
Oleh: Ima Desi
Linimasanews.id—Kembali terjadi kasus kekerasan seksual yang menimpa salah satu siswi SMP di Palembang, Sumatra Selatan. Kasus ini bukanlah kali pertama terjadi. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mencatat sebanyak 11.796 anak menjadi korban kekerasan sepanjang tahun 2024. Jumlah kekerasan pada anak ini tercatat dari 1 Januari hingga 7 September 2024. Rinciannya, 8.373 korban merupakan anak perempuan, sedangkan anak laki-laki yang menjadi korban berjumlah 3.423 (Tribunnews.com, 7/092024).
Apabila kita cermati, diantara banyaknya faktor yang menjadikan anak-anak terlibat dalam perilaku kejahatan dan kekerasan seksual salah satunya adalah faktor mudahnya akses pornografi. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh pihak kementerian PPPA yang menangani kasus kekerasan seksual yang menimpa siswi SMP di Palembang. “Dari hasil penyidikan polisi, motif tindakan kekerasan seksual yang dilakukan salah satu pelaku yaitu mengumpulkan video porno di telepon genggamnya,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar, melalui keterangan tertulis (Tribunnews. com, 9/9/2024).
Pertanyaannya, lantas mengapa akses pornografi sangat mudah dijangkau bahkan oleh kalangan anak-anak. Tidak adakah filter dari negara untuk mengamankan generasi penerus bangsa dari pengaruh yang dapat merusak masa depannya? Nyatanya dalam sistem kehidupan sekuler yang serba bebas hari ini, generasi sangat mudah mengakses hal-hal yang tidak seharusnya dikonsumsinya. Wajar jika kemudian muncul berbagai macam perilaku anak yang kecanduan pornografi bahkan bangga dengan kejahatan yang dilakukannya.
Hal ini menunjukkan bahwa negara tidak serius membendung masifnya konten pornografi di tengah masyarakat. Padahal dengan perangkat yang dimiliki oleh negara, harusnya negara mampu melakukan hal demikian. Selain itu, hal ini juga menunjukkan bahwa sistem pendidikan hari ini gagal membentuk siswa menjadi generasi yang bertakwa. Generasi yang senantiasa menjaga dirinya dari perbuatan maksiat kepada Allah.
Hal ini sangat berbeda dengan sistem kehidupan yang diatur oleh Islam. Islam mewajibkan negara mencegah terjadinya kerusakan generasi melalui berbagai aspek kehidupan sesuai dengan aturan Islam di antaranya:
Pertama, dalam hal pelaksanaan pendidikan. Pendidikan Islam bertujuan membentuk siswa yang memahami posisinya sebagai seorang hamba Allah yang harus senantiasa taat dengan aturan Penciptanya, sehingga pembentukan ini dapat menjadi pencegahan bagi siswa untuk tidak melakukan tindakan kejahatan yang menyalahi aturan Penciptanya.
Kedua, yakni dari sisi media. Media dalam Islam tidak hanya sebagai penyampai informasi, namun juga sebagai media edukasi dan dakwah amar makruf nahi munkar di tengah masyarakat. Negara mengatur konten yang boleh dan tidak boleh ditayangkan di media. Tentunya semua ini tidak terlepas dari standar perbuatan dan penetapan aturan bahwa semua harus disandarkan kepada aturan pencipta kita. Bukan semau kita sebagaimana di negara sekuler hari ini.
Sebagai contoh, Islam melarang kita mendekati perzinaan, termasuk di antaranya adalah melihat konten porno. Maka semua konten pornografi yang banyak menampakkan aurat muslimah jelas akan dilarang tayang oleh negara. Negaralah yang berhak mengatur seluruh tayangan yang layak dikonsumsi oleh umat.
Kemudian yang ketiga adalah harus ada sanksi yang bisa menjerakan pelaku kejahatan. Islam sebagai agama dan sistem kehidupan bagi manusia telah memberikan pengaturan dengan lengkap tentang bagaimana sanksi yang harus diberikan kepada para pelaku kejahatan. Sanksi terhadap pelaku pembunuhan disertai penganiayaan adalah berupa qishas yakni hukuman yang serupa dengan tindakan yang dilakukan pelaku pembunuhan yakni dengan dibunuh juga.
Pemberlakuan sanksi dalam Islam bertujuan memberi efek jera bagi pelaku kejahatan. Namun, sistem sanksi yang menjerakan tersebut tidak akan pernah bisa dilaksanakan tanpa peran sebuah negara. Untuk itu, dalam hal ini Islam membutuhkan tegaknya sebuah negara yang akan berperan menjadi pilar penegakan aturan Allah. Tanpa negara, segala perangkat aturan Islam hanya akan menjadi konsep belaka. Wallahua’lam bissawab.