
Oleh: Finis (Penulis)
Linimasanews.id—Menjadi orang tua tidaklah semudah yang kita bayangkan. Apalagi di kehidupan saat ini yang makin jauh dari aturan agama. Di samping beban ekonomi, beban moral juga menjadi PR besar bagi orang tua. Kehidupan saat ini makin hari bukan makin membaik, justru makin jauh dari harapan. Pengaruh-pengaruh buruk makin masif di seluruh lini kehidupan, terutama yang menyangkut problem generasi saat ini.
Zaman dahulu, orang tua memiliki anak laki-laki tidak memiliki kekhawatiran seperti anak perempuan. Makin ke sini hal ini tidak berlaku lagi. Dahulu, punya anak perempuan yang mulai menginjak usia remaja, kekhawatiran orang tua makin bertambah. Tetapi sekarang, tidak menunggu dewasa lagi, kekhawatiran itu makin bertambah. Masih kecil pun, kita sebagai orang tua sudah merasa was-was atas kondisi yang sering terjadi saat ini.
Dahulu, orang tua merasa khawatir ketika anak bermain di luar rumah. Sekarang, di dalam rumah pun orang tua merasa tidak nyaman serta khawatir ketika anaknya diam di dalam kamar dengan gadgetnya karena benda kecil itu juga mampu memberi pengaruh yang sangat buruk kepada generasi saat ini. Hari ini, sepertinya tidak ada tempat yang aman yang membuat generasi merasa nyaman dan terjaga.
Meskipun orang tua telah berupaya semaksimal mungkin untuk membekali anak-anaknya dengan ilmu agama, tetapi tidak lantas membentuk anak menjadi baik karena faktor lingkungan pun juga berpengaruh besar terhadap pergaulan anak. Meskipun di rumah telah dibentengi ilmu agama, sementara kehidupan bebas di masyarakat sangat berpengaruh besar terhadap kehidupan remaja saat ini. Remaja yang baik-baik pun bisa saja terseret ke dalam pergaulan bebas yang membuat mereka terjerumus ke dalam kemaksiatan.
Keberadaan sosial media yang bebas tanpa batas membuat apa pun bisa diakses melalui internet, dari hal-hal yang baik hingga yang terburuk. Ketika para remaja ini tidak memiliki benteng agama yang kuat, mereka cenderung memilih konten yang bersifat hiburan semata atau hal-hal yang unfaedah. Anehnya, justru hal-hal yang semacam itu yang sering menjadi tuntunan bagi mereka padahal belum tentu baik bagi dirinya, bahkan banyak hal-hal yang membahayakan diri mereka.
Sementara konten agama jarang diminati oleh remaja. Konten agama pun tidaklah mudah bagi remaja untuk memilih dan memilah, mana yang seharusnya diikuti. Ironisnya lagi, konten agama pun juga banyak yang menyesatkan generasi.
Kurikulum di sekolah tak mampu membentuk generasi yang bersyaksiyah (berkepribadian) Islam meski itu lembaga yang berbasis Islam. Asas sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) yang lahir dari sistem saat ini menjadikan generasi semakin jauh dari aturan agama, ditambah lagi dengan program moderasi agama yang di jalankan sejak pendidikan PAUD hingga ke perguruan tinggi, menjadikan generasi semakin jauh dari pemahaman Islam kaffah.
Abainya peran negara dalam menjaga dan melindungi generasi menjadikan generasi banyak terjebak dalam kejahiliyahan dan kemaksiatan. Mereka tak tahu harus berbuat apa. Mereka tak jelas membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Mereka juga tak tahu apa yang harus dilakukan atau harus ditinggalkan. Mereka menjadi generasi yang bingung.
Sekularisme menjadikan generasi berpijak pada asas manfaat dan materi sehingga halal haram tak lagi menjadi pijakan hidupnya. Akibatnya, lahirlah generasi yang hanya berpikir tentang materi semata, yang akhirnya mereka berlomba-lomba demi mencari materi, tanpa tahu tujuan hidup ini yang sesungguhnya. Mereka hanya mengejar kenikmatan dan kepuasan duniawi yang tak berujung hingga mereka lupa, perjalanan panjang yang akan ditempuhnya yaitu akhirat.
Hal ini diperparah adanya anggapan yang salah pada diri remaja, yaitu usia muda dan fisik yang masih bugar menjadikan mereka terlena dan terbuai gemerlapnya dunia. Banyak di antara mereka yang terjerumus ke jurang kemaksiatan. Mereka berpikir jalan masih panjang. Berfoya-foya dan kehidupan bebas mereka jadikan pilihan. Apa pun mereka lakukan, asal semua keinginan tercapai. Inilah generasi yang lahir dari kehidupan sekuler-kapitalis.
Ada 3 pilar penting untuk menopang gaya hidup remaja saat ini agar tidak terjerumus pada gaya hidup hedon, matre, dan bebas tanpa batas. Pertama, keluarga harus menanamkan akidah yang kuat kepada remaja, yaitu akidah Islam agar mereka tahu dari mana mereka berasal, untuk apa mereka hidup, dan menuju ke mana setelah mereka hidup. Inilah yang akan menjadi landasan hidup mereka agar mampu menjalani kehidupan mereka dengan benar dan keimanan yang kokoh.
Kedua, masyarakat atau lingkungan yang mendukung kehidupan mereka. Lingkungan yang islami, saling beramar makruf nahi munkar, saling menasihati, tolong menolong dan bekerjasama dalam kebaikan di tengah-tengah masyarakat, baik itu tetangga, kerabat, teman, sahabat dan orang-orang yang mereka kenal.
Ketiga, pentingnya negara dalam penerapan aturan Islam yang kaffah di seluruh lini kehidupan. Negara berperan menjaga dan membentengi akidah umat dari kesesatan. Penerapan syariat Islam secara kaffah juga mampu menjadikan halal-haram sebagai tolok ukur perbuatan manusia. Dari sistem seperti inilah akan lahir generasi hebat dan berkualitas. Hingga mampu mengantarkan manusia pada keselamatan dunia dan akhirat. Wallahu a’lam.