
Suara Pembaca
Ironis, target penerimaan pajak dalam RAPBN 2025 sebesar Rp2.189,3 triliun. Ini adalah pertama kali dalam sejarah target pendapatan pajak Indonesia melewati batas Rp2.000 triliun. Usulan tersebut disampaikan oleh Presiden Joko Widodo atas Rancangan tentang Anggaran Pendapatan Negara (APBN) 2025 beserta Nota Keuangan dalam sidang tahunan MPR/DPR RI (CNBC.Indonesia.com, 16/08/2024).
Terkait target pendapatan pajak yang mencapai 2000 triliun, ini merupakan angka yang fantastis. Untuk itu, besarnya angka target pajak tersebut seolah menjadi perhatian penting karena paradigma pembiayaan pembangunan ala kapitalisme ini berasal dari pajak dan utang. Paradigma tersebut digunakan dari tahun ke tahun. Seolah menjadi hal yang wajar jika banyaknya pembangunan dapat menjadikan target pajak makin tinggi dan utang bertambah banyak. Padahal, hal tersebut justru menjadikan beban rakyat bertambah berat.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa pajak dalam RAPBN pada sistem kapitalis menjadi sumber dana terbesar. Alih-alih Indonesia memiliki SDA yang melimpah sehingga seolah dapat berkontribusi besar dalam dunia perpajakan, tanpa disadari rakyat justru menjadi sasaran. Beban pajak yang ada di pundak rakyat di antaranya pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penghasilan (PPh), dan lain-lain. Pajak yang harus ditanggung rakyat kini makin banyak. Itulah hal yang menjadikan rakyat makin sengsara.
Berbeda halnya dengan paradigma pembangunan dalam Islam, yakni mengurusi rakyat. Dalam Islam, negara berfungsi sebagai ra’in (pemelihara urusan rakyat), sehingga negara merupakan tumpuan dari rakyat. Negara juga bertanggung jawab atas kelangsungan hidup rakyat.
Jika sebuah negara menerapkan Islam secara sempurna maka otomatis rakyat di negara tersebut akan sejahtera. Karena, negara akan mengerahkan potensi yang dimiliki secara optimal demi kesejahteraan rakyatnya. Di sisi lain, negara Islam memiliki berbagai sumber pemasukan, di antaranya dari pengelolaan sumber daya alam (SDA) oleh negara. Dalam Islam, SDA merupakan milik umum, sehingga hasil pengelolaannya diberikan kepada rakyat. Jika hari ini pajak dari SDA menjadi terbesar, dengan sistem Islam penerimaan dari SDA akan jauh lebih besar.
Islam memiliki mekanisme khusus terkait pajak. Dalam pemerintahan yang menerapkan Islam secara kafah, istilah pajak disebut dharibah (pungutan). Dharibah ini hanya dipungut ketika Baitul Maal (kas negara) kosong. Selain itu, pungutan tersebut hanya dibebankan kepada orang-orang kaya saja. Untuk itu, penting kiranya menerapkan Islam secara kafah supaya kesejahteraan rakyat dapat terwujud.
Asri Prasasti, S.E.I.