
Oleh: Uswatun Khasanah (Muslimah Brebes)
Linimasanews.id—Pemerintah memperbolehkan tenaga kesehatan dan tenaga medis melakukan aborsi terhadap korban pemerkosaan atau kekerasan seksual yang mengakibatkan kehamilan. Hal itu diatur dalam aturan pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2023 melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.
“Setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana.” (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2024, pasal 116).
Dalam PP tersebut, yang dimaksud dengan kedaruratan medis adalah kehamilan yang mengancam jiwa dan kesehatan ibu serta kesehatan janin dengan cacat bawaan yang tidak dapat diperbaiki sehingga tidak mampu bertahan hidup di luar kandungan.
Sementara itu, di sisi lain, Ketua MUI Bidang Dakwah M. Cholil Nafis mengatakan, “PP 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana UU Kesehatan soal aborsi sudah sesuai dengan Islam hanya kurang ketentuan soal boleh aborsi karena diperkosa itu harus usia kehamilannya sebelum usia 40 hari. Ulama sepakat tidak boleh aborsi sesudah ditiupnya ruh, usia kehamilan di atas 120 hari.” (mediaindonesia.com, 01/08/2024).
Ia menjelaskan, aborsi hanya dapat dilakukan dalam keadaan darurat medis, jika korban telah diperkosa, sebelum usia kehamilan 40 hari, atau sebelum ruh ditiupkan.
Dalam Fatwa MUNAS VI MUI Nomor: 1/MUNAS VI/MUI/2000 tanggal 29 Juli 2000 tentang Aborsi, disebutkan bahwa melakukan aborsi (pengguguran janin) sesudah nafkh al-ruh hukumnya adalah haram, kecuali jika ada alasan medis, seperti untuk menyelamatkan jiwa si ibu. Melakukan aborsi sejak terjadinya pembuahan ovum, walaupun sebelum nafkh al-ruh, hukumnya adalah haram, kecuali ada alasan medis atau alasan lain yang dibenarkan oleh syari’ah Islam. Islam mengharamkan semua pihak untuk melakukan, membantu, atau mengizinkan aborsi (mui.or.id, 03/11/2023).
Tentu saja kita merinding membayangkan janin yang tidak bersalah harus mati. Mereka bahkan belum sempat melihat wajah orang tuanya. Kita juga tidak bisa membayangkan sakit yang dirasakan janin. Tubuh mungil mereka dipaksa keluar dengan alat vakum yang menyakitkan dan dibuang ke saluran pembuangan. Itu sungguh melukai hati nurani dan perasaan.
Meningkatnya kasus aborsi menunjukkan betapa buruknya sistem yang kita jalani saat ini. Realitas hari ini, generasi muda bisa berduaan secara terbuka tanpa ada yang menegurnya. Tak sedikit pemuda berinteraksi layaknya suami istri hingga terjadi kehamilan tak terduga. Jika iya, kemungkinannya hanya ada dua, aborsi atau buang saja.
Sistem sosial laki-laki dan perempuan saat ini memang sangat liberal. Pornografi dan perilaku seksual ada di mana-mana. Aura kebebasan terbentang tanpa batas. Dorongan hasrat seksual bertebaran di seluruh media. Perzinaan merajalela.
Di sisi lain, dakwah amar makruf nahi mungkar digagalkan. Ajakan untuk menerapkan syariat Islam dikriminalisasi. Generasi yang menyerukan syariat Islam sebagai perlindungan dianggap berbahaya, menjadi kelompok sosial yang tidak terkendali. Akibat penerapan sistem kapitalis, kontrol sosial menjadi tidak lagi berfungsi. Sistem kebebasan (liberal) ini pada akhirnya berdampak negatif terhadap hilangnya nyawa. Janin manusia tampak tidak ada nilainya, dihancurkan oleh cairan kimia dan dibuang ke saluran pembuangan.
Sementara itu, belum lagi di media kita sering mendengar kasus bayi dibuang ke jalan raya, tempat sampah, sungai, dan lain-lain. Mereka dibuang begitu saja hingga terluka atau bahkan terbunuh. Meningkatnya angka aborsi dan penelantaran bayi menunjukkan kegagalan lembaga-lembaga dalam sistem liberal melindungi kehidupan manusia.
Dalam Islam, hilangnya nyawa manusia merupakan suatu hal yang sangat serius. Islam sangat melindungi kehidupan manusia. Tidak seorang pun boleh mencabut nyawa orang lain tanpa hak (izin syar’i). Dengan cara ini, orang tidak akan mudah menyakiti orang lain. Jika ini terjadi, negara akan memberikan sanksi berat.
Mengenai aborsi, para ulama sepakat bahwa aborsi yang dilakukan setelah diembuskan ruh (120 hari) adalah haram. Sanksi berupa denda akan dikenakan kepada mereka yang melakukan aborsi. Para ulama berbeda pendapat mengenai apakah pelaku aborsi harus membayar kafarat. Sebagian ulama berpendapat bahwa selain membayar diyat, orang yang melakukan aborsi juga harus membayar kafarat dengan membebaskan budak atau berpuasa selama dua bulan berturut-turut.
Dalam sistem Islam, untuk mencegah aborsi, kepala negara akan menerapkan sistem sosial Islam. Pria dan wanita menjalani kehidupan terpisah dan hanya bertemu satu sama lain jika diperlukan. Zina, khalwat, dan ikhtilat dilarang. Kewajiban untuk menutupi aurat diberlakukan. Baik pria maupun wanita diminta untuk menundukkan pandangan. Pornografi dan tindakan pornografi dilarang dan pelaku serta penyebarnya akan dihukum. Polisi siber akan memantau secara ketat media massa dan media sosial untuk mencegah konten-konten yang melanggar Islam.
Kepala negara juga akan mempromosikan sistem pendidikan berdasarkan iman Islam untuk mencapai kepatuhan terhadap aturan Islam. Dakwah amar makruf nahi mungkar disebarluaskan ke seluruh pelosok negeri agar seluruh masyarakat menjadi bertaqwa. Oleh karena itu, kontrol sosial berjalan efektif dan merata. Semua hal ini bertujuan untuk menciptakan kehidupan yang bebas dari perzinaan, termasuk menutup pintu aborsi secara tegas. Dengan dukungan sistem Islam, aborsi dapat diberantas.