telah melahirkan para ilmuwan dengan karya yang membuat kagum seluruh umat dan penemuannya berhasil menjadi fondasi peradaban, khususnya dunia Barat hingga saat ini. Wallahualam bish shawab.