
Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I. (Pemerhati Sosial dan Media)
Linimasanews.id—Sungguh terlalu! Kembali viral penyataan seorang menteri. Kali ini datang dari dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy terkait pembayaran kuliah bisa melalui pinjol sebagai salah satu bentuk inovasi teknologi.
Dilansir dari tirto.id (03/07/24), menurutnya, inovasi teknologi dalam pembiayaan kuliah melalui pinjol sebenarnya menjadi peluang bagus namun sering kali disalahgunakan. Muhadjir menyatakan mendukung wacana student loan atau pinjaman online (pinjol) kepada mahasiswa untuk membayar uang kuliah. Ia mengatakan, “Pokoknya ada semua inisiatif baik untuk membantu kesulitan mahasiswa, harus kita dukung, termasuk pinjol.”
Usai polemik melambungnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang sempat menuai protes dari mahasiswa dan sejumlah pihak, kini pemerintah hadir dengan wacana student loan-nya melalui pinjol dalam rangka memberikan solusi atas permasalahan pembiayaan kuliah. Padahal jelas, kasus pinjol yang ada selama ini sangat meresahkan.
Alih-alih memberikan solusi yang tepat, misalnya menurunkan atau mengupayakan solusi skema pendanaan yang aman, baik, dan tidak menambah beban ekonomi mahasiswa, pemerintah justru memfasilitasi mahasiswa untuk melakukan pinjaman online yang pada faktanya akan menyeret mahasiswa pada jeratan utang biaya pendidikan.
Sebagian pengamat juga berpendapat bahwa penerapan skema student loan melalui pinjol bukanlah solusi. Terlebih, student loan masih menghadapi beberapa hambatan, salah satunya adalah kepastian untuk mendapatkan pekerjaan setelah lulus kuliah di Indonesia yang cukup rendah. Mengingat, angka pengangguran yang makin membludak setiap tahunnya. Tentu ini akan menambah permasalahan masyarakat dan negara ke depannya.
Terkait permasalahan pinjol yang dijadikan alternatif pembiayaan pendidikan, saat ini sebenarnya sudah mengundang reaksi dari lembaga MUI. Sebagaimana yang dilansir mui.or.id (03/02/24), Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Mifathul Huda pernah menyampaikan bahwa skema pembiayaan ini hukumnya haram. Pinjaman berbunga untuk keperluan pendidikan haram karena pinjaman berbunga adalah riba yang jelas haram hukumnya. Ia juga menyampaikan, “Dalam kaidah lain bahwa segala transaksi pinjaman yang terdapat unsur manfaat yang diambil oleh pemberi pinjaman dan itu dipersyaratkan dalam akad maka itu masuk kategori riba.”
Keharaman riba jelas sebagaimana firman Allah Swt. dalam Q.S. al-Baqarah ayat 275 bahwa Allah SWT menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Kapitalisme Menghalalkan Segala Cara
Solusi pembiayaan melalui pinjol jelas solusi ngawur. Sikap pemerintah yang demikian menunjukkan realitas rusaknya paradigma kepemimpinan dalam sistem sekuler kapitalisme yang berkuasa saat ini. Sekularisme adalah konsep pemisahan negara dengan agama. Ide ini menjadikan seseorang berbuat bukan lagi berdasarkan pada standar halal-haram, tidak peduli dosa dan pahala, seolah tak takut pada Sang Pencipta.
Maka, sangat wajar jika sistem saat ini justru mengunakan segala cara untuk menyelesaikan segala masalah, termasuk menghalalkan pinjol yang jelas-jelas mengandung riba. Kebijakan student loan melalui pinjol pastinya akan mendukung dan menguntungkan para pengusaha pinjol, yang menghantarkan kerusakan dan merusak masyarakat.
Hal ini juga menjadi bukti bahwa ada upaya untuk melepaskan tanggung jawab negara dalam tercapainya tujuan pendidikan. Pemerintah dengan sengaja membebankan biaya pendidikan pada masyarakat di tengah banyaknya beban hidup yang menimpa rakyat. Inilah watak asli liberalisme ala kapitalisme sekuler.
Di sisi lain, maraknya pinjol atau dijadikannya pinjol sebagai solusi keuangan di tengah masyarakat juga menggambarkan rusaknya masyarakat dalam sistem kapitalisme. Masyarakat yang ada menjadi masyarakat yang pragmatis akibat kemiskinan dan gagalnya negara menyejahterakan rakyat. Lagi-lagi ini menjadi bukti negara gagal menjamin kebutuhan dasar rakyatnya.
Gagalnya negara dalam menjamin kesejahteraan rakyat merupakan efek dari penerapan ekonomi kapitalisme liberal, yang memberikan kebebasan bagi para pemilik modal untuk menguasai kekayaan alam Indonesia. Harta yang seharusnya digunakan untuk kepentingan seluruh rakyat, saat ini justru masuk ke dalam kantong para oligarki. Adanya keberpihakan negara sebagai pembuat kebijakan yang terus menguntungkan para kapitalis merupakan sebuah keniscayaan dalam sistem ini. Alhasil, negara dalam sistem ini hanya menjadi regulator demi kepentingan pemilik modal.
Biaya Pendidikan dalam Islam
Dalam Islam menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Islam juga mewajibkan negara menyediakan pendidikan secara gratis kepada rakyatnya, tanpa memandang agama suku, ras, dan status ekonomi serta sosial mereka.
Tidak ada diskriminasi pendidikan dalam Islam. Semua berhak mendapat pendidikan yang layak dan berkualitas tanpa terbebani secara finansial hanya untuk membayar biaya pendidikan. Karena, pendidikan dalam Islam termasuk pada kebutuhan dasar yang berhak diterima oleh seluruh rakyat Daulah Khilafah.
Islam menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab atas rakyatnya dalam semua aspek kehidupan. Sebab, negara Khilafah memiliki peran sebagai raa’in (pengurus) bagi seluruh warganya, termasuk mewujudkan kesejahteraan dan komitmen dalam mewujudkan tujuan pendidikan.
Dalam Islam tak dikenal istilah sekularisme karena Islam menuntut penerapan hukum syarak dalam setiap aktivitas manusia, termasuk dalam bernegara. Oleh karenanya, setiap kebijakan pemerintah haruslah berdasarkan pada syariat Islam.
Begitupun dengan sistem pendidikan dalam Khilafah. Sistem pendidikan dalam Khilafah haruslah berdasarkan pada akidah Islam yang kuat, sehingga mampu melahirkan individu berkepribadian Islam, unggul, dan terdepan dalam segala bidang.
Mereka adalah pribadi yang menyadari betul tujuan hidup, yaitu untuk menghamba dan mencari rida Allah Ta’ala. Maka, dalam mencari ilmu pun, mereka akan niatkan untuk meraih keridaan-Nya semata, sehingga akan berlomba-lomba dalam kebaikan, menjadi orang yang bermanfaat dengan pengamalan ilmu yang mereka miliki.
Di sisi lain, Islam akan mewajibkan negara untuk mengelola kekayaan alam secara mandiri yang hasilnya akan dimasukkan ke dalam pos kepemilikan umum di Baitul Mal. Pos yang ada digunakan untuk kepentingan rakyat, misalnya membangun infrastruktur, menjamin layanan kesehatan, dan pendidikan sehingga rakyat bisa menikmatinya secara cuma-cuma.
Selain itu, pengelolaan SDA secara mandiri oleh negara akan memungkinkan tersedianya lapangan pekerjaan bagi para laki-laki, khususnya bagi lulusan perguruan tinggi, sehingga tak ada istilah pengangguran yang disebabkan tidak ada lapangan pekerjaan. Dengan demikian, rakyat akan hidup sejahtera karena negara menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya.
Jika kita cermati mekanisme Islam dalam menangani biaya pendidikan, maka sudah tentu ini bisa menjadi solusi dari persoalan yang ada saat ini. Tidak perlu student loan melalui pinjol hanya untuk pembiayaan pendidikan. Rakyat pun tak terjerat utang yang akan makin membebani mereka. Namun, itu semua hanya akan terwujud ketika syariat Islam diterapkan dalam bingkai negara Khilafah. Maka dari itu, memperjuangkan penegakkan Khilafah adalah sebuah kewajiban bagi seluruh kaum muslim.