
Oleh: Ika Kusuma
Linimasanews.id—Mabuk kecubung masal yang terjadi di Banjarmasin, Kalimantan Selatan mengakibatkan puluhan orang harus dirawat di Rumah sakit jiwa, bahkan 2 di antaranya meninggal dunia. Dalam kasus di Banjarmasin, efek racun kecubung yang fatal semakin diperparah karena dikonsumsi bersama dengan alkohol dan obat-obatan. Kecubung merupakan tanaman liar berbunga terompet dan berbuah unik. Meskipun bisa dimanfaatkan sebagai tanaman obat jika diolah secara tepat, namun semua bagian tanaman kecubung tidak bisa dikonsumsi secara langsung karena mengandung senyawa kimia beracun seperti alkaloid tropane, scopolamine, atropin, dan hiosimi yang sangat berbahaya bagi tubuh.
Guru Besar Bidang Farmakologi dan Farmasi Klinis Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Zullies Ikawati bahkan menyebut dosis sekecil apa pun dari kecubung akan mengakibatkan efek serius, seperti halusinasi dan delerium, kerusakan saraf pusat, penglihatan kabur dan sensitif cahaya akibat midriasis (pupil mata melebar), retensi urin, dan gagal napas (kompas.id, 12/7/2024).
Lalu kenapa masih saja ada yang berani mengonsumsi kecubung meskipun tahu dampak yang diakibatkan sangat berbahaya? Kebanyakan dari mereka mengonsumsi kecubung layaknya narkoba untuk mendapatkan efek halusinasi yang dirasa mampu mengalihkan mereka dari beban masalah yang tengah dihadapi. Masyarakat saat ini cenderung mencari solusi secara instan untuk lari dari masalah ataupun beban hidup.
Kehidupan masyarakat yang serba sulit dalam sistem kapitalisme yang diakibatkan kemiskinan struktural tak pelak membuat sebagian dari mereka frustasi, bahkan depresi. Hal ini bukti jika ketahanan mental masyarakat saat ini sangatlah lemah. Sayangnya, kerusakan sistem mulai dari sistem pendidikan sekuler, hilangnya semangat beramar makruf nahi mungkar dalam lingkungan yang makin individualis, serta hilangnya peran negara sebagai pemelihara umat semakin memperburuk keadaan.
Sistem saat ini telah gagal mencetak generasi yang cemerlang dalam berpikir dan tangguh dalam bersikap. Sistem pendidikan sekuler yang memisahkan nilai agama dari kehidupan mencetak individu labil dan lemah akal. Mereka kehilangan pedoman dan cenderung mencari solusi praktis ketika dihadapkan pada masalah kehidupan.
Itulah dampak ketika nilai agama hanya dicukupkan sebatas ritual ibadah tidak lagi diterapkan dalam kehidupan. Tiap individu tak lagi terbiasa berpikir dan bersikap sesuai nilai agama. Bahkan umat menjadi minim ilmu dan asing dengan ajaran agamanya. Akibatnya, kehidupan berjalan makin liberal. Tiap individu merasa bebas melakukan apa pun tanpa peduli telah melanggar norma ataupun hukum syarak dengan dalih HAM.
Berbeda halnya ketika sistem Islam kaffah diterapkan, peradaban terbentuk sejalan dengan hukum syarak, yakni hukum yang bersumber pada hukum Allah, bukan hukum buatan manusia. Negara akan berperan sebagai raa’in (pemelihara urusan umat) di mana setiap kebijakan diambil untuk kemaslahatan umat, mulai dari sistem pendidikan sebagai tonggak dasar membentuk generasi. Sistem pendidikan Islam membentuk generasi yang berkepribadian Islam. Pola pikir dan pola sikap mereka berdasarkan syariat Islam. Sehingga setiap individu terbiasa memandang masalah dan mencari solusinya yang sesuai dengan hukum Islam. Mereka juga mampu secara sadar menghindari perbuatan atau apa pun yang dilarang oleh syariat.
Negara juga menyiapkan lingkungan yang kondusif dan aman untuk tumbuh kembang generasi dengan menegakkan hukum secara tegas, memfilter sosial media dari konten- konten yang membahayakan ataupun merusak moral. Selain itu, masyarakat dalam sistem Islam sadar jika beramar makruf nahi mungkar itu adalah kewajiban sehingga mereka terbiasa untuk saling mengingatkan dalam kebaikan. Hal ini penting sebagai kontrol masyarakat.
Masyarakat juga tak lagi khawatir dengan masalah ekonomi karena ekonomi Islam mempunyai sistem yang khas yang mampu mencegah monopoli oleh sebagian golongan saja sehingga harga kebutuhan pokok tetap stabil. Lapangan pekerjaan terbuka lebar guna memastikan setiap kepala rumah tangga mampu memenuhi kebutuhan keluarganya. Negara juga menjamin biaya pendidikan dan kesehatan yang murah bahkan gratis. Begitulah sistem Islam mengatur kehidupan secara sempurna sehingga dapat dipastikan ketika sistem Islam ditegakkan, tak hanya kesehatan mental umat terjaga, namun peradaban yang sejahtera pun bukan hal mustahil terwujud. Wallahualam.