
Oleh: Setia Wati
Linimasanews.id—Telah banyak terjadi peristiwa dan kasus yang menimpa anak-anak di negeri ini seperti bullying, kekerasan terhadap anak, dan lainnya, tak terkecuali yang sedang viral saat ini ialah kasus prostitusi online. GenZ kini harus menghadapi tantangan media yang menampilkan pornografi.
Ivan Yustiavandana sebagai Ketua PPATK ( Pusat Pelaporan Analisis Keuangan) mengungkapkan hasil analisis melibatkan lebih dari 24.000 anak usia 10-18 tahun dengan frekuensi transaksi mencapai 130.000 kali, dengan nominal Rp127.371.000.000 atas praktik prostitusi ( kompas.com, 26/7/2024).
Sungguh miris dengan kondisi yang terjadi sekarang ini. Anak-anak usia produktif yang seharusnya belajar menuntut ilmu, harus terlibat dengan pekerjaan haram, lebih miris lagi hal tersebut diketahui orang tuanya sendiri. Kemiskinan, sempitnya lapangan pekerjaan, dan gaji yang pas-pasan membuat sulitnya memenuhi kebutuhan pokok dan biaya pendidikan membuat mereka mencari uang dengan cara yang salah. Sehingga, orang tua tega menjual anak-anak mereka dalam bisnis haram.
Bahkan mereka tidak peduli dengan masa depan anak-anak. Secara sadar atau tidak, orang tua telah merusak generasi dan masyarakat hingga dosa yang mereka tanggung. Hal tersebut dikarenakan minimnya pengetahuan agama hingga mengakibatkan keimanan melemah. Adapun sistem yang mendukungnya adalah sekularisme.
Inilah cara pandang hidup sekularisme yang memisahkan peran agama dalam mengatur kehidupan, baik kehidupan menjalani transaksi ekonomi, berkeluarga, maupun pergaulan. Dalam kasus ini, orang tua tega menjual anaknya untuk mendapatkan cuan. Masalah ini seharusnya menjadi evaluasi bagi masyarakat, khususnya umat Islam.
Kasus prostitusi online yang sampai merambah kepada anak-anak, membuktikan lemahnya hukum sanksi di negara ini. Hal ini juga membuktikan ketidak seriusan pemerintah dalammemberantas bisnis haram prostotusi. Di sisi lain, pemerintah membiarkan paham sekularisme liberal menjadi pandangan hidup masyarakat, seperti membiarkan tayangan pornografi di media sosial.
Satu-satunya sistem kehidupan yang mampu dan terbukti melindungi anak-anak hanyalah sistem Islam kaffah di bawah institusi Khilafah. Khilafah akan menutup celah yang menjerumuskan anak pada kemaksiatan dan kejahatan. Negara dalam Islam pun akan memberi sanksi tegas bagi pelakunya. Negara tidak akan menayangkan media yang berbau pornografi. Pada akhirnya, lingkungan masyarakat dan individu akan tercipta suasana iman dan takwa.
Dalam keluarga, orang tua pun harus memahamkan kepada anak-anaknya nahwa kebahagiaan hidup yang hakiki adalah dengan meraih rida Allah dan menjaga keluarganya dari siksa api neraka di akhirat kelak. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah At-Tahrim ayat 6, “Hai orang-orang yang beriman, jagalah keluargamu dari siksa api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, yang penjaganya malaikat-malaikat yang keras, yang kasar, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya dan selalu mengerjakan apa yang diperintah Allah.”
Dengan demikian, negara harus menjamin pelayanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan gratis bagi seluruh rakyat. Wallahualam.