
Oleh: Emmy Harti Haryuni
Linimasanews.id—Para aktivis pemuda generasi gen X dan sebagian gen Y pasti masih mengingat dengan sebuah buku yang pernah viral di tahun 2002. Buku itu berjudul “Menikmati Demokrasi.” Buku yang menurut penulisnya, Anis Matta, berisi strategi dakwah untuk meraih kemenangan dalam sistem demokrasi.
Penulis buku tersebut adalah salah satu pendiri Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sekaligus menjadi Sekertaris Jenderalnya. Pernah pula menjadi Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Karir politik beliau selanjutnya pernah menjadi anggota DPR RI dan Wakil Ketua DPR RI di tahun 2009.
Buku “Menikmati Demokrasi” saat itu membuat kaum muslim yang selama ini golput atau tidak ikut dalam hajatan pesta demokrasi karena kekecewaan terhadap rezim, menjadi tidak golput lagi. Mereka merasa bahwa masih ada harapan bagi umat Islam untuk memperjuangkan nasibnya melalui demokrasi. Salah satunya dengan memilih partai yang terkenal dengan sebutan partai dakwah.
Menariknya, dalam perjalanan karir politik penulis buku “Menikmati Demokrasi,””diberitakan beliau keluar dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Entah dikeluarkan atau mengundurkan diri karena terjadi perbedaan pendapat dalam tubuh internal partai yang didirikannya.
Keluar dari PKS, lalu beliau mendirikan Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora) sekaligus menjadi Ketua Umum di tahun 2019 hingga sekarang. Partai inilah yang juga mendukung Prabowo Subianto sebagai Calon presiden di pemilu kemarin. Begitulah lucunya sepak terjang para politisi dalam sistem demokrasi di tanah air. Mereka yang dahulu menjelang pemilu 2019 berteriak-teriak “Ganti Presiden”. Pada pemilu kali ini malah mendukung anaknya presiden yang mereka tolak dahulu karena ingin diganti pada pemilu sebelumnya. Lalu dimana idealisme seorang politisi? Tampaknya idealisme itu telah luntur karena berlumur lumpur demokrasi.
Maka tidak mengherankan saat, diberitakan Ribuan massa dari mulai buruh, mahasiswa, aktivis pemuda, hingga selebritis, artis, sineas dan komika, seperti Yono Bakrie, Bintang Emon, dan Arie Kriting, sutradara Joko Anwar ikut dalam barisan demonstrasi di depan kompleks DPR/MPR Senayan, Jakarta, Kamis, 22 Agustus 2034 kemarin. Mereka menolak revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) karena akan menganulir keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Pilkada. Para pendemo menuntut pemerintah serta para wakil rakyat untuk mematuhi keputusan MK pada Selasa 20 Agustus 2024 lalu.
Bukankah DPR yang seharusnya mewakili aspirasi rakyat. Semestinya DPR tidak meloloskan RUU Pilkada. Masih banyak undang-undang lain yang menyangkut hajat hidup rakyat lebih mendesak untuk diselesaikan (voaindonesia.com, 22/8/2024).
Masa Depan Suram dalam Sistem Demokrasi
Bukankah sebelum Pemilu Capres dan Cawapres 2024 kemarin, tepatnya pada tanggal 11 Februari 2024, jagad negeri ini telah disuguhi tontonan menarik sebuah film berjudul “Dirty Vote.” Film dokumenter telah ditonton sebanyak lebih dari 3 juta views di kanal Youtube. Terlepas dari adanya kepentingan pihak tertentu merilis film tersebut atau tidak.
Film tersebut membeberkan hasil temuan dari berbagai sumber tentang proses Pemilihan Umum 2024, komplet dilengkapi dengan beragam data dan fakta yang berkait. Dijelaskan secara berurutan waktu yang bertalian antara satu peristiwa dengan peristiwa lain. Sebuah konspirasi, manipulasi, dan kecurangan yang dilakukan untuk meraih kursi kekuasaan.
Fakta yang dipaparkan dalam film tersebut bukanlah perkara baru. Namun, sudah menjadi rahasia umum yang terjadi sebagai sebuah keniscayaan dalam sistem demokrasi. Betapa demokrasi tidak didesain untuk memperjuangkan nasib rakyat demi hajat hidup orang banyak. Tidak!
Demokrasi yang selama ini dielu-elukan sebagai mekanisme terbaik bernegara. Dilahirkan dari sebuah revolusi pertumpahan darah umat manusia melawan kekejaman, kezaliman, dan kesewenang-wenangan. Hasil upaya dari reaksi para filusuf, kaum cendekiawan dan rakyat kristen yang mengalami penindasan di bawah kekaisaran Eropa yang disahkan pihak gereja.
Sejarah yang mengenaskan tersebut lalu malah dianggap sebagai sebuah jalan baru perubahan yang mencerahkan (renaissance) umat manusia dari kegelapan (masa dark ages). Slogan demokrasi yang dipuja-puja dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat adalah perwujudan dari semangat liberte, egalite, fraternite atau kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan. Sehingga, bagi mereka yang tidak mengambil demokrasi atau bahkan melawan demokrasi, dianggap melawan suara rakyat. Bagi mereka, suara rakyat itu adalah sebuah kebenaran. Dengan cerobohnya para pendukung dan pejuang demokrasi berkoar-koar bahwa suara rakyat adalah suara tuhan (vox populi, vox dei).
Namun faktanya, segala aspirasi atau jeritan yang disuarakan rakyat justru dihadapi penguasa dengan tindakan represif yang penuh kekerasan. Artinya, demokrasi hakikatnya menampakkan jati dirinya yang tidak menerima kritik dan aspirasi. Sungguh, makin jelas bahwa demokrasi memang tidak dirancang untuk kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat.
Masa Depan Cerah Hanya dalam Sistem Islam
Kehidupan sekuler dalam sistem kapitalisme yang jauh dari tuntutan Allah dan Rasul-Nya telah menyebabkan kerusakan di semua lini kehidupan. Maka lagi dan lagi, rakyat selalu menjadi korban. Segala yang dilakukan rakyat berharap ada secercah cahaya menuju perubahan nasib, tampaknya justru makin menjauhkan negeri ini dari keberkahan.
Hal ini disebabkan gerakan para aktivis dan pemuda tidak berada pada pondasi pemahaman yang shahih atas akar permasalahan. Mereka pun bingung mencari solusinya. Dengan kata lain, umat masih bertumpu duri demokrasi sistem kufur yang hakikatnya itu adalah penyebab berbagai ke-fasad-an selama ini.
Oleh karena itu, sangat urgen terwujudnya kejelasan pemahaman atas visi perubahan menuju kebenaran yang shohih pada segala elemen umat, yaitu membumikan aturan Allah secara kaffah. Rakyat sangat membutuhkan adanya sebuah kelompok dakwah yang konsisten atau istikamah berada di atas jalan kebenaran untuk mencerdaskan umat menuju pemahaman yang shohih. Serta keberadaan kelompok militan yang berjuang untuk menerapkan aturan Allah di jagad bumi ini agar tercipta negara yang “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.” Allah Subhanahu wa Taala berfirman:
﴿ وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ ٩٦ ﴾
“Seandainya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS Al-A’raf: 96)
Wallahualam.