
Oleh: Shafaliyyah
(Pegiat Lingkungan)
Linimasanews.id—Miris sekali ketika melihat dua angka dari food waste dan kelaparan yang harusnya berbanding terbalik ini justru berlomba-lomba mencapai angka tertinggi. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nasional (Bappenas) dalam kesempatan Green Economy Expo (3/7) di Jakarta menyatakan bahwa Indonesia berpotensi mengalami kerugian hingga 551 triliun per tahunnya karena masalah food waste.
Ternyata hal ini juga berakibat pada peningkatan emisi karbon yang hampir mendekati 2000 ton. Menteri Perencanaan Pembangunan Negara (PPN) atau Kepala Bappenas menyolusikan dengan membawa road map menuju visi Indonesia Emas 2045 dengan menggandeng Pemerintah Denmark (3/7/2024).
Mengapa masalah food waste ini bisa merajalela padahal angka kelaparan di Indonesia tinggi? Sebenarnya food waste terjadi karena beberapa faktor, salah satunya merupakan dampak dari tindakan konsumsi yang tidak bijak. Misalnya tidak menghabiskan makanan di resto, membeli makanan secara berlebihan hingga terlebih dahulu basi atau kadaluarsa sebelum dikonsumsi, bahkan menyengaja menyisakan makanan karena ‘kelebihan’, semuanya berakhir di pembuangan.
Selain konsumsi yang tidak bijak, produksi yang tidak bijak juga menimbulkan masalah. Misal karena kesalahan dalam produksi, ada kalanya makanan hasil produksi harus dibuang. Produksi berlebihan yang tidak terkontrol juga tidak baik dan akhirnya memunculkan lebih banyak sampah baru, dikarenakan habis masa kadaluarsanya atau tidak layak konsumsi karena kesalahan penyimpanan, dan tingkat konsumsi masyarakat tidak bisa menyeimbangi tingkat produksi.
Faktor lainnya, bisa terjadi ketika produsen sudah melakukan produksi, tapi negara malah impor hasil produksi negara lain. Kerugiannya selain berpotensi menjadi food waste, produsen terdampak langsung karena adanya persaingan harga. Proses distribusi pangan yang tidak merata kepada seluruh lapisan masyarakat juga bisa menjadi penyebab food waste, contohnya seperti beras-beras yang akhirnya busuk karena terlalu lama berada di penyimpanan bulog beberapa waktu lalu.
Dari tindakan konsumtif, produksi, dan distribusi yang tidak terkontrol itu semua yang menghasilkan hampir 12 juta ton timbulan sampah makanan per tahunnya (41.6% dari total 28,5 juta ton—data SIPSN 2023). Angka yang sungguh memprihatinkan karena kontradiktif dengan kondisi kelaparan yang ada di dalam negeri. Berjuta-juta ton makanan dibuang, tapi di sisi lain ada sekitar 50 juta orang yang kelaparan (17,6% dari 280,73 juta penduduk—data Global Hunger Index 2023).
Pemerintah menyikapi persoalan ini ternyata masih hanya melakukan perencanaan, terbukti dari adanya Peta Jalan dan Aksi Nasional Ekonomi Sirkular Indonesia 2025-2045. Dimulai dari pengenalan gerakan pengelolaan sampah 9R (refuse, rethink, reduce, reuse, repair, refurbish, remanufacture, repurpose, recycle, recover—total 10R) dan juga nantinya akan mengandalkan para food bank lembaga penyaluran makanan berlebih untuk dibagikan kepada yang membutuhkan sebagai langkah ganda mengurangi food waste dan menangani kelaparan. Dari luar tampak seperti pemberdayaan masyarakat untuk ikut andil dalam mengatasi masalah food waste, tapi sebenarnya ini adalah bentuk pengalihan tanggung jawab negara kepada rakyatnya sendiri.
Tumbuhnya konsumerisme di tengah-tengah masyarakat dipengaruhi oleh keadaan hari ini yang kapitalistik. Di mana semua orang melihat sesuatu dengan standar materi dan selalu melihat ke ‘atas’ dan mengejar gaya hidup seperti orang yang berlimpah harta. Sangat berbanding terbalik dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. yang hidup dengan sederhana, zuhud, tidak berlebih-lebihan, sesuai dengan ajaran Islam.
Produksi berlebihan dan tidak terkontrol yang terjadi hari ini juga merupakan salah satu pengaruh dari kapitalisme. Sistem ini juga membuat negara enggan untuk membatasi produksi sesuai dengan takarannya, karena salah satu tujuan produksi adalah meraih keuntungan. Padahal, negaralah yang paling tahu bagaimana keadaan rakyat, apakah mampu secara total mengonsumsi produk yang dihasilkan atau tidak. Maka, negara harus bisa menjadi penengah agar tidak ada hasil produksi yang terbuang. Negara harus bisa dengan tegas membatasi aktivitas produksi ataupun konsumsi.
Kampanye gerakan 9R dan mengajak masyarakat untuk lebih mencintai lingkungan untuk mengatasi food waste Ini memang bisa dilakukan oleh masyarakat sendiri, tetapi bukanlah solusi yang solutif untuk mengatasi masalah food waste di seluruh wilayah Indonesia. Adanya lembaga food bank juga bisa mengatasi kelaparan, namun lagi lagi bukanlah solusi yang solutif untuk mengatasi masalah kelaparan di seluruh wilayah Indonesia. Semua itu hanyalah langkah kecil karena pelakunya adalah kelompok masyarakat ataupun lembaga.
Sementara masalah ini sudah terlalu besar untuk mereka atasi. Harusnya negaralah yang langsung bertugas untuk menyelesaikan kedua masalah ini. Seperti apa yang dilakukan Khalifah Umar bin Khattab ra yang terjun langsung ke lapangan dan mengangkut sendiri gandum dari Baitulmal untuk dibagikan kepada rakyatnya. Wallahualam.