
Oleh: Juhana Rue
Berbagai kitab sejarah menorehkan
Ada serpihan surga di lintasan Khatulistiwa
Hijau menghampar seluas mata memandang
Sajikan aneka pangan, papan, juga sandang
Sebagai bekal perjalanan menuju istana sejahtera
Namun, saat serpihan surga itu didekati
Pesonanya tak lagi seindah kutipan kitab
Hawa damai dan bahagia tak berembus di sana
Berjuta tangan kotor dedemit berdasi saling berebut mangsa
Lapar haus, menjarah setiap inci kekayaan negeri bertajuk Zamrud Khatulistiwa
Aroma arogansi, intimidasi, korupsi menguar kuat dan meracuni setiap helaan napas penghuni
Jangan tanya lagi berapa banyak tangis dan luka yang merangkul erat jiwa raga generasinya
Segala mesin penghitung angka telah lelah menuliskannya
Siapa yang rela jika harta dan martabatnya dirampok habis-habisan
Namun, apa daya
Semua upaya seakan tiada bermakna
Segelintir jiwa serakah menjelma menjadi monster penjilat dan pengkhianat
Mereka rela menjual harta dan martabat saudaranya
Mereka tega demi sekeping emas permata
Serpihan surga di khatulistiwa kian remuk berkeping-keping tak bersisa
Hancur tercemar tumpahan najis keserakahan oligarki
Tak ada lagi nuansa gemah ripah loh jinawi
Yang tersisa hanyalah luka, nestapa, dan amis dosa
Saudaraku
Haruskah kita biarkan surga kita serupa neraka
Tentu tidak seorang pun rela
Saatnya kembalikan kemilau zamrud kita Terapkan syariat-Nya
Agar semua luka dan dosa tak lagi bertahta
Sidoarjo, 10 Agustus 2024