
Oleh: Saniati
Linimasanews.id—Dikutip dari detik.com (08/08/24), harga bawang merah di Sumut perlahan mulai merangkak naik pertengahan pekan ini. Kenaikan harga ini terjadi setelah sebelumnya anjlok beberapa pekan terakhir. Berdasarkan data Disperindag ESDM Sumut, harga bawang merah terendah Kota Binjai dan Kabupaten Serdang Bedagai seharga Rp22 ribuan per kg. Sebelumnya, harga terendah berada di Asahan yang sempat hanya sebesar Rp16 ribuan/kg.
Tak hanya bawang merah, cabai merah di Sumut juga makin pedas dengan harga menjulang beberapa hari terakhir ini. Terpantau, harga cabai merah termurah berada di Kabupaten Nias dan Kota Gunungsitoli yang dipatok seharga Rp30 ribu per kg. Cabai merah dan bawang merah merupakan bahan pangan yang di butuhkan masyarakat, tetapi penggunaannya tak lagi dapat secara utuh dirasakan masyarakat, terutama kaum ibu-ibu. Keterbatasan penggunaan akibat harga yang makin tinggi. Hal itu membuat mereka harus merogoh kocek makin dalam.
Kenaikan harga pangan yang terus berulang ditambah lagi beban hidup yang makin tinggi. Sulitnya lapangan pekerjaan bagi kepala keluarga membuat bertambahnya angka kemiskinan dan angka kriminalitas. Banyak faktor penyebab mengapa kenaikan harga barang termasuk barang pangan terus terjadi:
Pertama, banyaknya permintaan. Ketika barang yang tersedia lebih sedikit dari permintaan, maka harga barang akan naik.
Kedua, harga pupuk yang terlalu tinggi. Keterpaksaan petani untuk menaikan harga barang sesuai dengan modal yang mereka keluarkan untuk pupuk dan bahan lainnya. Walau sebagian petani dihadapkan dengan pupuk yang bersubsidi, namun tak jarang pupuk bersubsidi tidak tepat sasaran, akses jalan yang terlalu jauh, dan adanya bisnis pupuk bersubsidi di toko-toko pertanian. Hingga kini, tidak ada tindakan tegas dari dinas terkait dan aparat hukum.
Ketiga, adanya penimbunan. Menimbun komoditas pangan agar harga meroket seakan lazim. Hal itu adalah cara agar produsen dan pedagang skala besar mendapat keuntungan yang berlipat. Padahal penimbunan dilarang, sebagaimana sabda rasulullah saw., “Siapa yang menimbun makanan terhadap kaum muslim, maka Allah akan menimpakan kepada dirinya kebangkrutan dan kusta.” (HR.Ahmad)
Penimbunan yang dimaksud bukan hanya berupa makanan, tetapi juga komoditas pangan. Hal ini lumrah terjadi di dalam kehidupan yang diatur oleh sistem ekonomi kapitalisme (meraih untung sebanyak-banyaknya).Para kapitalis bebas mempermainkan harga. Sementara masyarakat tidak mempunyai pilihan lain selain membeli dari mereka. Sungguh, kestabilan harga bawang merah dan cabai merah dengan harga terjangkau tidak akan terwujud dalam negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme.
Kondisi ini tidak akan kita rasakan bila sistem Islam yang diterapkan. Dalam Islam, pangan adalah salah satu kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi negara kepada masyarakat karena negara adalah pelayan umat. Seperti hadis Rasulullah saw., “Imam (pemimpin) adalah raain (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya. Di dalam Islam, penentuan harga akan menentukan hukum permintaan dan penawaran yang terjadi secara alami oleh pihak terkait (mekanisme pasar), tanpa campur tangan negara.
Pemerintah hanya perlu melakukan pengawasan saat kondisi tidak normal dalam penjualan. Islam akan mengambil beberapa tindakan yaitu pertama, menghilangkan penyebab terjadinya perubahan mekanisme pasar, seperti penimbunan, memanipulasi harga, dan sebagainya. Kedua, menjaga keseimbangan pada penawaran dan permintaan.
Hanya Islam satu-satunya solusi dalam setiap permasalahan umat. Marilah sama-sama kita beralih kepada hukum Islam yang hakiki. Wallahu a’lam bishawab.