
Oleh: Satriani S.K.M. (Aktivis Muslimah Yogyakarta)
Linimasanews.id—Drama saling sikut demi kekuasaan dan mengobok-obok konstitusi dipertontonkan secara gamblang di depan mata. Hal ini makin menunjukkan kebobrokan sistem demokrasi. Aturan bisa diubah kapan saja tanpa punya rasa malu dan tentu bukan atas dasar kepentingan rakyat. Slogan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, hanyalah ilusi yang jauh dari realitas. Bagai fatamorgana yang mengelabui mata.
Seperti yang baru-baru ini terjadi, sebuah manuver politik yang dinilai menyalahi konstitusi guna memuluskan salah satu bakal calon kepala daerah bisa masuk dalam kontes Pilkada 2024. Upaya DPR menganulir keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengikat dan final dengan berencana merevisi undang-undang dalam waktu satu hari dinilai melecehkan nalar dan melanggar etik. Yakni, usia kandidat hendak diputuskan mengikuti keputusan Mahkamah Agung yang berusia 30 tahun saat dilantik, sehingga memungkinkan Kaesang, anak dari Presiden Indonesia bisa maju dalam kontes pilkada tahun ini.
Keputusan tersebut juga dinilai bukan untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk melanggengkan kepentingan pribadi dan kelompok elite yang sedang berkuasa saat ini dengan jalan menghalalkan semua cara untuk bisa tetap berkuasa.
Demonstrasi besar-besaran pun pecah. Ribuan orang menggelar aksi unjuk rasa di depan kompleks DPR RI pada Kamis, 22 Agustus 2024. Para peserta unjuk rasa geram dengan DPR yang bermaksud menganulir keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas usia pencalonan dalam Pilkada 2024 (Tempo.co, 22/08/2024).
Dari banyaknya peserta pendemo yang turut hadir, ada sejumlah influencer, stand up komedian, dan artis seperti Reza Rahardian. Mereka rela berpanas-panasan menyatu dengan masyarakat, ikut serta berorasi di depan gedung DPR RI setelah viralnya sinyal darurat Indonesia BSOD (Blue Screen of Democracy) di media sosial yang menggambarkan kondisi demokrasi di negeri ini sedang tidak baik-baik saja.
Sistem demokrasi dalam ideologi kapitalisme ibarat kendaraan mogok dan usang yang dikendarai oleh serigala. Sistem ini tidak akan pernah melahirkan perubahan yang diinginkan rakyat, yaitu terciptanya keadilan dan kesejahteraan. Dalam sistem ini, yang lemah akan menjadi mangsa dengan diciptakannya peraturan yang makin menyengsarakan rakyat demi keuntungan segelintir orang di lingkaran penguasa.
Seluruh permasalahan yang melanda negeri ini berupa ketidakadilan, kerusakan alam, kesengsaraan, serta kemerosotan moral masyarakat dan penguasa tidak lain karena diterapkannya ideologi kapitalisme dengan sistem pemerintahan demokrasinya. Sistem ini melahirkan kehidupan yang liberal dan materialistik. Buahnya ialah paham yang memisahkan tatanan kehidupan dari nilai-nilai agama yang bersumber dari Sang Maha Kuasa, Allah Swt.
Sayangnya, mayoritas masyarakat hari ini masih menaruh harapan besar kepada demokrasi. Ini terbukti dari kemarahan mereka ketika ada upaya untuk merusak demokrasi dengan mengobrak-abrik konstitusi. Mereka berharap permasalahan akan teratasi ketika terjadi pergantian para pemangku negeri. Masyarakat belum mampu melihat solusi hakiki atas seluruh permasalahan yang terjadi.
Menerapkan demokrasi berarti kedaulatan ada di tangan rakyat dan kekuasaan ada di tangan rakyat. Hak untuk membuat hukum berupa peraturan dan kebijakan ada di tangan manusia yang penuh dengan keterbatasan dan nafsu. Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip keimanan di dalam agama Islam yang sempurna. Dalam Islam, hak untuk membuat hukum ada di tangan Allah Swt., bukan di tangan manusia. Allah Swt. menjamin akan memberikan kehidupan yang penuh dengan rahmat, bukan hanya bagi manusia, namun juga rahmat untuk seluruh alam semesta.
Sebuah gerakan yang menginginkan perubahan sudah seharusnya didasari oleh kesadaran penuh oleh semua rakyat. Yakni, bahwa permasalahan hari ini tidak akan selesai hanya dengan memangkas pucuk-pucuk cabang kemudian digantikan dengan pucuk-pucuk cabang yang baru. Sebuah perubahan yang hakiki harus sampai pada level menyelesaikan akar permasalahan sehingga tujuan perubahan itu benar-benar bisa terwujud.
Sudah seharusnya sebuah perubahan disertai dengan kesadaran bahwa tujuan dari perubahan haruslah diarahkan untuk menjadikan syariat yang bersumber dari Allah Swt. sebagai tatanan kehidupan. Di samping itu, melepaskan diri dari penghambaan kepada mahluk yang terwujud dalam ketaatan kepada aturan buatan manusia. Kemudian, menuju ketaatan kepada syariat Islam yang sempurna, dengan meninggalkan sistem demokrasi sekuler menuju sistem Islam.