
Oleh: Diana Nofalia, S.P. (Aktivis Muslimah)
Linimasanews.id—Genosida di Gaza, Palestina makin mencekam dengan makin sempitnya “zona kemanusiaan aman”. Pertahanan Sipil Palestina di Gaza, mengatakan, Pasukan Israel mengubah “zona kemanusiaan aman” di Jalur Gaza menjadi tumpukan puing-puing dan abu, menyisakan hanya 9,5 persen wilayah yang disebut “zona aman” bagi warga sipil yang mengungsi. Berkurangnya zona aman yang terus berlangsung memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza karena warga sipil memiliki tempat yang lebih kecil untuk melarikan diri dari aksi kekerasan (Antaranews.com, 25/8/2024).
Tak hanya zona aman yang makin sempit, pasokan obat-obatan juga makin menipis. Sekitar 60 persen obat-obatan esensial dan 83 persen pasokan medis di Gaza yang terkepung telah habis akibat perang yang terus berkecamuk serta kontrol dan penutupan perbatasan oleh Israel. Kementerian Kesehatan Gaza memperingatkan krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam hal obat-obatan dan pasokan medis, serta mengutuk dampak parahnya terhadap kehidupan pasien dan korban luka (antaranews.com).
Penerapan ideologi kapitalisme telah membunuh jutaan jiwa di seluruh dunia dengan berbagai cara. Ini menjadi bukti sistem dunia hari ini adalah sistem yang jahat, tidak berperikemanusiaan.
Sudah 75 tahun berlangsung penjajahan terhadap Palestina. Meski berbagai solusi ditawarkan, nyatanya penjajahan itu masih berlangsung dan makin biadab. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menawarkan solusi sistem satu tanah untuk dua negara (two-state solution) pada tahun 1974. Tawaran ini sungguh tidak adil. Solusi tersebut sama saja artinya mengakui keberadaan negara Israel di tanah kharaj milik kaum Muslim.
Selain itu, sebagian kaum Muslim ada yang berpendapat bahwa solusi Palestina adalah dengan doa. Namun, berdoa saja tentu tidaklah cukup. Perlu ada upaya sungguh-sungguh untuk menghentikan kebiadaban pembantaian yang dilakukan oleh Zionis Israel terhadap Palestina tersebut.
Begitupun dengan solusi pengiriman bantuan dana dan obat-obatan. Itu juga sudah dilakukan. Batuan dana dan obat-obatan memang bisa dilakukan untuk para korban. Tetapi apakah bantuan tersebut bisa menghentikan jumlah korban berikutnya? Tentu tidak. Maka dari itu, harus ada solusi yang hakiki untuk mengakhiri penderitaan Palestina saat ini.
Sayangnya, di saat yang sama para pemimpin muslim seolah tidak peduli, bahkan menjadi antek musuh Islam. Kepentingan lebih mendominasi dari kemanusiaan. Inilah ciri khas kapitalisme. Kepentingan menjadi faktor penentu hubungan, tidak ada lawan dan kawan yang abadi tapi kepentinganlah yang abadi. Sikap para pemimpin dunia Islam saat ini mencerminkan rusaknya kepemimpinan dunia Islam.
Padahal, sejatinya umat Islam adalah satu tubuh. Seopah saat ini pemahaman itu tidaklah menjadi sebuah pemahaman yang penting lagi. Sekat-sekat nasionalisme telah menyingkirkan dan membutakan segalanya. Penjajahan terhadap umat Islam di Gaza hanya disikapi oleh pemimpin negeri-negeri muslim dengan retorika dan bantuan tak seberapa.
Jika ditilik, genosida di Gaza adalah perang ideologi. Sayangnya, ideologi Islam baru diemban oleh individu, belum diemban oleh negara. Karena itu, hingga saat ini, yang melawan zionis Israel tersisa muslim Palestina yang berideologi Islam.
Padahal, perang ini adalah perang melawan negara. Karena itu, butuh tegaknya negara berideologi Islam, yaitu sistem pemerintahan Islam yang akan mendorong adanya jihad yang diserukan di seluruh negeri-negeri Muslim di dunia ini.
Tegaknya sistem pemerintahan Islam ini membutuhkan kesadaran yang sama, di tengah umat. Kesadaran inilah yang nantinya menuntut adanya sebuah sistem yang menerapkan syariat Islam di berbagai aspek kehidupan. Adanya kesadaran ini tentunya sangat dibutuhkan adanya kelompok dakwah ideologis.
Saatnya umat Islam dan pemimpin-pemimpin negeri muslim di dunia harus bangun dari tidurnya yang panjang. Saudara-saudaranya satu akidah yang mengalami genosida membutuhkan persatuan umat Islam dalam bentuk pemerintahan yang satu, yang bisa menggerakkan tentara-tentara Muslim di seluruh penjuru dunia untuk bergerak melawan kezaliman ini.