
Oleh: Siti Zulaikha, S.Pd.
(Aktivis Muslimah dan Pegiat Literasi)
Linimasanews.id—Belakangan ini, warga dihebohkan dengan berita soal banyaknya anak-anak yang melakukan cuci darah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Menanggapi hal tersebut, konsultan nefrologi anak dari RSCM dr Eka Laksmi Hidayati, SpA(K) menegaskan tidak terjadi lonjakan kasus anak ke RSCM yang menjalani cuci darah. dr. Eka menjelaskan saat ini ada sekitar 60 anak yang menjalani terapi pengganti ginjal di RSCM. Sekitar 30 di antaranya melakukan terapi dialisis atau cuci darah, sementara sisanya menjalani CAPD atau dialisis mandiri yang datang sebulan sekali ke rumah sakit. Adapun usia anak yang saat ini menjalani cuci darah di RSCM rata-rata di atas 12 tahun atau remaja (detik.com, 25/7/2024).
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Piprim Basarah Yanuarso mengatakan setidaknya 1 dari 5 anak Indonesia berusia 12-18 tahun berpotensi mengalami kerusakan ginjal, dan penyebabnya adalah gaya hidup mereka yang kurang sehat. Melalui survei yang dilakukan IDAI ditemukan kondisi hematuria dan proteinuria pada urine anak-anak, yakni adanya darah dan protein dalam air kencing mereka. Dr. Piprim menekankan pola makan dan minum anak-anak yang saat ini terbilang kurang baik, seperti suka mengonsumsi makanan atau minuman yang manis-manis (cnbcindonesia.com, 24/7/2024).
Tren pola konsumsi saat ini memang meresahkan. Makanan yang beredar di
pasaran adalah makanan siap saji, minuman dengan kadar gula tinggi, makanan dengan gluten tinggi. Belum lagi makanan yang rasanya sudah dimodifikasi dengan bahan kimia sudah menjadi makanan sehari-hari yang dikonsumsi masyarakat, termasuk anak-anak. Apalagi jika si anak tidak menyukai makanan real food, tidak jarang orang tua akan memberikan makanan kesukaan si anak sekalipun itu tidak bergizi, yang terpenting bagi mereka si anak mau makan.
Pola konsumsi tidak sehat tentu tidak lepas dari pola konsumtif dan permisif mengikuti tren. Pola konsumtif menjadi trend karena sistem kehidupan sekularisme kapitalisme membuat masyarakat tidak mengaitkan pola konsumsinya sesuai syariat. Akibatnya, para konsumen hanya berpikir bagaimana bisa menikmati dan mengikuti tren makanan tanpa memperhatikan halal dan thayyib.
Sementara para produsen makanan juga hanya memikirkan keuntungan tanpa memperhatikan halal dan thayyib. Sedangkan negara berlepas tangan dari urusan pola konsumsi masyarakat. Alhasil, anak-anak menjadi korban trend makanan tidak sehat.
Kondisi ini sangat berbeda dengan sistem Islam yang diterapkan oleh Daulah Khilafah tatkala mengatur konsumsi masyarakat khususnya untuk anak-anak. Sebagai ideologi, Islam memiliki aturan yang paripurna untuk mengatur kehidupan manusia agar sesuai dengan tujuan penciptaannya. Termasuk perihal makanan, Islam tidak membiarkan hal tersebut dipenuhi sesuai keinginan manusia, namun harus dipenuhi sesuai aturan syariat. Islam telah menetapkan standar bahwa makanan dan apapun yang dikonsumsi harus halal dan thayyib.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 88 yang artinya, “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah Rizkikan kepadamu dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”
Dalam hal ini, halal berarti terbebas dari segala bentuk zat yang telah diharamkan dalam Islam. Seperti bangkai, darah, daging babi dan binatang yang disembelih tidak menyebut nama Allah. Berdasarkan Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 3, binatang yang bertaring dan memiliki cakar tajam ataupun binatang yang menjijikan. Sementara thayyib bermakna bagus (Al-Hasan), sehat (al-mu’afa) dan lezat (al-ladzidz).
Artinya makanan itu harus baik untuk kesehatan manusia, tidak boleh merusak tubuh, kesehatan, akal, dan kehidupan manusia. Standar makanan yang harus halal dan thayyib ini bukan sebagai anjuran, namun wajib dijalankan baik itu individu, masyarakat, bahkan negara. Karena itu, agar syariat makanan harus halal dan thayyib menjadi standar di tengah-tengah masyarakat, Daulah Khilafah akan menetapkan kebijakan sebagai berikut:
Pertama, Daulah Khilafah akan mengedukasi masyarakat melalui sistem pendidikan Islam. Di lembaga pendidikan, negara akan mendidik masyarakat agar memiliki kepribadian Islam, sehingga pola pikir dan sikapnya sesuai Islam. Dengan begitu, mereka akan senantiasa mengkaitkan semua aktivitas mereka dengan hukum Islam. Sehingga ketika mereka menjadi produsen atau konsumen mereka akan memastikan makanan yang diproduksi ataupun yang dikonsumsi sesuai syariat.
Makanan harus halal dan thayyib tidak boleh ada zat yang berbahaya di dalamnya. Ini berdasarkan Hadis Riwayat Ibnu Majah dan Tabrani, “Makanan tidak boleh berasal atau bercampur dengan zat yang haram.” (HR.Tirmidzi)
Ketika produsen ataupun konsumen memahami standar makanan sesuai syariat, di sinilah upaya preventif bisa dilakukan agar masyarakat termasuk anak-anak terhindar dari pola makan yang salah. Selain itu, dengan pendidikan Islam, masyarakat juga akan diberi pemahaman bahwa tujuan konsumsi untuk membuat badan sehat dan terpenuhi gizinya sehingga mereka akan ovipar dalam beribadah.
Melalui pendidikan Islam pula, daulah akan menjaga agar rakyatnya, termasuk anak-anak terjaga dari pola konsumsi yang konsumtif dan hanya sekadar mengikuti tren. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, beliau pernah menegur rakyatnya yang memiliki perut buncit. Beliau memerintahkan agar dia membenahi pola makannya.
Kedua, Daulah Khilafah akan menetapkan undang-undang terkait produksi makanan berdasarkan surah Al-Maidah ayat 88 dan Dalil syariat lainnya terkait makanan. Dalam buku “Fiqih Ekonomi” Umar ,tergambar jelas bagaimana Khalifah Umar mengatur dan memastikan bahwa rakyatnya terhindar dari produksi dan pola konsumsi yang menyimpang. Pada masa Khilafah Utsmaniyah, Daulah memberlakukan Qunun Bursa yang mengatur standarisasi toko roti dalam memenuhi hak konsumen.
Ketiga, Daulah akan memberi sanksi kepada siapa pun yang melanggar aturan syariat terkait makanan. Melalui beberapa mekanisme ini, Daulah Khilafah mampu memastikan masyarakatnya, termasuk anak-anak terhindar dari pola konsumsi yang salah. Dengan begitu, anak-anak bisa terhindar dari penyakit gagal ginjal, diabetes dan penyakit akibat pola makan yang salah lainnya. Hal ini bisa terwujud jika sistem yang diterapkan adalah sistem Islam di bawah naungan Daulah Khilafah. Wallahualam bisshawab.