
Oleh: Nunik Umma Fayha
Linimasanews.id—KIM, kata Ketua Dewan Pembina Bappilu Golkar, Idrus Marham, disiapkan sebagai koalisi permanen jangka panjang dengan visi misi jauh ke depan yaitu 2045 (kompas.com, 05/08/2024). Dengan 8 partai pendukung yang berhasil menggolkan Capres dan Cawapres di Pemilu 2024, KIM saat ini tampak masih bernafsu menggaet partai-partai di luar untuk bergabung menggemukkan koalisi. Airlangga Hartarto sebelum mengundurkan diri dari Ketua Umum Partai Golkar menyebut akan mengawal kader KIM untuk mendominasi Pilkada 2024.
Ambisi menguasai Pilkada tampak sangat kentara terutama di daerah potensial seperti Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim. Tarik ulur dan senggolan cukup membuat tegang. Di Jakarta, kuat indikasi diarahkan Paslon KIM akan melawan kotak kosong. Dalam Editorial Media Indonesia (metrotv, 13/08/2024), Khoirunisa Nur Agustiyati, Direktur Eksekutif Perludem menyebutkan, idealnya tidak ada kotak kosong dalam pemilu karena rakyat yang sudah ada dalam posisi hanya bisa menerima calon yang diajukan partai masih harus gigit jari bila hasil pilihan dimenangkan kotak kosong sebagai protes mereka. Kemenangan kotak kosong membuat rakyat harus terima nasib dengan pejabat pelaksana sesuai penunjukan pusat. Sementara kalau mereka memilih calon pilihan Partai pun tidak sesuai harapan. Mirip buah simalakama.
Partai yang harusnya memperjuangkan rakyat menjadi semakin pragmatis. Mereka cukup memosisikan diri sebagai pihak yang mengajukan Paslon atau cukup ikut arus koalisi dan selebihnya rakyat akan dininabobokan sampai Pemilu berikut. Rakyat di sistem ini hanya bisa menjadi pelengkap penderita tanpa kesempatan melawan. Kecuali saat sudah tak tertahan seperti di Bangladesh.
Kekuasaan di Tangan yang Salah
Dalam “Tarikh Khulafa” karya Imam As Suyuthi, disebutkan tentang Umar bin Khattab sang Amirul Mukminin pernah berucap, “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan di antara rakyat Umar, orang yang berani mengatakan akan memotong kepala Umar dengan pedangnya.”
Sungguh keadaan yang tidak akan pernah ditemui masa sekarang. Ketika seorang pemimpin umat justru senang bila ada yang mengingatkan saat dia nelakukan kesalahan. Fakta saat ini justru penguasa mencari pembenaran dan berbagai alasan bila terbukti melakukan kesalahan. Bahkan hukum pun bisa dibelokkan dan dibalikkan. Hukum bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
Saat ini, demi syahwat politik dan kekuasaan sah saja mengkondisikan agar lawan politik tidak berkutik dan bergabung demi keamanan. Politik transaksional dan saling sandra membuat iklim politik sakit dan membahayakan rakyat.
Posisi rakyat sekadar jadi pemberi legitimasi dengan suara dalam pemilu. Rakyat juga mau tak mau hanya bisa menerima apa pun kebijakan dari atas, siapa pun calon yang diajukan. Bahkan ketika mereka melawan dengan memenangkan kotak kosong rakyat tetap menderita. Pemilu hanya bisa diulang di periode berikut sementara pejabat pelaksana diturunkan mengikuti kebijakan atasan.
Kekuasaan dalam Islam
Masih dalam “Tarikh Khulafa” karya Imam As Suyuthi, Umar sang Amirul Mukminin menganut adagium ‘Sayyidul Qoum Khadimuhun’, pemimpin suatu bangsa adalah pelayan bangsa. Seorang pemimpin yang diyakini Umar Al-Faruq juga menjunjung kesederhanaan hidup, cepat bertindak, tidak pandang bulu dan bersikap terbuka. Sifat-sifat mulia seperti ini makin jauh dari keseharian pemimpin di dalam sistem yang memberi pintu kekuasaan seluas-luasnya. Ketika sistem bisa disesuaikan kebutuhan penguasa.
Sungguh, Islam telah banyak memberi aturan dan contoh yang cukup dan terbukti membawa kebaikan bagi Umat. Pemimpin Umat dipilih bukan karena kedekatan bukan karena kekerabatan tapi sebab keimanan dan kapabilitas. Semua dilandasi keyakinan akan pengawasan Allah Subhanahu wa Taala sehingga niat untuk tipu-tipu dan tilep-tilep jauh dari pikiran. Yang dipikirkan dan dilakukan semua untuk meriayah umat, untuk membawa keadilan dan kesejahteraan umat.
Tugas bersama kita adalah makin memahamkan umat bahwa ada sistem terbaik yang sudah dicontohkan uswah hasanah kita, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berikut para khalifah dan amirul mukminin sesudahnya. Bahwa kekuasaan ada bukan untuk kekuasaan itu sendiri tapi untuk mengurus Umat sebagai bentuk keyakinan sebagai hamba.
Para pemimpin harus terus diingatkan atas kedudukannya, disampaikan berita gembira bila mereka menjalankan amanah sesuai tuntunan-Nya. Sebagaimana firman Allah berikut, “Sungguh, Allah benar-benar telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Nabi Muhammad) di bawah sebuah pohon. Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu Dia menganugerahkan ketenangan kepada mereka dan memberi balasan berupa kemenangan yang dekat.” (QS. Al-Fath: 18)
Banggalah para pemimpin yang berani berkata tidak untuk berbuat maksiat dengan kedudukannya. Doa Rasulullah bagi mereka, “Ya Allah, siapa saja yang mengurusi urusan dari umatku, lalu ia sayang pada umatku, maka sayangilah ia.” (HR. Muslim, no. 1828)
Apa lagi yang hendak dicari bila Rasulullah saja mendoakan demikian. Jangan takut dunia sebab akhirat abadi, jangan sampai nikmat akhirat terganti nikmat fana dunia, terganti keamanan semu dunia. Wallahualam bishawab.