
Oleh: Nunik Umma Fayha
Linimasanews.id—Pagi itu, Golda Meir bangun dengan ketakutan membayangkan bangsa Arab berduyun membela Al-Aqsha yang dinistakan seperti ketika Mu’tashim Billah mengirim pasukan ke Amuria karena seorang muslimah dilecehkan. Tak didengarnya kabar pengerahan pasukan muslim ke Al-Quds yang dibakar 21 Agustus 1969, hari sebelumnya. Sebagai satu dari 48 deklarator Israel Raya, Meir sangat tahu akibat yang akan diterima mereka saat muslimin masih memiliki pemimpin tunggal, khalifah. Maka senyumnya lebar mengembang menyadari kaum muslim sedang pingsan dan tak menyadari apa yang terjadi pada dunianya.
Kini, berpuluh tahun kemudian, ternyata umat masih pulas dalam ketidaksadaran. Para penguasa negerinya pun mabuk kedudukan. Mereka rela mengabaikan saudara ukhuwah demi tetap meraup kuasa. Palestina yang telah puluhan tahun dijajah mencoba menggeliat membangunkan umat pun tak kunjung membuat tergerak untuk membebaskannya.
Pertimbangan keamanan dan ekonomi selalu menjadi alasan. Faktanya, di depan podium mereka teriak mengutuk, tetapi di belakang tetap bersalaman. Kegiatan ekonomi tetap berjalan meski mereka paham efeknya bagi kelangsungan penjajahan Palestina. Sebab sejatinya, bila mereka mau menghentikan kerjasama maka negeri Zionis Yahudi akan kelabakan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Palestina Terus
Belum selesai Gaza dibombardir terus-menerus, kini wilayah Tepi Barat pun mendapat bagian. Bukan karena sebelumnya tidak ada invasi di wilayah tersebut, sebab kekerasan tentara Zionis Yahudi selalu terjadi menjelang Ramadan, menghalangi kaum muslim beribadah di Al-aqsha. Kali ini, tentara Zionis menyerang kamp-kamp pengungsian di Jenin, Tulkarem, Nablus, dan Tubas, serta kamp-kamp pengungsi di dekatnya. Bahkan jalan menuju Jenin ditutup sementara. Pergerakan tentara Zionis Yahudi dalam jumlah besar terjadi di sana seperti dilaporkan media-media Palestina (bbc.com, 29/8/2024).
Kamp-kamp pengungsian di Tepi Barat adalah tempat bermukim warga Palestina yang wilayahnya diambil paksa Zionis Yahudi dan Jenin adalah kamp yang dituduh sebagai markas beragam milisi. Tepi Barat adalah wilayah yang sampai sekarang masih dalam sengketa. Sebagian wilayah ada dalam kontrol Otoritas Palestina dan sebagian lain di bawah Zionis yahudi. Masih dari bbc.com, gerakan tentara IDF di Tepi Barat yang brutal mendapat komentar dari Kantor Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR), bahwa konflik bersenjata yang terjadi tidak mengikuti hukum internasional. Tapi seperti kita tahu dari dulu dunia hanya berteriak dan Palestina tetap dijajah.
Palestina Lagi
Janganlah ada kata bosan menyampaikan kabar Palestina. Dalam sebuah hadis riwayat At-Tirmidzi disebutkan, “Jika penduduk Syam rusak agamanya maka tak tersisa kebaikan di tengah kalian.”
Kita sudah melihat kerusakan yang luar biasa di muka bumi. Sebagai “khalifah fil ardh,” manusia justru semena-mena pada bumi, pada kehidupan. Dunia dicengkeram dengan keburukan melalui sistem hidup batil yang menjauhkan manusia dari kebenaran. Bukan hanya alam, perilaku manusia pun sudah jauh melampaui kejahilan masa lalu.
Dengan kondisi centang perenang seperti ini, bagaimana kita akan bisa menjaga diri menuju hari akhir. Jangan sampai tak tersisa kebaikan di muka bumi karena kita abai pada saudara kita di Syam, khususnya Palestina. Penguasa negeri muslim masih jauh panggang dari api. Tak seiya sekata karena masing-masing terjerat kepentingan. Namun, sebagai umat yang berharap menjadi sebaik-baik umat, tentu kita tidak boleh berpangku tangan menunggu datangnya hari kemenangan.
Masih banyak di luar sana muslimin yang belum paham bagaimana memperjuangkan saudara Palestina kita. Bukan seperti yang diusulkan dunia dengan nation state, tetapi hanya persatuan umat Islam di bawah panji Rasulullah yang akan membebaskan dan membawa kemenangan seperti janji Allah.
Tugas besar umat saat ini mempersiapkan umat terbaik dengan pemahaman tentang Islam kaffah dan harus berjuang untuk tegaknya kembali Khilafah ala minhajin nubuwwah. Sebab, hanya jihad dan Khilafah yang mampu membebaskan Palestina seutuhnya, bukan hanya persetujuan gencatan senjata yang sifatnya hanya seperti obat pereda demam kala flu.
Gencatan senjata bukanlah solusi karena itu hanya trik penjajah yang kehabisan amunisi untuk nanti setelah kuat kembali akan mengulang merangsek Palestina sampai tujuan mereka tercapai. Negeri muslim tidak cukup mengirim pasukan penjaga perdamaian tapi pasukan yang bahu membahu mengusir penjajah dari tanah mulia, Syam.
Kita di sini hidup nyaman dibanding di Gaza yang hidup sudah dan mengalami kesempitan hidup di kamp-kamp pengungsian di Tepi Barat. Saudara kita di sana bertahan dalam kekurangan karena meyakini pasti datangnya janji Allah. Muslim Palestina tak berpikir meninggalkan gelanggang demi kenikmatan hidup sebab mereka meyakini keberkahan negerinya. Sebab, mereka yakin akan datang masa berbondong-bondong pasukan dari arah Timur membawa panji-panji Rasulullah.
Akankah kita yang mempunyai kesempatan mewujudkan hanya berpangku tangan. Sungguh, kita harus selalu bersama saudara kita dengan apa yang bisa kita lakukan di sini demi Palestina agar umat terus berada dalam koridor perjuangan. Demi Palestina. Palestina terus, Palestina lagi. Wallahu musta’an.
Bismillah, semoga perjuangan untuk Palestina mendapat ridhaNya
Terus mengopinikan Palestina