
Oleh: Ummu Nahla
Linimasanews.id—Kelestarian lingkungan merupakan hal yang sangat penting bagi ekosistem di bumi. Limbah baik padat, seperti sampah plastik yang tidak bisa didaur ulang, maupun limbah cair, seperti bahan buangan pabrik merupakan hal yang mengancam kelestarian lingkungan hidup.
Berbagai upaya dilakukan untuk menanggulangi masalah ini. Salah satunya, dilakukan oleh PT PLN (Persero) yang memperkuat upaya untuk kelestarian lingkungan dengan menyumbangkan bantuan berupa pengelolaan sampah dengan teknologi Eco Hi-Tech ke Pondok Pesantren Yatim Al-Kasyaf, Kampung Sukamaju RT 04/ RW 10, Desa Cimekar, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. Program ini juga termasuk program tanggung jawab sosial mereka terhadap masyarakat (Radar Bandung, 3-7-24).
Penanganan masalah sampah memang belum sepenuhnya menjadi perhatian, baik pemerintah maupun masyarakat. Sejumlah LSM maupun gerakan sosial yang fokus pada masalah lingkungan harus berupaya keras. Sejumlah gagasan pun dirumuskan, langkah taktis bermunculan. Sayangnya, problem sampah seolah tiada akhir.
Penyebabnya, masyarakat kapitalistik sulit memilah, mana kebutuhan dan mana keinginan. Sebab, dalam pandangan kapitalisme, apa pun yang diinginkan manusia, harus dipenuhi tanpa kecuali. Jika prinsip tersebut ditarik dalam realitas peningkatan volume sampah, konsumerisme yang kian menggejala jelas berdampak langsung pada lingkungan.
Di sisi lain, ada paradigma mendasar yang memerlukan kajian sistemis dalam tata kelola lingkungan. Padahal, masalah lingkungan bukanlah masalah yang berdiri sendiri. Oleh karena itu, butuh kebijakan holistik yang mampu menuntaskan masalah lingkungan hingga ke akar-akarnya, dari tataran individu, masyarakat hingga negara. Sebab, kerusakan lingkungan yang berdampak pada krisis iklim ini bersifat holistik pula.
Perspektif Islam
Kelestarian lingkungan adalah poin penting dalam pembangunan. Islam sangat memperhatikan lingkungan. Berdasarkan hal ini, manusia wajib menjaga lingkungan. Segala aktivitas yang berpotensi merusak lingkungan wajib dijauhi.
Dalam tataran individu, menjaga lingkungan dapat diawali dengan memilah kebutuhan dan keinginan. Dengan sendirinya, masyarakat tidak akan membeli yang tidak dibutuhkan. Ini kontras dengan pandangan kapitalisme yang memandang apa pun yang diinginkan manusia, otomatis terkategori kebutuhan.
Dalam aspek kenegaraan, penting bagi penguasa menggalakkan edukasi mengenai pola hidup hemat dan tidak bermewah-mewahan. Islam memang tidak membatasi seseorang untuk memiliki barang tertentu, tetapi Islam juga memiliki lensa khas tentang merawat lingkungan. Atas dasar ini, masyarakat—produsen maupun konsumen—akan memperhatikan lingkungan dengan landasan keimanan.
Tentu, penanganan sampah sesungguhnya tidak akan selesai jika hanya fokus pada individu. Butuh peran negara dalam membangun paradigma keimanan untuk menangani masalah sampah. Dalam sistem kapitalisme, akar masalahnya ada pada paradigma ini. Konsumerisme sebagai konsekuensi logis sistem ekonomi kapitalisme harus direvisi secara sistemis.
Berbeda dengan kapitalisme, Islam memiliki sejumlah aturan yang mengikat manusia yang bersumber dari Al-Qur’an dan as-sunah. Islam memandang kedaulatan berada di tangan syarak, sehingga khalifah melalui dorongan ketakwaan akan berupaya semaksimal mungkin untuk menuntaskan problem sampah tersebut.
Islam memiliki tiga pilar dalam menjaga penerapan syariat terlaksana dengan baik. Pertama, ketakwaan individu yang menyebabkan masyarakat akan senantiasa menjaga kelestarian lingkungan dengan cara menghindari perilaku hidup konsumtif dan boros sehingga memperkecil sumbangan sampah yang dihasilkan dari rumah tangga.
Kedua, kontrol sosial dari masyarakat. Masyarakat yang islami dalam hal ini masyarakat yang memiliki pemikiran dan perasaan yang islami akan berusaha melakukan amar makruf nahi mungkar apabila ada pelanggaran yang terjadi.
Ketiga, peran negara. Akar permasalahan dari sampah ini adalah abainya negara terhadap penanganannya. Lebih jauh, ini merupakan bukti abainya negara dalam mengurus penanganan sampah hingga masalah terus berulang, tanpa ada solusi yang efektif dari pemerintah selaku pemangku kebijakan. Oleh sebab itu, mari kita kembali kepada hukum Islam yang terbukti membawa kemaslahatan apabila diterapkan.