
Oleh: Siti Chotimah, S.E.
Linimasanews.id—Puluhan anggota DPRD Subang periode 2024-2029 yang baru saja dilantik (4/9/2024) menggadaikan SK pengangkatannya ke bank sebagai agunan atau jaminan untuk meminjam uang. Pinjaman diketahui mulai dari Rp500 juta hingga Rp1 miliar. Tak hanya di Subang, di berbagai daerah di Indonesia juga tak sedikit anggota dewan yang ramai-ramai menggadaikan SK pengangkatan ke bank demi pinjaman yang nilainya bervariasi dan dengan kegunaan yang bermacam-macam (Republika.co.id, 6/9/2024).
Hal ini tentu membuktikan bahwa pesta demokrasi yang berlangsung setiap lima tahun sekali itu cenderung sangat mahal. Bagaimana tidak, pengadaan alat kampanye, biaya untuk tim sukses, biaya program dan bahkan biaya politik uang agar meraup banyak suara itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Namun, walaupun mahal, banyak yang berminat untuk duduk di kursi dewan dikarenakan gaji dan tunjangan per bulannya yang menggiurkan. Total gaji dan tunjangan yang diterima anggota DPRD Kabupaten/Kota berkisar antara Rp36 juta hingga Rp45 juta per bulan, sudah termasuk potongan pajak penghasilan (PPh) sebesar 15%.
Jika dalam satu periode, yakni 5 tahun maka penghasilan total berkisar pada angka Rp2 miliar. Karenanya, tidak heran jika para anggota dewan berani menggadaikan SK ke bank dengan nilai yang tidak sedikit. Selain gaji yang tinggi, kekuasaan atas daerah yang di wakilinya menjadikan anggota dewan membuat regulasi sesuai dengan kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Korupsi makin membudaya seiring kehidupan para wakil rakyat dan keluarganya yang hedon. Ini menjadikan kepentingan rakyat hanya dipandang sebelah mata. Hal ini tentu menjadikan rakyat terus menjadi korban demokrasi yang tidak pernah memihak rakyat kecil, juga akibat penyalahgunaan jabatan yang harusnya menjadi amanah rakyat.
Jika dibandingkan dengan sistem Islam, tidak ada fenomena anggota dewan yang tersebar baik di daerah maupun di pusat yang menggadaikan SK demi pinjaman karena tuntutan biaya pemilihan ataupun gaya hidup hedon. Berbeda dengan demokrasi yang pemilihannya membutuhkan biaya sangat mahal, para anggota Majelis Umat yang ditunjuk adalah orang-orang yang terpercaya atas amanah yang diembannya.
Majelis Umat merupakan perpanjangan tangan rakyat untuk menampung aspirasi rakyat lalu menyampaikannya kepada pemimpin negara. Dalam hal ini, agama menjadi sandaran karena segala perbuatan pasti mendapat balasan yang setimpal. Ketakutan akan Hari Pembalasan yang lebih dahsyat dibanding dengan penderitaan di dunia menjadikan pemilihan anggota Majelis Umat menggunakan landasan utama hukum syarak.
Karena itu, untuk mendapatkan wakil rakyat yang bekerja untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingannya dan keluarga sendiri, diperlukan sistem Islam. Sistem pemilihan pemimpin dalam sistem Islam tidak berbiaya tinggi dan dilaksanakan dengan landasan hukum Allah sehingga melahirkan pemimpin yang amanah.