
Suara Pembaca
Baru-baru ini, pemerintah Indonesia tengah berupaya dalam mengkaji kebijakan guna menarik investasi keluarga super kaya saat ini pemerintah berencana membentuk Wealth Management Consulting (WMC) atau “Family Office” di Tanah Air. Rencananya, lembaga ini akan menjaring dana dari keluarga-keluarga kaya, terutama di Asia (4/7).
“Family Office” ini merupakan usulan dari Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Salah satu alasan Luhut dalam memberikan usulan ini adalah melihat potensi orang kaya di Asia cukup mengalami kenaikan pesat 5 tahun ke depan. Kantor Keluarga dianggap sebagai salah satu upaya untuk menarik kekayaan dari negara lain untuk pertumbuhan ekonomi nasional.
Dari ini maka dapat disimpulkan bahwa negara saat ini berupaya membangun cara baru investasi sebagaimana negara lain. Tentu ini sangat disayangkan sebab negara berusaha keras untuk terus mencari pemasukan dari pajak dan investasi. Di sisi lain, negara memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah ruah yang apabila dikelola dengan baik akan mampu menjadi pemasukan besar bagi negara.
Namun, karena penerapan sistem ekonomi saat ini, yaitu sistem ekonomi kapitalisme yang kental dengan liberalisme ekonomi menjadikan siapa pun yang memiliki modal bisa mengelola kekayaan alam negeri ini. Sehingga menjadikan kekayaan itu hanya beredar pada orang-orang tertentu.
Maka dengan ini, wajar ketika keran investor dibuka lebar baik bagi individu, swasta, ataupun asing. Ini makin menunjukkan kepada kita bahwa saat ini pemerintah sedang terjebak pada kebohongan teori ekonomi kapitalisme yang mengatakan bahwa investasi berkorelasi positif dengan terciptanya lapangan kerja. Padahal, justru makin tinggi investor asing, akan makin kuat cengkeraman hegemoni kapitalisme terhadap negeri kita hal ini menjadi sebab salah satu faktor tidak terselesaikannya problematika kemiskinan.
Penerapan sistem kapitalisme akan berdampak pada kebijakan investasi yang terus digaungkan dan diterapkan yang akan menjadikan rakyat semakin sulit dan sengsara. Berbeda dengan Islam yang mengharuskan kekayaan alam yang seharusnya milik umat dikelola oleh negara untuk kemaslahatan umat. Namun dalam sistem kapitalisme, siapa pun yang memiliki modal diberi kebebasan untuk mengelolanya untuk mendapatkan keuntungan besar yang menjadi faktor kesenjangan sosial.
Negara Islam yakni (Khilafah) menempatkan negara sebagai pengurus dan pelayan umat sehingga negara akan berupaya maksimal dalam meriayah umat. Khalifah melarang pengurusan harta milik umum kepada swasta ataupun asing termasuk dalam pembangunan ekonomi dan penciptaan lapangan pekerjaan. Khilafah memiliki sumber pendapatan yang besar berupa pos-pos pemasukan yang dikelola oleh Baitulmal seperti fai’, kharaj, jizyah, ganimah, ‘usyur, dan harta milik negara lainnya, serata pengelolaan SDA sebagai harta milik umum. Dengan demikian, negara tidak akan memanfaatkan pemasukan dari pajak ataupun investasi. Sebab, pajak dalam Islam bersifat temporal dan hanya diambil dari muslim yang kaya.
Shafiyyah AL Khansa, Kebumen