
Oleh: Rahma
Linimasanews.id—Dana Moneter Internasional (IMF) melalui World Economic Outlook pada April 2024 mencatat tingkat pengangguran di Indonesia sebesar 5,2 persen, tertinggi dibandingkan enam negara lain di Asia Tenggara yang ada di daftar. Posisi ini tak berubah dari tahun lalu, tetapi angkanya lebih rendah yakni 5,3 persen. Menyusul Indonesia, Filipina 5,1 persen, Brunei Darussalam 4,9 persen, Malaysia 3,52 persen, Vietnam 2,1 persen, Singapura 1,9 persen, kemudian Thailand 1,1 persen (CNNIndonesia, 19/7/2024).
IMF mendefinisikan tingkat pengangguran (unemployment rate) sebagai persentase angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan. Untuk itu, penduduk usia produktif yang sedang tidak mencari kerja, seperti mahasiswa, ibu rumah tangga, dan penduduk tanpa pekerjaan yang tidak lagi mencari kerja, tidak masuk ke dalamnya.
Jika ditilik, tingginya pengangguran menunjukkan kegagalan negara menciptakan lapangan pekerjaan untuk rakyat. Lebih banyak yang membutuhkan pekerjaan daripada banyaknya lapangan pekerjaan. Kebijakan salah strategi sehingga terjadi deindustrialisasi, lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ataupun perguruan tinggi (PT) tidak terserap dalam dunia kerja, sementara tenaga kerja asing (TKA) justru masuk ke Indonesia.
Pengelolaan sumber daya alam ala kapitalismelah yang mengakibatkan tenaga ahli dan tenaga kerja diambil dari negara asing. Akibatnya, rakyat sendiri kehilangan kesempatan kerja di negeri sendiri.
Mirisnya, bagi umat yang lemah iman dan sudah tidak menemukan jalan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tidak sedikit yang mengambil jalan pintas dengan melakukan tindak kriminal. Judi online pun dilakukan sebagai salah satu cara instan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Di samping itu, tidak terpenuhinya kebutuhan hidup akibat tidak ada penghasilan bisa menyebabkan retaknya rumah tangga hingga berujung pada perceraian.
Memang benar, pemerintah sudah berusaha memperkecil angka pengangguran dengan membekali siswa dengan bekal kewirausahaan agar setelah lulus SMK/SMA, sudah siap bekerja. Bursa kerja juga disiapkan. Pemerintah juga membuat program Kartu Pra Kerja dengan melakukan banyak pelatihan kerja. Investor asing juga banyak dipermudah dengan harapan bisa banyak menyerap tenaga kerja.
Namun sayang, karena sistem kapitalis sudah mencekam negeri ini, investor tersebut hanya mementingkan keuntungannya saja. Rakyat tidak akan bisa sejahtera karena kapitalis swasta akan tetap berhitung rugi laba. Mereka akan mencari cara supaya bisa meraih untung sebesar-besarnya dengan menekan biaya sesedikit mungkin. Wajar, kesejahteraan pekerja sangat sulit diraih.
Menyejahterakan umat sebenarnya menjadi tanggung jawab negara. Sayangnya, dalam sistem kapitalisme ini fungsi negara sebagai raa’in atau pengurus umat mandul. Negara hanya sebagai pelayan para pengusaha saja. Negara berpihak pada swasta. Salah satunya, terlihat dengan adanya kurikulum kewirausahaan yang hanya untuk memenuhi kebutuhan industri saja. Lulusan pendidikan tidak dimaksudkan untuk kemaslahatan umat.
Hal tersebut sangat berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam, negara wajib mengurus rakyat, termasuk menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup melalui berbagai kebijakan yang mendukung, seperti pengelolaan SDA secara mandiri oleh negara serta pembangunan infrastruktur yang memadai hingga akan membuka banyak lapangan kerja. Hasil pengelolaan SDA tersebut pun akan diberikan untuk kepentingan rakyat.
Mekanisme yang diterapkan negara Islam dalam segala aspek kehidupan akan memberi jaminan dalam aspek kesehatan, pendidikan, sandang pangan serta keamanan. Dengan begitu terwujud kesejahteraan bagi seluruh umat.