
Oleh : Susi Ummu Umar
Linimasanews.id—Perekonomian Indonesia tengah menghadapi tantangan sulit. Pemutusan hubungan kerja atau PHK bertebaran di mana-mana. Buruh perkantoran hingga pabrik dihantui pemecatan oleh perusahaan tempatnya bekerja.
Teranyar, perusahaan hasil penggabungan Tokopedia dan TikTok Shop di bawah pengelolaan ByteDance mengumumkan kebijakan PHK. Namun, perusahaan enggan mempublikasikan jumlah pekerja yang terkena PHK. Jumlah korban PHK-nya sebatas dilaporkan media asing, Bloomberg, yang mengungkap PHK dilakukan terhadap 450 orang dari total karyawan ByteDance di Indonesia yang sebanyak 5.000 orang.
Dilansir dari CNBCIndonesia (13/6/2024), Direktur Corporate Affairs Tokopedia dan ShopTokopedia Nuraini Razak mengatakan, kebijakan PHK harus dilakukan untuk mendukung strategi pertumbuhan perusahaan e-commerce anak usaha ByteDance tersebut. Kondisi pabrik yang biasanya ramai dipenuhi pekerja serta suara mesin jahit yang saling bersahutan, kini sunyi senyap. Tidak ada lagi aktivitas menjahit, ribuan mesin jahit pun tertutup kain, sudah tak lagi dipakai.
Ada 3.000 buruh yang terpaksa harus kehilangan pekerjaannya, imbas dari penghentian operasional pabrik garmen ini. Sang pemilik pun mengaku sudah tidak mampu mempertahankan bisnisnya. Lantaran sepinya order yang masuk, dengan ditambah beban upah minimum yang terus naik setiap tahun.
Sistem Islam Menyejahterakan
Perbedaan kapitalisme dengan Islam ibarat perbedaan malam dengan siang. Sistem Islam menjamin kesejahteraan rakyat, termasuk pekerja, secara orang per orang. Hal ini karena negara berposisi sebagai pengurus (raa’in) dan penanggung jawab (mas’ul).
Undang-undang soal ketenagakerjaan dalam sistem Islam disusun berbasis akidah Islam dan bersumber dari syariat Islam. Syariat Islam memiliki serangkaian aturan yang membentuk politik ekonomi Islam yang menjamin pemenuhan kebutuhan dasar, yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi tiap-tiap individu rakyat.
Negara yang menerapkan sistem Islam, yakni Khilafah Islamiyah, akan menjalankan politik ekonomi Islam ini dengan mekanisme langsung dan tidak langsung. Melalui mekanisme langsung, Khilafah akan menyediakan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara cuma-cuma sehingga rakyat (termasuk pekerja) tidak terbebani biaya besar untuk tiga kebutuhan tersebut. Penggratisan ini niscaya terjadi karena dibiayai dari Baitulmal yang memiliki pemasukan yang besar, utamanya dari pengelolaan harta milik umum seperti pertambangan, hutan, laut, dan sebagainya.
Sudahlah bebas dari beban pendidikan, kesehatan, dan keamanan, rakyat juga difasilitasi negara untuk memiliki pekerjaan sesuai dengan keahlian dan keterampilan yang dimiliki. Negara Khilafah melakukan industrialisasi sehingga membuka lapangan kerja dalam skala massal. Khilafah juga memajukan pertanian, peternakan, dan perdagangan sehingga menyerap banyak tenaga kerja.
Khilafah juga mewujudkan iklim usaha yang kondusif dengan pemberian modal usaha, bimbingan usaha, dan meniadakan berbagai pungutan sehingga muncul banyak wirausahawan di berbagai bidang. Hal ini juga berujung pembukaan lapangan kerja. Dengan serangkaian kebijakan ini, rakyat akan terjamin mendapatkan pekerjaan. Tidak ada rakyat (laki-laki dewasa) yang menganggur.
Dengan optimalisasi industri dalam negeri, kebutuhan produk untuk pasar lokal akan tercukupi sehingga tidak diperlukan impor, utamanya kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, serta alat untuk pendidikan dan kesehatan. Dengan demikian, Khilafah tidak akan tergantung pada impor produk asing.
Khilafah akan memastikan akad kerja antara pengusaha dengan pekerja mereka akad yang syar’i sehingga tidak menzalimi salah satu pihak. Hal ini sebagaimana perintah Allah melalui Rasul-Nya agar pengusaha memperlakukan pekerjanya dengan baik. Rasulullah saw. bersabda, “Saudara kalian adalah pekerja kalian. Allah jadikan mereka di bawah kekuasaan kalian.” (HR Al-Bukhari)
Demikianlah kebijakan Khilafah dalam mewujudkan kesejahteraan bagi pekerja dan rakyat secara keseluruhan. Pekerja akan bekerja dengan tenang, tanpa ada kekhawatiran akan ancaman PHK.