
Oleh: Wulan Al Mumtaz
(Aktivis Dakwah dan Pemerhati Generasi)
Linimasanews.id—Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 3,89 juta penduduk miskin di Jawa Barat pada Maret 2024, setara 7,46% dari total penduduknya. Kabupaten Indramayu menjadi daerah dengan angka kemiskinan tertinggi yakni 11.93%, sedangkan yang terendah adalah Kota Depok dengan angka 2.34%.
BPS mendefinisikan penduduk miskin sebagai penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran di bawah garis kemiskinan. Nilai garis kemiskinan Jawa Barat pada Maret 2024 adalah Rp524.052 per kapita per bulan (databoks.katadata.co.id, 26/7/2024).
Dalam rangka menurunkan angka kemiskinan di Kabupaten Indramayu, Pemerintah Daerah telah melakukan berbagai upaya. Di antaranya adalah dengan menggagas sejumlah program dan terobosan seperti penguatan ketahanan pangan, peningkatan ekonomi, dan UMKM. Secara faktual, upaya tersebut telah dilaksanakan melalui 10 program unggulan di antaranya program Peri (Perempuan Berdikari) dan Kruwcil (Kredit Usaha Warung Kecil) yang kemudian menciptakan magnet ekonomi di tengah masyarakat secara langsung dengan kegiatan UMKM mandiri (indramayu.inews.id, 23/1/2023).
Berbagai cara memang sudah pemerintah lakukan, tetapi hingga saat ini cara tersebut tidak sesuai harapan. Ini menunjukkan bahwa semua upaya yang dilakukan belum tepat. Gagalnya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan adalah karena solusi yang ditempuh tidak menyentuh akar masalah.
Persoalan kemiskinan memang masih menjadi PR yang harus segera diselesaikan karena kemiskinan akan mengancam masa depan bangsa. Bagaimana generasi akan maju jika kemiskinan masih menyelimuti mereka? Jika diamati, penyebab utama terjadinya kemiskinan adalah faktor ekonomi.
Dalam sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan saat ini, para pengusaha diberikan kebebasan untuk mengeruk kekayaan alam yang ada dan menjualnya. Di sisi lain, jumlah ketersediaan lapangan kerja yang ada tidak memadai, menjadikan para lelaki sulit mencari kerja. Kalaupun ada lapangan kerja, mayoritas untuk perempuan. Akhirnya, banyak perempuan yang mengambil alih sebagai tulang punggung keluarga. Namun, karena persoalan besaran upah yang didapatkan tidak sebanding dengan tingkat kebutuhan ekonomi saat ini, maka tak jarang yang justru memilih mengadu nasib di luar negeri sebagai tenaga migran (money.kompas.com, 6/3/2022).
Sayangnya, pilihan ini juga berpotensi mengundang persoalan baru terkait keamanan, karena banyak di antara mereka yang hilang kontak, mengalami penyiksaan dan pelecehan di negeri orang (detik.com, 16/5/2024). Sementara Islam dengan kekhasannya sebagai pandangan hidup yang sempurna telah memiliki mekanisme yang tepat dalam menyelesaikan masalah kemiskinan, antara lain:
1. Islam dalam kapasitasnya sebagai negara yang berperan sebagai ra’ín (pengurus urusan masyarakat), akan menjamin terpenuhinya kebutuhan primer setiap warga negaranya. Semua warga negara laki-laki akan dipastikan memiliki pekerjaan dalam rangka menjalankan kewajiban mencari nafkah bagi keluarganya. Apabila kepala keluarga tersebut tidak mampu menjalankan kewajibannya untuk mencari nafkah karena lemah atau mengalami kecacatan maka kewajibannya berpindah kepada kerabatnya. Jika kerabatnya tidak mampu juga maka negara akan mengambil alih tanggung jawab tersebut.
2. Islam mengatur masalah kepemilikan. Kepemilikan dibagi menjadi tiga bagian yaitu kepemilikan negara, kepemilikan umum, dan kepemilikan pribadi. Haram hukumnya bagi individu rakyat ataupun pihak swasta untuk menguasai aset milik umum. Adapun harta yang terkategori kepemilikan pribadi, maka individu dibebaskan untuk memilikinya selama tidak melanggar ketentuan syariat.
3. Negara akan mendistribusikan harta dengan merata sehingga masyarakat mudah untuk menjangkaunya dalam rangka memenuhi kebutuhan primer ataupun sekunder dan tersier.
Dengan mekanisme demikian, maka persoalan kemiskinan akan mampu teratasi. Selama sistem kapitalisme masih mengatur kehidupan ini, maka mustahil hal tersebut bisa dilakukan. Saatnya kembali ke dalam naungan Islam, satu-satunya sistem kehidupan yang menjadikan aturan Pencipta sebagai tolak ukurnya dan mewujudkan kesejahteraan serta keberkahan hidup.