
Oleh: Ummu Amira
Linimasanews.id—Makanan atau jajanan instan merupakan makanan kesukaan hampir rata-rata semua kalangan, dari orang dewasa hingga anak-anak. Karena, selain mudah didapatkan, juga memiliki varian rasa seperti manis dan gurih yang membuat seseorang ketagihan, terutama bagi kalangan anak-anak. Namun, faktanya varian rasa yang disajikan banyak menggunakan bahan-bahan yang membahayakan bagi tubuh jika dikonsumsi terus-menerus. Seperti, jajanan yang tinggi pemanis buatan.
Pemanis buatan atau pemanis sintetis saat ini menjadi perbincangan hangat di sosial media. Sebab, banyak kalangan, terutama anak-anak yang terkena penyakit diabetes dan melakukan cuci darah. Salah satu penyebab yang disoroti saat ini adalah karena seringnya mengonsumsi makanan yang mengandung pemanis sintetik yang tinggi dan tidak sesuai dengan kebutuhan gula harian pada diri seseorang.
Memakan makanan manis memang tidak masalah bagi tubuh jika dikonsumsi sesuai dengan kadar yang dibutuhkan tubuh. Tetapi masalahnya, hari ini kebanyakan generasi muda menjadikan konsumsi makanan cepat saji sebagai solusi praktis, terlebih bagi mereka yang sibuk bekerja.
Selain itu, tidak hanya generasi muda saja yang memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji yang mengandung pengawet dan pemanis buatan. Orang tua yang sibuk bekerja pun sama. Makanan instan kerap menjadi penolong bagi orang tua saat menyiapkan makanan untuk anak-anaknya karena tanpa menghabiskan banyak waktu dan tenaga. Jadilah makanan cepat saji sebagai menu yang praktis bagi keluarga.
Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Piprim Basarah Yanuarso menegaskan, tak ada laporan peningkatan kasus gagal ginjal pada anak (cnnIndonesia.com, Jum’at, 26/07/2024). Meskipun tidak adanya lonjakan kasus gagal ginjal, namun tingginya kasus seperti ini perlu dijadikan perhatian. Sebab, mengonsumsi minuman manis dan berpengawet secara berlebihan juga tidak diperkenankan karena dapat meningkatkan risiko penyakit diabetes. Diabetes pun menjadi sebab risiko gagal ginjal yang harus diwaspadai.
Selain itu, perkara ini juga berkaitan erat dengan makanan halal dan toyyib. Makanan yang toyyib yaitu ketika segala sesuatu yang tekandung di dalam makanan yang dikonsumsi tidak membahayakan tubuh, sebaliknya kandungan didalamnya menyehatkan tubuh.
Dalam Islam, manusia diperintahkan untuk mengonsumsi makanan yang halal dan toyyib. Sayangnya, dalam sistem kapitalisme hari ini, banyak beredar di pasaran makanan yang tidak baik dikonsumsi oleh tubuh. Salah satu contohnya, makanan atau minuman yang menggunakan pemanis buatan yang cukup tinggi.
Kenyataannya saat ini tidak ada tindakan dan kontrol dari negara. Negara masih membiarkan produksi makanan semacam ini. Hal ini semua disebabkan oleh penerapan sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, materi adalah tujuan utama. Sering kali produsen mencari materi sebanyak-banyaknya, tanpa memikirkan makanan atau minuman tersebut layak untuk dikonsumsi atau tidak oleh tubuh terutama pada anak-anak.
Padahal, Islam menganjurkan setiap individu memakan makanan halal lagi tayyib. Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Maidah: 88,
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepada kalian, dan bertakwalah kepada Allah yang kalian beriman kepada-Nya.”
Dalam ayat tersebut Allah Swt. dengan sharih menjelaskan bahwa memakan makanan dalam rangka memenuhi fitrah adalah wajib bagi setiap muslim. Orang yang meninggalkannya atau melalaikannya akan berdosa. Perintah untuk memakan yang “halalan thayyiban” serta larangan mengikuti langkah-langkah setan dalam ayat tersebut mengandung banyak kemaslahatan.
Dalam Islam, tolok ukur perbuatan adalah menggapai rida Allah Swt. Jadi, segala apa pun yang dilakukan, termasuk dalam berdagang maupun mengonsumsi makanan, jelas tolok ukurnya adalah rida Allah Swt.
Betul banget… miris melihat kondisi saat ini..harusnya pemerintah lebih bijak lagi dalam menangani hal ini…